حديث مرفوع - حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْفَرَجِ , نا مُسْلِمُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ , نا الْحُسَيْنُ بْنُ أَبِي جَعْفَرٍ , قَالَ : نا أَبُو الصَّهْبَاءِ , عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ , عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ , قَالَ :قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ : مَثَلُ أَهْلِ بَيْتِي كَمَثَلِ سَفِينَةِ نُوحٍ , مَنْ رَكِبَ فِيهَا نَجَا , وَمَنْ تَخَلَّفَ عَنْهَا غَرِقَ
Dari sahabat Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu ia berkata: bahwa Rasul ﷺ bersabda, “Perumpamaan atau kedudukan Ahlul Bait-ku itu seperti kapalnya Nabi Nuh, barangsiapa yang naik di dalamnya, ia akan selamat, dan barangsiapa yang enggan dan terlambat, ia akan celaka."
**
Peran keluarga Nabi ﷺ dalam melestarikan dan menyebarkan ajaran Islam sangat besar. Utamanya pada masa ketika umat Islam sedang dalam keadaan kritis. Tiga pengalaman di masa lalu menunjukkan kontribusi mereka dalam pelestarian agama ini.
1. Pertama, pasca kudeta Mu’awiyah, muncul tiga faksi besar di kalangan umat Islam: faksi Umawi, faksi 'Ali, dan faksi Khawarij. Perebutan kekuasaan yang melelahkan mereda ketika Al-Hassan bin 'Ali menyerahkan klaim kekhalifahannya kepada Mu’awiyah.
2. Kedua, pada abad ketiga dan keempat Hijriyah, ketika kekuasaan keluarga Abbasiyah mulai melemah, aksi-aksi kudeta oleh penguasa pinggiran begitu marak. Pemberontakan kaum Zanji berkulit hitam, kelompok Qaramitah dan lainnya telah meminta tumbal ribuan orang Kufah, Bashrah, Baghdad dan kota-kota lain di wilayah utara. Kelaparan, pengungsian, kematian, dan perang, sudah tidak dapat lagi dikontrol. Begitu sulitnya memperoleh makanan membuat banyak orang meninggalkan majlis-majlis ilmu, masjid-masjid, perpustakaan-perpustakaan. Sebelum akhirnya pulih pada abad kelima dan keenam Hijriyah, keluarga Nabi ﷺ menyelamatkan diri menuju Hadhramaut, Yaman. Membawa serta kekayaan mereka untuk berjuang di tempat yang jauh dari pusat kekuasaan.
3.Ketiga, pada abad kesebelas Hijriyah, ketika bangsa Barat mulai melakukan ekspedisi-ekspedisi ke seluruh dunia, menguasai kerajaan-kerajaan keluarga Muslim, dan di negeri sendiri mereka mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, di sisi lain, kerajaan-kerajaan Muslim mulai melemah dan tidak sanggup mengirim ekspedisi dakwah, keluarga Nabi ﷺ mengambil alih tugas dakwah itu melalui jaringan sufinya. Keluarga ini menyebar dari pusatnya di Hadhramaut, menuju kota-kota di sepanjang pantai Samudera Hindia. Dari Afrika Timur, India, Aceh, Malaka, Palembang, Banjar, Batavia, Pekalongan, Gresik, Surabaya dan kepulauan timur Nusantara.
Tiga pengalaman pada masa yang berbeda itu menjadi pelajaran penting akan peran kaum Sayyid dalam melestarikan dan menyebarkan ajaran Islam. Beberapa orang peneliti sering menyebut mereka pedagang yang sambil lalu menyebarkan agamanya. Konversi melalui praktik perdagangan dan kadang-kadang melalui jalur politik, yang tentu saja konotasinya adalah tidak murni melaksanakan perintah agama, merupakan penafsiran yang digunakan untuk menjatuhkan kehormatan keluarga ini. Beberapa oknum keluarga Sayyid memang melakukan kesalahan. Namun sangat tidak tepat bila harus digeneralisir kepada seluruh praktik keagamaan mereka. Keluarga ini bagaimanapun, seperti keluarga-keluarga Muslim lainnya, memiliki tingkat keberagamaan yang bertingkat-tingkat. Lapisan ulama dalam keluarga inilah yang paling berjasa dalam menjalankan tugas-tugas keagamaan itu. Bukan sekadar para padagangnya.
Berdasarkan paparan di atas, keluarga nabi berjasa besar menjadi sekoci penyelamat spiritualitas masyarakat Muslim. Ia seperti bahtera Nuh yang menyelamatkan kaum beriman. Orang-orang yang percaya akan mengikuti, menaiki, lalu mereka selamat.Orang-orang yang tidak mempercayai akan mengingkari, menjauh dan pada akhirnya tenggelam dalam kehampaan. Guru Agung kaum tarekat, Al-Habib Luthfi bin Yahya Hafizhahullah, selalu mengingatkan akan peran penting dan tanggungjawab ini untuk para keluarga Nabi ﷺ. Seraya mengutip sabda Baginda Nabi ﷺ, beliau menyatakan, ahli baitika safinati nuh, man rakibaha naja wa man takhallafa ‘anha gharaqa (Keluargaku seperti bahtera Nuh. Siapa saja yang menaiki, akan selamat. Siapa yang meninggalkannya akan tenggelam).
Menarik sekali melihat penafsiran Guru Agung tersebut. Bahwa mereka yang mengaku keturunan Nabi ﷺ harus mawas diri dan sadar akan tanggungjawab dalam menyelamatkan umat. Upaya penyelamatan didasarkan pada penyelamatan kesadaran rohani yang meliputi kesadaran akan Tuhan dan kepercayaan yang dilapisi kecintaan yang tinggi kepada utusan-Nya, Muhammad ﷺ. Artikel ini akan membahas hadits ‘Bahtera Nuh’ tersebut untuk mengetahui keberadaannya dari segi kualitas (tingkat keshahihan) dan pemahamannya. Bagaimanakah kualitas hadits ‘Bahtera Nuh’? Apakah ia benar-benar dari Nabi ﷺ? Apa yang dikehendaki Nabi ﷺ dengan ‘Bahtera Nuh’? Bagaimana penafsiran para ulama terhadap hadits tersebut? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang penulis jawab dalam tulisan ini. Tulisan ini dibagi dalam empat bagian; pengantar, takhrij, syarh al-hadits dan penutup.
Takhrij Hadits: ‘Bahtera Nuh’ dicantumkan dalam Kutubul Hadits al-Mu’tabarah
Hadits ini memiliki sanad lengkap dalam beberapa kitab hadits mu’tabar. Seperti (1) Al-Mu’jam al-Kabir, (2) Al-Mu’jam al-Ausath dan (3) Al-Mu’jamal-Shaghir karya Ath-Thabarani, (4) Al-Mushannaf karya Ibnu Abi Syaibah, (5) Hilyat al-Auliya wa Thabaqat al-Ashfiya karya Abu Nu’aim al-Ashfihani, (6) Al-Musnad karya Al-Bazzar, (7) Al-Mustadrak karya Al-Hakim, (8) Al-Musnad karya Asy-Syihab, (9) Akhbar Makkah karya Al-Fakihi, dan (10) Amtsal al-Hadits karya Abu asy-Syaikh al-Ashfihani.
Perawi tingkat sahabatnya terdiri dari empat orang. Yaitu 'Ali bin Abi Thalib, Abu Dzar al-Ghiffari, Ibnu ‘Abbas dan Abu Sa’id al-Khudri. Empat sahabat besar ini dikenal sebagai tokoh sahabat ahlul ilmi wal akhlaq. 'Ali bin Abi Thalib dikenal sebagai babul ‘ilmi (gerbang pengetahuan). Ibnu ‘Abbas merupakan penafsir ulung generasi sahabat. Abu Dzar dan Abu Sa’id dikenal sebagai periwayat wasiat-wasiat rohani Nabi ﷺ.
Hadits ini diriwayatkan melalui banyak jalur periwayatan sebelum pada akhirnya sampai ke tangan para penyusun kitab hadits pada abad kedua, ketiga dan keempat Hijriyah. Kita yang mengenal hadits ini, harus berterimakasih kepada para penyusun kitab tersebut atas jasa mereka tersebut. Cara kita berterima kasih dapat dilakukan dengan cara mengkaji hasil temuan mereka.
Al-Haitsami, penyusun kitab Majma’ az-Zawa’id menjelaskan bahwa sebagian sanad hadits tersebut bermasalah karena ditemukan perawi dengan kualitas kurang baik. Dalam sanad Al-Bazzar dari Abu Dzar terdapat perawi bernama Al-Hasan bin Abi Ja’far al-Jufri. Sedangkan dalam sanad Ath-Thabarani dari sahabat Abu Dzar terdapat nama Abdullah bin Dahir. Kedua perawi ini dinilai matruk oleh ahli hadits. Dengan demikian, dua sanad yang berujung pada Abu Dzar dha’if dengan kualifikasi matruk. Sedangkan riwayat Al-Bazzar dan Ath-Thabarani dari Ibnu Abbas, dalam jalur ini terdapat orang yang bernama Al-Hasan bin Abi Ja’far, yang berkualitas matruk. Al-Haitsam menyebutkan hadits Bahtera Nuh juga diriwayatkan oleh Abdullah bin Az-Zubair. Menurut Al-Haitsami, riwayat tersebut terdapat dalam kitab Al-Musnad karya Al-Bazzar. Dalam sanad ini terdapat perawi bernama Ibnu Lahi’ah yang dikenal layyin (lemah hafalan). Al-Haitsami juga menemukan bahwa hadits Bahtera Nuh diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri oleh Ath-Thabarani dalam kitab Al-Mu’jam ash-Shaghir dan Al-Mu’jam al-Ausat. Menurutnya, terdapat sejumlah perawi yang tidak dia kenal (majhul). Al-Haitsami, Majma’al-Zawa’id, 19/354
Matruk merupakan sebutan untuk perawi yang diduga melakukan kebohongan (muttaham bil kadzib). Seseorang dianggap terduga bohong bila, dia meriwayatkan hadits tersebut secara sendiri dan tanpa disertai dukungan dari jalur lain. Di samping bahwa pengertian yang terkandung dalam hadits dinilai janggal (mukhalif lil qawa’id al-ma’lumah). Atau bisa jadi, seorang perawi diketahui memiliki kebiasaan tidak jujur dalam ucapannya dalam kehidupan sehari-hari. Sekalipun dia tidak pernah diketahui secara pasti memalsukan hadits. Perawi dengan kriteria semacam itu dalam tradisi ilmu hadits disebut matruk. Sanad yang di dalamnya terdapat perawi matruk maka ia menjadi dha’if. Tingkat dha’if-nya bisa dibilang parah karena matruk merupakan jenis hadits paling dha’if setelah mau’dhu (palsu). Mahmud Thahhan, Taisir Mustalah al-Hadits, 74
Namun sebagian ulama menilai kualitas hadits tersebut memenuhi kriteria keshahihan terbaik yang pernah ada dalam sejarah ilmu hadits. Yaitu kriteria Imam Muslim (shahih‘ala syarth muslim). Hal ini seperti dinyatakan Abu Abdillah al-Hakim al-Naisaburi. Keshahihan hadits Bahtera Nuh ini diungkapkan Al-Hakim setelah mengkaji sanad hadits tersebut yang bersumber dari Abu Dzar. Al-Hakim, Al-Mustadrak ‘ala ash-Shahihain, 2/343.
Sayangnya, Al-Hakim tidak memasukkan riwayat 'Ali bin Abi Thalib, Ibnu Abbas, Abu Sa’id atau Abdullah bin Az-Zubair. Ada dua kemungkinan. Pertama, sanad hadits yang berasal dari keempat tokoh ini tidak valid. Karenanya, beliau tidak memasukkannya ke dalam Al-Mustadrak ‘ala ash-Shahihain. Kedua, beliau tidak memiliki sanad tersebut. Sekalipun kemungkinan ini kecil melihat kapasitas beliau, perjalanannya berburu hadits serta jaringan keguruan dan pertemanan yang luas. Kecil kemungkinan beliau tidak mengetahui jalur lain tersebut. Artinya, riwayat Abu Dzar merupakan satu-satunya sanad yang shahih.
Kesimpulan Al-Hakim ini ditolak oleh Adz-Dzahabi. Bahwa dalam sanad dari Abu Dzar terdapat rawi yang bernama Mufaddhal bin Shalih. Kualitas rawi ini wahin alias lemah. Pernyataan Adz-Dzahabi ini memiliki dasar dalam pernyataan Al-Bukhari, At-Tirmidzi dan Ibnu Hibban. Al-Bukhari menyebut Mufaddhal bin Shalih dengan munkar al-hadits, At-Tirmidzi memberi gelar laisa bi dzaka al-hafizh (bukan seorang hafizh), dan Ibnu Hibban yarwi al-maqlubat ‘an al-tsiqat hatta yattahimuhu al-qalb (meriwayatkan hadits-hadits maqlub dari perawi-perawi tsiqah hingga dia dituduh sengaja membalik-balik teks hadits). Adz-Dzahabi, Tarikh al-Islam, 4/1215
Intinya, sanad yang dikatakan Al-Hakim shahih, ternyata mengandung masalah. Masalah atau cacat yang kelihatan setelah sebuah sanad dihukumi shahih disebut dengan ‘illat. Dengan demikian, hadits ini tergolong mu’allalatau ma’lul. Hadits mu’allal termasuk hadits dha’if. Kesimpulan ini seperti diungkapkan oleh Asy-Suyuthi dalam kitab Al-Jami’ ash-Shaghir min Haditsal-Basyir an-Nadzir. As-Suyuthi, al-Jami’ al-Shaghir min Hadits al-Basyir al-Nadzir, 1/208
Bisa disimpulkan bahwa hadits Bahtera Nuh, menurut perspektif ilmu hadits tergolong hadits dha’if.
Syarh al-Hadits: Anjuran Mencintai Keluarga Nabi
Ada sekitar 400 buah hadits yang berbicara tentang keutamaan Ahli Bait (fadha’il ahli bait an-nabi). Hal ini seperti dikumpulkan oleh Al-Muttaqi al-Hindi dalam kitab Kanz al-‘Ummal fi Sunan al-Aqwal wa al-Af’al. Melihat begitu banyak riwayat tentang keutamaan Ahli Bait ini, para ulama memahami bahwa Ahli Bait merupakan keluarga yang harus dihormati. Artinya, sekalipun sanadnya lemah namun pengertiannya masih bisa diterima. Lebih-lebih, hadits Bahtera Nuh ini tujuan utama (maghza)-nya adalah anjuran mencintai keluarga Nabi. Dengan demikian ia termasuk perbuatan yang mulia (fadha’il a’mal). Pandangan umum Ahli Hadits menyatakan, hadits dha'if boleh digunakan dalam fadha'il a’mal. Di sini, ada beberapa hal yang perlu dibahas mengenai hadits Bahtera Nuh.
1. Pertama, tentang maksud Ahli Bait. Siapakah Ahli Bait dalam hadits ini. Al-Munawi dalam kitab Faidhal-Qadir fi Syarh al-Jami’ al-Shaghir mengatakan Ahli Bait dalam hadits ini adalah Fathimah, 'Ali, Al-Hassan, Al-Husain, dan keturunan keduanya yang ahli agama (ahl al-‘adl wa al-diyanah). Dari sini, Al-Munawi menekankan bahwa yang dimaksud Ahli Bait adalah golongan ulamanya. Bukan keseluruhan orang yang punya hubungan nasab dengan Nabi ﷺ. Al-Munawi, Faidh al-Qadir fi Syarh al-Jami’ al-Shaghir, 2/519, 5/517.
2. Kedua, berkaitan dengan metafor bahtera Nuh. Di masa lalu, bahtera Nuh merupakan penyelamat umat manusia dari banjir bandang yang menghancurkan seluruh dunia. Dengan menaiki bahtera tersebut, umat manusia dapat diselamatkan. Berpegang kepada Ahli Bait seperti menaiki bahtera Nuh. Akan menyelamatkan pelakunya. Ahli Bait merupakan wasilah keselamatan untuk umat Islam. Cara berpegang kepada Ahli Bait, menurut Al-Munawi, berarti mencintai mereka, menghormati mereka, mematuhi petunjuk ulama mereka. Sebaliknya, membenci mereka dapat membuat orang kufur nikmat karena berarti melupakan kakek buyut mereka yang telah berjasa mengenalkan Islam dan mendorong agar umatnya mencintai diri dan keluarganya. Kufur nikmat ini bisa berujung pada penelantaran perintah-perintahnya. Dan yang paling mengerikan adalah, orang semacam itu dapat terjerumus ke dalam kedzaliman yang berlarut-larut. Al-Munawi, Faidh al-Qadir fi Syarh al-Jami’ al-Shaghir, 2/519, 5/517.
Dalam bagian penutup ini, penulis akan menyuguhkan ringkasan sebagai berikut:
1.Pertama, hadits Bahtera Nuh ini diriwayatkan oleh kitab-kitab hadits terkemuka dengan banyak jalur periwayatan. Diantaranya adalah Mu’jam Kabir, Mu’jam Ausath, Mu’jam Shaghir karya Ath-Thabarani dan Al-Mustadrak ‘ala al-Shahihain karya Al-Hakim.
2. Kedua, kualitas hadits Bahtera Nuh ini lemah. Al-Hakim yang menilai salah satu jalur sanad hadits tersebut dari Abu Dzar shahih, dibantah oleh Adz-Dzahabi. Kesimpulan Adz-Dzahabi ini didukung oleh pernyataan ulama terdahulu seperti Al-Bukhari, At-Tirmidzi, dan Ibnu Hibban. Ulama setelahnya yang mendukung kedha'ifan hadits Bahtera Nuh adalah As-Suyuthi.
3. Ketiga, sekalipun dha'if, hadits Bahtera Nuh dapat digunakan sebagai dasar amalan sunnah (fadha’il a’mal). Mencintai keluarga Nabi ﷺ merupakan anjuran agama dan berpahala.
4. Keempat, maksud Ahli Bait di sini adalah para ulama yang memiliki garis keturunan kepada Kanjeng Nabi ﷺ bukan keseluruhan mereka yang punya nasab kepada beliau. Sekalipun demikian, menghormati mereka sebagai sesama muslim tetap dianjurkan dan merupakan bagian dari pelaksanaan ajaran agama.
5. Kelima, perjalanan sejarah konflik umat Islam menunjukkan bahwa dalam masa-masa krisis, para ulama-habaib telah berhasil menunjukkan posisi mereka sebagai bahtera Nuh yang menyelamatkan ilmu pengetahuan dan ajaran Islam. Namun demikian, sejarah juga mengajarkan mencintai keluarga Nabi ﷺ, perlu dilakukan secara proporsional agar tidak terjebak dalam perilaku berlebihan (ekstrim). Karena, Nabi ﷺ menyatakan habbib habibaka haunan ma (cintailah kekasihmu dengan tidak berlebihan).
Daftar Riwayat Hadits-Hadits Keluarga Nabi Bahtera Nuh :
المعجم الأوسط للطبراني - 12/ 126، بترقيم الشاملة آليا
5548 – حدثنا
محمد بن أحمد بن أبي خيثمة قال : نا أحمد بن محمد بن سوادة الكوفي قال : نا عمرو بن
عبد الغفار الفقيمي ، عن الحسن بن عمرو الفقيمي ، عن أبي إسحاق ، عن حنش بن
المعتمر ، عن أبي ذر قال : سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول : « أهل بيتي
فيكم كسفينة نوح عليه السلام في قومه ، من دخلها نجا ، ومن تخلف عنها هلك » « لم
يرو هذا الحديث عن الحسن بن عمرو الفقيمي إلا عمرو بن عبد الغفار »
المصنف لإبن أبي شيبه - 9/ 28
حدثنا معاوية بن هشام قال ثنا عمار عن الاعمش عن المنهال عن عبد الله
بن الحارث عن علي قال : إنما مثلنا في هذه الامة كسفينة نوح وكتاب حطة في بني
إسرائيل
حلية الأولياء وطبقات الأصفياء - 4/ 306
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ جَعْفَرٍ، قَالَ: ثنا إِسْمَاعِيلُ
بْنُ عَبْدِ اللهِ، قَالَ: ثنا مُسْلِمُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، قَالَ: ثنا الْحَسَنُ
بْنُ أَبِي جَعْفَرٍ، عَنْ أَبِي الصَّهْبَاءِ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنِ
ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
«مَثَلُ أَهْلِ بَيْتِي مَثَلُ سَفِينَةِ نُوحٍ، مَنْ رَكِبَهَا نَجَا، وَمَنْ
تَخَلَّفَ عَنْهَا غَرِقَ». غَرِيبٌ مِنْ حَدِيثِ سَعِيدٍ، لَمْ نَكْتُبْهُ إِلَّا
مِنْ هَذَا الْوَجْهِ
إتحاف الخيرة المهرة - 7/ 229
6729- وعن
أبي الطفيل : أنه رأى أبا ذر ، رضي الله عنه ، قائمًا على الباب وهو ينادي : يا
أيها الناس تعرفوني ؟ من عرفني فقد عرفني ومن لم يعرفني فأنا جندب صاحب رسول الله
صَلَّى الله عَلَيه وسَلَّم وأنا أبو ذر الغفاري سمعت رسول الله صَلَّى الله
عَلَيه وسَلَّم يقول : إن مثل أهل بيتي فيكم مثل سفينة نوح من ركب فيها نجا ومن
تخلف عنها غرق وإن مثل أهل بيتي فيكم مثل باب حطة. رواه أبو يَعْلَى والبزار
بإسناد ضعيف.
المعجم الأوسط - 4/ 9
3478 – حدثنا
الحسين بن أحمد بن منصور { بن } سجادة قال نا عبد الله بن [ ص 10 ] داهر الرازي
قال نا عبد الله بن عبد القدوس عن الأعمش عن ابي إسحاق عن حنش بن المعتمر قال رأيت
أبا ذر الغفاري أخذ بعضادتي باب الكعبة وهو يقول من عرفني فقد عرفني ومن لم يعرفني
فأنا أبو ذر الغفاري سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم { قال } مثل اهل بيتي
فيكم كمثل سفينة نوح في قوم نوح من ركبها نجا ومن تخلف عنها هلك ومثل باب حطة في
بني اسرائيل : لم يروه عن الأعمش الا عبد الله بن عبد القدوس
المعجم الأوسط - 5/ 354
5536 – حدثنا
محمد بن عثمان بن ابي شيبة قال حدثنا علي بن حكيم الاودي قال حدثنا عمرو بن ثابت
عن سماك بن حرب عن حنش بن المعتمر قال رايت ابا ذر وهو آخذ بحلقة الكعبة وهو يقول
انا ابو ذر الغفاري [ ص 355 ] من لم يعرفني فانا جندب الغفاري سمعت رسول الله صلى
الله عليه و سلم يقول مثل اهل بيتي مثل سفينة نوح من ركبها نجا ومن تخلف عنها غرق
المعجم الصغير – الطبراني - 1/ 240
391 – حدثنا
الحسين بن أحمد بن منصور سجادة البغدادي حدثنا عبد الله بن داهر الرازي حدثنا عبد
الله بن عبد القدوس عن الأعمش عن أبي إسحاق عن حنش بن المعتمر أنه سمع أبا ذر
الغفاري يقول سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول : مثل أهل بيتي فيكم كمثل
سفينة نوح من ركبها نجا ومن تخلف عنها هلك ومثل باب حطة بني إسرائيل لم يروه عن
الأعمش إلا عبد الله بن عبد القدوس
المعجم الصغير – الطبراني - 2/ 84
825 – حدثنا
محمد بن عبد العزيز بن ربيعة الكلابي أبو مليل الكوفي حدثنا أبي حدثنا عبد الرحمن
بن أبي حماد المقرئ عن أبي سلمة الصائغ عن عطية عن أبي سعيد الخدري : سمعت رسول
الله صلى الله عليه وآله وسلم يقول إنما مثل أهل بيتي فيكم كمثل سفينة نوح من
ركبها نجا ومن تخلف عنها غرق وإنما مثل أهل بيتي فيكم مثل باب حطة في بني إسرائيل
من دخله غفر له لم يروه عن أبي سلمة إلا بن أبي حماد تفرد به عبد العزيز بن محمد
المعجم الكبير - 3/ 45
2636 – حدثنا
علي بن عبد العزيز ثنا مسلم بن إبراهيم ثنا الحسن بن أبي جعفر ثنا علي بن زيد بن
جدعان عن سعيد بن المسيب : عن أبي ذر رضي الله عنه قال قال رسول الله صلى الله
عليه و سلم : مثل أهل بيتي مثل سفينة نوح من ركب فيها نجا ومن تخلف عنها غرق ومن
قاتلنا في آخر الزمان فكأنما قاتل مع الدجال
المعجم الكبير - 3/ 45
2637 – حدثنا
الحسين بن أحمد بن منصور سجادة ثنا عبد الله بن داهر الرازي ثنا عبد الله بن عبد
القدوس عن الأعمش عن أبي إسحاق : عن حنش بن المعتمر قال : رأيت أبا ذر أخذ بعضادتي
باب الكعبة وهو يقول : من عرفني فقد عرفني ومن لم يعرفني فأنا أبو ذرالغفاري سمعت
رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول : مثل أهل بيتي فيكم كمثل سفينة نوح في قوم
نوح من ركبها نجا ومن تخلف عنها هلك ومثل
المستدرك 405 (2/ 343
3312- أَخْبَرَنَا
مَيْمُونُ بْنُ إِسْحَاقَ الْهَاشِمِيُّ ، حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَبْدِ
الْجَبَّارِ ، حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ بُكَيْرٍ ، حَدَّثَنَا الْمُفَضَّلُ بْنُ
صَالِحٍ ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ ، عَنْ حَنَشٍ الْكِنَانِيِّ ، قَالَ : سَمِعْتُ
أَبَا ذَرٍّ ، يَقُولُ : وَهُوَ آخِذٌ بِبَابِ الْكَعْبَةِ : أَيُّهَا النَّاسُ ،
مَنْ عَرَفَنِي فَأَنَا مَنْ عَرَفْتُمْ ، وَمَنْ أَنْكَرَنِي فَأَنَا أَبُو ذَرٍّ
سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : مَثَلُ
أَهْلِ بَيْتِي مَثَلُ سَفِينَةِ نُوحٍ مَنْ رَكِبَهَا نَجَا ، وَمَنْ تَخَلَّفَ
عَنْهَا غَرِقَ. هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحٌ عَلَى شَرْطِ مُسْلِمٍ وَلَمْ يُخْرِجَاهُ.
المستدرك 405 3/ 150
4720- أَخْبَرَنِي
أَحْمَدُ بْنُ جَعْفَرِ بْنِ حَمْدَانَ الزَّاهِدُ ، بِبَغْدَادَ ، حَدَّثَنَا
الْعَبَّاسُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الْقَرَاطِيسِيُّ ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ
إِسْمَاعِيلَ الأَحْمَسِيُّ ، حَدَّثَنَا مُفَضَّلُ بْنُ صَالِحٍ ، عَنْ أَبِي
إِسْحَاقَ ، عَنْ حَنَشٍ الْكِنَانِيِّ قَالَ : سَمِعْتُ أَبَا ذَرٍّ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ : وَهُوَ آخِذٌ بِبَابِ الْكَعْبَةِ مَنْ عَرَفَنِي
فَأَنَا مَنْ عَرَفَنِي ، وَمَنْ أَنْكَرَنِي فَأَنَا أَبُو ذَرٍّ سَمِعْتُ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : أَلاَ إِنَّ مَثَلَ
أَهْلِ بَيْتِي فِيكُمْ مَثَلُ سَفِينَةِ نُوحٍ مِنْ قَوْمِهِ ، مَنْ رَكِبَهَا
نَجَا ، وَمَنْ تَخَلَّفَ عَنْهَا غَرِقَ.
مسند الشهاب - 2/ 273
1342 – أخبرنا
عبد الرحمن بن أبي العباس المالكي أبنا أحمد بن إبراهيم بن جامع ثنا علي بن عبد
العزيز ثنا مسلم بن إبراهيم ثنا الحسن بن أبي جعفر عن أبي الصهباء عن سعيد بن جبير
عن بن عباس قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : مثل أهل بيتي مثل سفينة نوح
من ركب فيها نجا ومن تخلف عنها غرق
مسند الشهاب - 2/ 274
1345 – أنا
محمد بن الحسين النيسابوري أنا القاضي أبو طاهر نا محمد بن عثمان هو بن أبي سويد
نا مسلم بن إبراهيم نا الحسن بن أبي جعفر عن علي بن زيد عن سعيد بن المسيب عن أبي
ذر قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : إن أهل بيتي مثل سفينة نوح من ركب
فيها نجا ومن تخلف عنها غرق
مجمع الزوائد للهيثمي - 19/ 354
وعن أبى ذر قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم مثل أهل بيتى كمثل
سفينة نوح من ركب فيها نجا ومن تخلف عنها غرق ومن قاتلنا في آخر الزمان كمن قاتل
مع الدجال . رواه البزار والطبراني في الثلاثة وفى اسناد البزار الحسن بن أبى جعفر
الجفري وفى اسناد الطبراني عبدالله بن داهر وهما متروكان . وعن ابن عباس قال قال
رسول الله صلى الله عليه وسلم مثل أهل بيتى مثل سفينة نوح من ركب فيها نجا ومن
تخلف عنها غرق . رواه البزار والطبراني وفيه الحسن بن أبى جعفر وهو متروك . وعن
عبدالله بن الزبير أن النبي صلى الله عليه وسلم قال مثل أهل بيتى مثل سفينة نوح من
ركبها سلم ومن تركها غرق . رواه البزار وفيه ابن لهيعة وهو لين . وعن أبى سعيد
الخدرى قال سمعت النبي صلى الله عليه وسلم يقول انما مثل أهل بيتي فيكم كمثل سفينة
نوح من ركبها نجا ومن تخلف عنها غرق وإنما مثل أهل بيتى فيكم مثل باب حطة في بنى
اسرائيل من دخله غفر له . رواه الطبراني في الصغير والاوسط وفيه جماعة لم أعرفهم
أخبار مكة للفاكهي - 3/ 134
ذكر خطبه ابي ذر جندب بن جناده الغفاري رضي الله عنه بمكه وقيامه بها
حدثنا اسماعيل بن محمد الاحمسي بالكوفه وحدي قال ثنا مفضل بن صالح الاسدي عن ابي
اسحاق عن حنش الكناني قال رايت ابا ذر رضي الله عنه آخذا بباب الكعبه وهو يقول يا
ايها الناس من عرفني فانا من عرفتم ومن انكرني فانا ابو ذر سمعت رسول الله صلي
الله عليه وسلم يقول مثل اهل بيتي فيكم مثل سفينه نوح من ركبها نجا ومن تخلف عنها
هلك وزاد غيره في هذا الحديث ان ابا ذر رضي الله عنه اسند ظهره الي الكعبه فقال يا
ايها الناس هلم الي اخ ناصح شفيق قال فاكتنفه الناس ثم قال ارايتم لو ان احدكم
اراد سفرا اليس كان ياخذ من الزاد ما يصلحه السفر سفر الآخره فتزودوا ما يصلحكم
فقام اليه رجل من اهل الكوفه فقال وما الذي يصلحنا قال احجج حجه لعظائم الامور وصم
يوما شديدا حره للنشور وصل ركعتين في سواد الليل لظلمه القبور وكلمه خير تقولها
وكلمه شر تسكت عنها وصدقه منك
أمثال الحديث لأبي الشيخ الاصبهاني - ص: 138
299 أَخْبَرَنَا
أَبُو يَعْلَى ، ثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ بْنِ أَبَانَ ، ثَنَا عَبْدُ
الْكَرِيمِ بْنُ هِلَالٍ الْقُرَشِيُّ ، قَالَ : أَخْبَرَنِي أَسْلَمُ الْمَكِّيُّ
، ثَنَا أَبُو الطُّفَيْلِ ، أَنَّهُ رَأَى أَبَا ذَرٍّ قَائِمًا عَلَى هَذَا
الْبَابِ وَهُوَ يُنَادِي ، أَلَا مَنْ عَرَفَنِي فَقَدْ عَرَفَنِي ، وَمَنْ لَمْ
يَعْرِفْنِي فَأَنَا جُنْدُبٌ ، أَلَا وَأَنَا أَبُو ذَرٍّ ، سَمِعْتُ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : مَثَلُ أَهْلِ بَيْتِي
مَثَلُ سَفِينَةِ نُوحٍ ، مَنْ رَكِبَ فِيهَا نَجَا وَمَنْ تَخَلَّفَ عَنْهَا
غَرِقَ
Sumber : Keluarga Nabi, Bahtera Keselamatan (Anjuran Mencintai Ahli Bait dalam Hadits Nabi)
[Madras Ribath]
۞ اَللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ ۞