MAHALLUL QIYAM adalah salah satu bentuk dzikir, dan Allah di dalam Al-Qur'an memuji orang yang berdzikir dalam keadaan berdiri. Dalam surat Ali Imran ayat 191 Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
Artinya : (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.
Mahallul Qiyam adalah menghadirkan ruh Nabi ﷺ dalam salam penghormatan :
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah ﷺ bersabda : Tidaklah seseorang di antara kalian mengucapkan salam penghormatan kepadaku melainkan Allah mengembalikan ruhku hingga aku menjawab salamnya. (Riwayat Imam Abu Dawud dan dinilai shahih oleh Imam Nawawi di dalam kitab Al-Adzkar)
Ibnul Qoyyim al-Jauzi, berkata dalam kitab Ar-Ruh,
Salman al-Farisi radhiyallahu 'anhu berkata : Arwah kaum mukminin berada di alam barzah dekat dari bumi dan dapat pergi ke mana saja menurut kehendaknya.
Pada saat membaca Tasyahud dalam setiap shalat, kita selalu mengucapkan:
“Assalamualaika ayyuhan nabiy”, Salam penghormatan kepada engkau wahai Nabi
Silakan diperhatikan redaksinya, pada saat menyebut Nabi dalam shalat kita memakai kata ganti كَ atau kata ganti orang kedua atau dlamir mukhatab, yang berarti kamu atau anda. Kita tidak menyebut nabi dengan dlamir ghaib هُ atau dia, atau beliau. Kita menyebut Nabi dengan engkau. Ini artinya bahwa pada saat kita mengucapkan salam penghormatan, Allah menghadirkan ruh Nabi Muhammad ﷺ untuk menjawab salam penghormatan dari kita.
Begitu juga pada saat Mahallul Qiyam pada peringatan Maulid Nabi saat saat kita berdiri mengucapkan salam penghormatan :
Silakan diperhatikan, dalam kalimat yang kita baca "Wahai Nabi salam penghormatan kepadamu, wahai Rasul salam penghormatan kepadamu”. Kita ingin memberikan penghormatan yang maksimal kepada Nabi dengan lisan mengucapkan salam dalam keadaan berdiri. Dengan harapan semoga Allah menghadirkan Nabi Muhammad ﷺ dan kita dalam keadaan menghormat dan menyambut beliau. Inilah mengapa di acara peringatan Maulid Nabi ada momen berdiri dan mengucapkan salam penghormatan.
Lalu bagaimana tanggapan para ulama tentang berdiri di dalam Mahallul Qiyam? Ternyata para ulama setuju dan tidak mengingkarinya.
Dalam kitab Fatawa al-Haditsiyah karya Ibn Hajar al-Haitami disebutkan
Sesungguhnya telah berlaku anggapan baik pelaksanaan berdiri sebagai penghormatan terhadap Nabi ﷺ oleh orang-orang yang berada di mayoritas negeri Islam, dan hal tersebut berdasarkan pendapat An-Nawawi yang menjadikan sikap berdiri kepada orang yang punya keutamaan sebagai bagian dari amal sunah, jika memang sebagai penghormatan dan bukan untuk riya’.
Dalam Al-Kaukabul Anwar disebutkan, bahwa sikap berdiri tersebut memang bid’ah dan tidak berdasar, namun termasuk bid’ah yang baik karena untuk mengagungkan (Nabi ﷺ). Oleh karenanya, maka berdiri itu disunnahkan. (Ibnu Hajar al-Haitami, Fatawal Haditsiyah)
Semoga kita mendapatkan hidayah dan petunjuk dari Allah.
Aamiin ya Rabbal 'alamin.
( Ustadz Muhammad Al-Habsyi )
الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Artinya : (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.
Mahallul Qiyam adalah menghadirkan ruh Nabi ﷺ dalam salam penghormatan :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَا مِنْ أَحَدٍ يُسَلِّمُ عَلَيَّ إِلَّا رَدّ اللَّهُ عَلَيَّ رُوحِي، حَتَّى أَرُدَّ عَلَيْهِ السَّلَامَ
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah ﷺ bersabda : Tidaklah seseorang di antara kalian mengucapkan salam penghormatan kepadaku melainkan Allah mengembalikan ruhku hingga aku menjawab salamnya. (Riwayat Imam Abu Dawud dan dinilai shahih oleh Imam Nawawi di dalam kitab Al-Adzkar)
Ibnul Qoyyim al-Jauzi, berkata dalam kitab Ar-Ruh,
وقال سلمان الفارسى أرواح المؤمنين في برزخ من الأرض تذهب حيث شاءت
Salman al-Farisi radhiyallahu 'anhu berkata : Arwah kaum mukminin berada di alam barzah dekat dari bumi dan dapat pergi ke mana saja menurut kehendaknya.
(الروح - (ج 1 / ص 91
Pada saat membaca Tasyahud dalam setiap shalat, kita selalu mengucapkan:
اَلسَّلَامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ
“Assalamualaika ayyuhan nabiy”, Salam penghormatan kepada engkau wahai Nabi
Silakan diperhatikan redaksinya, pada saat menyebut Nabi dalam shalat kita memakai kata ganti كَ atau kata ganti orang kedua atau dlamir mukhatab, yang berarti kamu atau anda. Kita tidak menyebut nabi dengan dlamir ghaib هُ atau dia, atau beliau. Kita menyebut Nabi dengan engkau. Ini artinya bahwa pada saat kita mengucapkan salam penghormatan, Allah menghadirkan ruh Nabi Muhammad ﷺ untuk menjawab salam penghormatan dari kita.
Begitu juga pada saat Mahallul Qiyam pada peringatan Maulid Nabi saat saat kita berdiri mengucapkan salam penghormatan :
يَا نَبِي سَلَامْ عَلَيْكَ يَا رَسُوْلْ سَلَامْ عَلَيْكَ
Silakan diperhatikan, dalam kalimat yang kita baca "Wahai Nabi salam penghormatan kepadamu, wahai Rasul salam penghormatan kepadamu”. Kita ingin memberikan penghormatan yang maksimal kepada Nabi dengan lisan mengucapkan salam dalam keadaan berdiri. Dengan harapan semoga Allah menghadirkan Nabi Muhammad ﷺ dan kita dalam keadaan menghormat dan menyambut beliau. Inilah mengapa di acara peringatan Maulid Nabi ada momen berdiri dan mengucapkan salam penghormatan.
Lalu bagaimana tanggapan para ulama tentang berdiri di dalam Mahallul Qiyam? Ternyata para ulama setuju dan tidak mengingkarinya.
Dalam kitab Fatawa al-Haditsiyah karya Ibn Hajar al-Haitami disebutkan
عَلَى اَنَّهُ قَدْ جَرَى اْلأَحْسَنُ عَدَمُ فِعْلِ اْلقِيَامِ تَعْظِيْمًا لَهُ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَمَلُ مَنْ يُعْتَدُّ بِعَمَلِهِ فِيْ اَغْلَبِ البِلاَدِ الإِسْلاَمِيَّةِ وَهُوَ مَبْنِيُّ مَا لِلنَّوَوِيْ مَنْ جَعْلِ القِيَامِ لأَهْلِ الفَضْلِ مِنْ قَبِيْلِ المُسْتَحَبَاتِ اِنْ كَانَ لِلْإِحْتِرَامِ لاَ لِلرِّيَاءِ. وَفِيْ كَوْكَبِ الأَنْوَارِ عَلَى عِقْدِ الجَوْهَرِ مَا نَصُّهُ: وَهَذَا القِيَامُ بِدْعَةٌ لاَ أَصْلَ لَهَا لَكِنَّهَا بِدْعَةٌ حَسَنَةٌ ِلأَجْلِ التَّعْظِيْمِ وَلِذَا قِيْلَ بِنَدْبِهَا كَمَا تَقَدَّمَ
Sesungguhnya telah berlaku anggapan baik pelaksanaan berdiri sebagai penghormatan terhadap Nabi ﷺ oleh orang-orang yang berada di mayoritas negeri Islam, dan hal tersebut berdasarkan pendapat An-Nawawi yang menjadikan sikap berdiri kepada orang yang punya keutamaan sebagai bagian dari amal sunah, jika memang sebagai penghormatan dan bukan untuk riya’.
Dalam Al-Kaukabul Anwar disebutkan, bahwa sikap berdiri tersebut memang bid’ah dan tidak berdasar, namun termasuk bid’ah yang baik karena untuk mengagungkan (Nabi ﷺ). Oleh karenanya, maka berdiri itu disunnahkan. (Ibnu Hajar al-Haitami, Fatawal Haditsiyah)
Semoga kita mendapatkan hidayah dan petunjuk dari Allah.
Aamiin ya Rabbal 'alamin.
( Ustadz Muhammad Al-Habsyi )