Hikmatul Islam | Nurul Hikmah

  • Adab dan Akhlak
  • Mutiara Hikmah
  • Kisah Hikmah
    • Kisah Hikmah
    • Hikmah Sufi
    • Biografi Ulama
    • Sirah Nabawi
  • Kalam Hikmah
    • Untaian Kalam Hikmah
    • Muhasabah
    • Mahfudzot
    • Tadzkirah
  • Qur'an dan Hadits
    • Nurul Qur'an
    • Mutiara Hadits
  • Do'a dan Shalawat
    • Do'a Harian
    • Shalawat Nabi
    • Lainnya
Home » Uncategories » Nasab Kelahiran dan Penyusuan Nabi

Nasab Kelahiran dan Penyusuan Nabi

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+
Share on LinkedIn

Nasabnya ialah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muththalib (namanya Syaibatu al-Hamid) bin Hisyam bin Abdi Manaf (namanya al-Mughirah) bin Quraisy (namanya Zaid) bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nazar bin Mu’iddu bin Adnan.

Itulah nasab Rasulullah ﷺ yang telah disepakati. Selebihnya dari yang telah disebutkan di atas masih diperselisihkan. Tetapi hal yang sudah tidak diperselisihkan lagi ialah, bahwa Adnan termasuk anak Isma’il, Nabi Allah, bin Ibrahim, kekasih Allah. Dan bahwa Allah telah memilihnya (Nabi ﷺ) dari kabilah yang paling bersih, keturunan yang paling suci dan utama. Tak sedikitpun dari karat-karat jahiliyah yang menyusup ke dalam nasabnya.

Muslim meriwayatkan dengan sanadnya dari Rasulullah ﷺ, beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah telah memilih Kinanah dari anak Isma’il dan memilih Quraisy dari Kinanah, kemudian memilih Hasyim dari Quraisy dan memilihku dari Bani Hasyim.“

Nabi Muhammad ﷺ dilahirkan pada tahun gajah, yakni tahun dimana Abraham al-Asyram berusaha menyerang Mekkah dan menghancurkan Ka’bah. Lalu Allah menggagalkan dengan mu’jizat yang mengagumkan, sebagaimana diceritakan di dalam Al-Qur’an. Menurut riwayat yang paling kuat jatuh pada hari Senin malam 12 Rabi’ul Awwal.

Ia dilahirkan dalam keadaan yatim. Bapaknya, Abdullah, meninggal ketika ibunya mengandungnya dua bulan. Lalu ia diasuh oleh kakeknya, Abdul Muththalib, dan disusukannya sebagaimana tradisi Arab waktu itu kepada seorang wanita Bani Sa’d bin Bakar, bernama Halimah binti Dzu’aib.

Para perawi Sirah telah sepakat bahwa pedalaman Bani Sa’d pada waktu itu sedang mengalami musim kemarau yang menyebabkan keringnya ladang peternakan dan pertanian. Tidak lama setelah Muhammad berada di rumah Halimah, tinggal di kamarnya dan menyusu darinya, menghijaulah kembali tanaman-tanaman di sekitar rumahnya, sehingga kambing-kambingnya pulang kandang dengan perut kenyang dan sarat air susu.

Selama keberadaan Nabi ﷺ di pedalaman Bani Sa’d terjadilah peristiwa pembelahan dada sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim kemudian ia dikembalikan kepada ibunya setelah genap berumur lima tahun.

Ketika sudah berumur enam tahun, ibunya, Aminah meninggal dunia. Kemudian berada dalam asuhan kakeknya, Abdul Muththalib. Tetapi setelah genap berusia delapan tahun, ia ditinggal oleh kakeknya. Setelah itu dia diasuh oleh pamannya, Abu Thalib.

Beberapa Ibrah

Dari bagian Sirah Nabi ﷺ di atas dapat diambil beberapa prisip dan pelajaran yang penting antara lain :
1.      Di dalam nasab Nabi ﷺ yang mulia tersebut terdapat beberapa dalil yang jelas, bahwa Allah mengutamakan bangsa Arab dari semua manusia, dan mengutamakan Quraisy dari semua kabilah yang lain. Hal ini dengan jelas dapat kita baca pula di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim. Juga terdapat hadits-hadits lain yang semakna, di antaranya hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi, bahwa Nabi Muhammad ﷺ pernah berdiri di atas mimbar kemudian bersabda, “Siapakah aku?” Para sahabat menjawab, “Engkau adalah Rasul Allah, semoga keselamatan atasmu.“ Nabi ﷺ bersabda, “Aku adalah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muththalib. Sesungguhnya Allah menciptakan makhluk (manusia) kemudian Dia menjadikan mereka dua kelompok, lalu menjadikan aku di dalam kelompok yang terbaik, kemudian Dia menjadikan mereka beberapa kabilah, dan menjadikan aku di dalam kabilah yang terbaik, kemudian Dia menjadikan mereka beberapa rumah, dan menjadikan aku di dalam rumah yang terbaik dan paling baik jiwanya.“

Ketahuilah, bahwa di antara konsekuensi mencintai Rasulullah ﷺ ialah mencintai kaum dan kabilah di mana Rasulullah ﷺ lahir, bukan dari segi individu dan jenis, tetapi dari segi hakekat semata. Ini karena hakekat Arab Quraisy  telah mendapatkan kehormatan dengan bernasabkan Rasulullah ﷺ kepada kabilah tersebut.

Hal ini tidaklah bertentangan dengan adanya orang-orang Arab atau Quraisy yang menyimpang dari jalan Allah, dan merosot tingkat kehormatan Islamnya. Karena penyimpangan atau kemerosotan ini secara otomatis akan memutuskan dan menghapuskan kaitan nisbat antara mereka dan Rasulullah ﷺ.

2.    Bukan suatu kebetulan jika Rasulullah ﷺ dilahirkan dalam keadaan yatim, kemudian tidak lama kehilangan kakeknya juga, sehingga pertumbuhan pertama kehidupannya jauh dari asuhan bapak dan tidak mendapat kasih sayang dari ibunya.

Allah telah memilihkan pertumbuhan ini untuk Nabi-Nya karena beberapa hikmah. Di antaranya agar musuh Islam tidak mendapatkan jalan untuk memasukkan keraguan ke dalam hati, atau menuduh bahwa Muhammad ﷺ telah mereguk susu dakwah dan risalahnya semenjak kecilnya, dengan bimbingan dan arahan bapak dan kakeknya. Sebab kakek Abdul Muththalib adalah seorang tokoh di antara kaumnya. Kepadanyalah tanggungjawab memberikan jamuan makan dan minum para hujjaj diserahkan. Adalah wajar bila seorang kakek atau bapak membimbing dan mengarahkan cucu atau anaknya kepada warisan yang dimilikinya.

Hikmah Allah telah menghendaki agar musuh-musuh Islam tidak menemukan jalan kepada keraguan seperti itu, sehingga Rasul-Nya tumbuh dan berkembang jauh dari tarbiyah (asuhan) bapak, ibu, dan kakeknya. Bahkan masa kanak-kanaknya yang pertama, sesuai dengan kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala, harus dijalani di pedalaman Bani Sa’d jauh dari seluruh keluarganya. Ketika kakeknya meninggal, ia berpindah kepada asuhan pamannya, Abu Thalib, yang hidup sampai tiga tahun sebelum hijrah. Sampai akhir kehidupannya, pamannya tidak pernah menyatakan dirinya masuk Islam. Ini juga termasuk hikmah lain, agar tidak muncul tuduhan bahwa pamannya memiliki saham, di dalam dakwahnya, dan bahwa persoalannya adalah persoalan kabilah, keluarga kepemimpinan dan kedudukan.

Demikianlah Allah menghendaki agar Rasulullah ﷺ tumbuh sebagai yatim, dipelihara oleh inayah Allah semata, jauh dari tangan-tangan yang memanjakannya, dan harta yang akan membuatnya hidup dalam kemegahan, agar jiwanya tidak cenderung kepada kemewahan dan kedudukan. Bahkan agar tidak terpengaruh oleh arti kepemimpinan dan ketokohan yang mengintainya, sehingga  orang-orang akan mencampur-adukkan kesucian nubuwwah dengan kemegahan dunia, dan agar orang-orang tidak menuduhkan telah mendakwahkan nubuwwah demi mencapai kemegahan dunia.

3.     Para perawi Sirah Nabawiyah telah sepakat bahwa ladang-ladang Halimah as-Sa’diyah kembali menghijau setelah sebelumnya mengalami kekeringan. Bahkan kantong susu untanya ynag sudah tua dan telah berhenti meneteskan air susu, kembali memproduksi air susu lagi. Kejadian ini menunjukkan ketinggian derajat dan martabat Rasulullah ﷺ di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bahkan semenjak kecilnya, di antara bentuk kemuliaan Allah kepadanya yang paling menonjol adalah pemuliaan Allah kepada rumah Halimah as-Sa’diyah lantaran keberadaannya dan penyusuannya di rumah itu. Hal ini tidak aneh, sebab syari’at Islam juga mengajarkan kepada kita agar, pada waktu terjadi kemarau, meminta hujan (kepada Allah) dengan parantaraan orang-orang shaleh dan keluarga rumah Rasulullah ﷺ karena mengharapkan terkabulnya do’a kita.

Kehadiran dan keberadaan Rasulullah ﷺ di tempat ini menjadi sebab utama bagi datangnya berkah dan pemuliaan Ilahi. Ini karena Rasulullah ﷺ merupakan rahmat bagi manusia, sebagaimana ditegaskan oleh Allah di dalam firman-Nya, “Dan Kami tidak mengutus kamu kecuali sebagai rahmat bagi segenap alam“.

4.    Peristiwa peembelahan dada yang dialami oleh Rasulullah ﷺ ketika berada di pedalaman Bani Sa’d dianggap sebagai salah satu pertanda kenabian dan isyarat pemilihan Allah kepadanya untuk suatu perkara besar dan mulia. Peristiwa ini telah diriwayatkan dengan beberapa riwayat yang shahih, dan dari banyak sahabat. Di antaranya adalah Anas bin Malik dalam suatu riwayatnya yang dikeluarkan oleh Muslim : Bahwa Rasulullah ﷺ didatangi oleh Jibril ketika beliau sedang bermain-main dengan anak-anak sebayanya. Kemudian Jibril mengambilnya dan menelentangkannya. Lalu Jibril membelah hati (dada)-nya dan mengeluarkannya. Kemudian (Jibril) mengeluarkan suatu gumpalan (‘alaqah) darinya, lantas berkata, “Ini adalah bagian setan yang ada padamu.“ Kemudian (Jibril) mencucinya di dalam bejana emas dengan air zam-zam, lalu mengembalikannya ke tampatnya semula. Melihat peristiwa ini anak-anak yang sedang bermain dengannya lari menuju ibu susunya secara berseru, “Muhammad telah dibunuh“. Maka mereka mendatangi dengan penuh cemas.

Tujuan peristiwa ini, wallahu a’lam, bukan untuk mencabut kelenjar kejahatan di dalam jasad Rasulullah ﷺ sebab jika kejahatan itu sumbernya terletak pada kelenjar yang ada di dalam jasad, atau pada gumpalan yang ada pada salah satu bagiannya, niscaya orang jahat bisa menjadi baik bila melakukan operasi bedah. Tetapi nampaknya tujuannya dari peristiwa itu adalah sebagai pengumumam terhadap suatu perkara Rasulullah ﷺ, persiapan untuk mendapatkan pemeliharaan (‘ishmah) dan wahyu semenjak kecilnya dengan sarana-sarana material. Ini agar manusia lebih mudah mengimani Rasulullah ﷺ dan membenarkan risalahnya. Dengan demikian peristiwa tersebut merupakan “operasi pembersihan spiritual“ tetapi melalui proses fisik empirik sebagai pengumumam ilahi kepada manusia.

Apapun hikmahnya peristiwa tersebut kita tidak boleh, karena keshahihan riwayatnya, berusaha mencari jalan keluar untuk mengeluarkan hadits tersebut dari makna hakiki dan lahiriah dengan takwil-takwil yang jauh dan dibuat-buat. Hanya orang yang lemah iman saja yang akan melakukannya.

Kita harus mengetahui kriteria penerimaan kita terhadap suatu khabar (hadits) adalah kebenaran dan keshahihan riwayat, bila telah terbukti keshahihannya, maka tidak ada pilihan lain kecuali harus menerimanya dengan jelas secara bulat. Selanjutnya kriteria kita untuk memahaminya adalah penunjukkan (dalalah) bahasa dan hukumnya. Dalam pada itu asal setiap perkataan adalah hakekat. Seandainya boleh bagi setiap pembaca dan pembahas untuk memalingkan setiap perkataan dari hakikatnya kepada berbagai dalalah majaziyah (penunjukkan di luar arti hakekat) niscaya ia akan memilih dengan seenaknya arti yang disukainya, di samping akan menghilangkan nilai bahasa dan penunjukkannya. Akibatnya terjadilah berbagai pemahaman yang membingungkan orang.

Kemudian mengapa kita harus mencari takwil dan berusaha mengingkari hakekat? Sesungguhnya sikap ini hanya akan dilakukan oleh orang yang imannya kepada Allah dan keyakinannya kepada kenabian Muhammad ﷺ sangat lemah. Jika tidak, betapa mudahnya meyakini setiap riwayat yang shahih, baik diketahui hikmahnya atau tidak.

Wallahu a'lam bish-shawab.

Selanjutnya >>

(Sirah Nabawiyah, Dr. Muhammad Said Ramadhan al-Buthiy; Bagian Kedua, Sejak Kelahiran Hingga Kenabian))


Newer Post Older Post

Adnow Ads

loading...

Post Terbaru

Translate

SAYANGI YANG ADA DI BUMI, ENGKAU DISAYANGI PENDUDUK LANGIT

قال رسول الله  ﷺ : مَنْ لَا يَرْحَمْ مَنْ فِي الْاَرْضِ لَا يَرْحَمْهُ مَنْ فِي السَّمَاءِ –الطبراني Rasulullah ﷺ telah bersabda, ”Ba...


Daftar Pondok Pesantren
se-Indonesia


Subscribe To

Posts
Atom
Posts
Comments
Atom
Comments

Sparkline


guest counter
Flag Counter

Adnow1

loading...

Jadwal Waktu Shalat dan Imsyakiyah



Silahkan Pilih Kota untuk melihat Jadwal Waktu Shalat
di Kota Anda.


Post Populer

  • SHALAWAT TIBBIL QULUB
    اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ طِبِّ الْقُلُوْبِ وَدَوَائِهَا . وَعَافِيَةِ اْلأَبْدَانِ وَشِفَائِهَا . وَنُوْرِ اْلأَبْصَ...
  • Risalah Awwal - Pon Pes Attauhidiyyah
    FAS-ALUU AHLADZ- DZIKRI INKUNTUM LAA TA'LAMUUN Bismillaahirrohmaanirrohiim.... Alhamdulillaahilladzii ja'ala lanaal iimaana wal is...
  • Terjemah Al-Akhlaq lil Banin Juz 1
    ★ ﺑﻤﺎﺫﺍ ﻳﻨﺨﻠﻖ ﺍﻟﻮﻟﺪ؟ ★  ﻳﺠﺐ ﻋﻠﮯ ﺍﻟﻮﻟﺪ ﺃﻥ ﻳﺘﺨﻠﻖ ﺑﺎﻼﺧﻼﻕ ﺍﻟﺤﺴﻨﺔ ﻣﻦ ﺻﻐﺮﻩ، ﻟﻴﻌﻴﺶ ﻣﺤﺒﻮﺑﺎ ﻓﻲ ﻛﺒﺮﻩ: ﻳﺮﺿﮯ ﻋﻨﻪ ﺭﺑﻪ، ﻭﻳﺤﺒﻪ ﺃﻫﻠﻪ، ﻭﺟﻤﻴﻊ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻭﻳﺠﺐ ﻋﻠﻴ...
  • JADILAH ORANG 'ALIM
    قَالَ النَّبِيُّ  ﷺ  كُنْ عَالِمًا أَوْ مُتَعَلِّمًا أَوْ مُسْتَمِعًا أَوْ مُحِبًّا وَلَا تَكُنْ خَامِسًا فَتَهْلِكَ . رواه بيهقى Nabi...
  • Nadham Aqidatul Awam
    Aqidatul Awam adalah salah satu kitab yang membahas tentang tauhid karya ulama besar dan waliyullah Syeikh Sayyid Ahmad al-Marzuqi al-Mali...

Post Lainnya




Cari Post Lainnya

Kategori

Adab dan Akhlak Aqidah Aswaja Bicara Hidayah Biografi Ulama Bulughul Maram Cahaya Raudhah Do'a Harian Do'a Para Nabi Dalam Al-Qur'an Do'a dan Shalawat Fathul Qarib Fiqih HNA Habaib Habib Abubakar Assegaf Hadits Qudsi Hikmah Sufi Hujjah Aswaja Kajian Fiqih Kajian Tafsir Al-Qur'an Kisah Hikmah Kiswah TV Mahfudzot Masjid Nusantara Mutiara Hadits Mutiara Hikmah Nabi dan Rasul Nisfu Sya'ban Nurul Qur'an Pesan Sahabat Puasa Ramadhan Serba Serbi Shalat Tarawih Shalawat Nabi Sirah Nabawi Tadabbur Daily Tadzkirah Tafsir Qur'an Terjemah Ta'lim Muta'alim Terjemahan Matan kitab Safinatun Najah USWAH (Meneladani Para Pendahulu) Ulama Nusantara Ummul Mukminin Untaian Kalam Hikmah Video Wisata Religi Ziarah Wali

Blog Archive

Report Abuse