Masjid Sultan Suriansyah di Jalan Alalak Utara RT 5, Kelurahan Kuin Utara, Kecamatan Banjarmasin Utara, Kota Banjarmasin merupakan masjid tertua di Kalimantan Selatan. Berdasarkan fakta sejarahnya, masjid ini dibangun saat Islam baru saja merambah Kalimantan Selatan.
Diperkirakan pembangunannya pada 1526 Masehi, tak lama setelah raja Kerajaan Banjar pertama, Pangeran Samudera yang kemudian bergelar Sultan Suriansyah memeluk Islam dan diikuti oleh seluruh rakyatnya.
Masjid ini dinamai Masjid Sultan Suriansyah karena dibangun atas prakarsa dan di masa pemerintahan Sultan Suriansyah. Sebelumnya, suku Banjar beragama Hindu, namun sejak memeluk Islam, otomatis diperlukan tempat ibadah berupa masjid yang memadai untuk menampung jema'ahnya. Akhirnya, atas ide sang Sultan, dibangunlah masjid ini, kemudian dinamai Masjid Sultan Suriansyah. Masjid ini tergolong destinasi wisata kuno di Kalimantan Selatan.
Dari segi fisiknya, bangunan masjid ini sarat dengan budaya Banjar, nilai-nilai akidah Islam dan menyimbolkan tentang sejarah awal kedatangan Islam di Bumi Lambung Mangkurat ini. Arsitektur masjid ini menggunakan bangunan berundak, bertingkat empat.
Kubah masjidnya berbentuk kerucut. Di bagian atasnya ada semacam tongkat berukir. Bagian atapnya pun penuh ukiran khas Banjar. Keseluruhan bangunan masjid ini masih berbahan kayu ulin. Kayu ulinnya masih tampak kokoh, bersih dan terawat.
Umumnya masjid di Banjarmasin awalnya berbahan ulin namun karena dimakan usia, lantas banyak yang lapuk, sehingga diganti dengan semen. Namun, berbeda dengan Masjid Sultan Suriansyah. Masjid ini masjid tua di Banjarmasin yang masih berbahan ulin keseluruhannya. Walau pernah direnovasi beberapa kali, tetapi bahan ulinnya masih dipertahankan,
Soal arsitekturnya, ternyata ada pengaruh besar dari masjid di Demak, Jawa Tengah. Berdasarkan fakta sejarahnya, penyebaran Islam di Kalimantan Selatan memang berasal dari Demak.
Menurut kisahnya, dulu Sultan Suriansyah dan seluruh rakyat Kerajaan Banjar beragama Hindu. Dia terlibat perang saudara dengan pamannya, Pangeran Tumenggung.
Baca juga : Masjid-Masjid Bersejarah Di Indonesia
|
Disebutkan dalam Hikayat Banjar, Pangeran Samudera yang santun disenangi kakeknya, Maharaja Sukarama yang berkuasa di Kerajaan Negara Daha yang situsnya sekarang berada Amuntai, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan.
Maharaja kemudian memutuskan untuk mewariskan tahtanya ke cucunya ini. Hal itu membuat sang paman yang merupakan anak pertama sang raja, yaitu Pangeran Tumenggung berang. Sejak lama sang paman memang mengincar takhta kerajaan.
Akhirnya, agar tak dibunuh sang paman, Pangeran Samudera melarikan diri dengan menyamar sebagai nelayan dan berkelana hingga ke daerah Kuin di Bandarmasih (nama lama Banjarmasin). Sementara Pangeran Tumenggung naik tahta memerintah Tanah Banjar dengan membuat kerajaan baru bernama Kerajaan Negara Dipa.
Karena Pangeran Samudera seorang berperilaku halus sehingga dia banyak disukai warga. Kabar itu didengar oleh Patih Masih yang menguasai Bandarmasih kala itu.
Karena Patih Masih tak menyukai Pangeran Tumenggung, akhirnya dia dan beberapa patih lainnya sepakat membentuk kerajaan tandingan, yaitu Kerajaan Banjar dengan rajanya adalah Pangeran Samudera.
Hal ini membuat Pangeran Tumenggung makin berang dan kian berambisi membunuh keponakannya itu. Sejak berdirinya kerajaan ini, Pangeran Samudera dan sang paman selalu terlibat perang saudara dengan kekalahan yang silih berganti.
Untuk memenangi perang ini, Pangeran Samudera kemudian meminta bantuan Kerajaan Demak. Pihak Kerajaan Demak menyanggupinya, dengan syarat Raja Banjar dan seluruh rakyatnya bersedia memeluk Islam, baik nanti hasilnya menang ataupun kalah. Syarat ini disanggupi Pangeran Samudera. Dia kemudian memeluk Islam dan memerintahkan seluruh rakyatnya untuk ikut serta menjadi muslim.
Perang akhirnya berakhir damai, karena saat berhadapan Pangeran Samudera tak sanggup membunuh pamannya dan sang paman pun luluh hatinya menyesali kezalimannya di hadapan keponakannya sendiri. Tak lama kemudian dibangunlah Masjid Sultan Suriansyah ini.
Pada saat itu, karena sebelumnya orang Banjar ini Hindu, jadi tak tahu harus membangun masjid dengan model apa. Karena banyak berinteraksi dengan Kerajaan Demak dalam syiar Islam, akhirnya arsitekturnya meniru masjid di Demak.
Uniknya, arsitektur masjid ini memiliki banyak simbol tersirat yang jarang diketahui generasi muda sekarang. Di antaranya adalah empat tingkatan bangunan masjid ini yang sarat dengan simbol keislaman.
Uniknya, arsitektur masjid ini memiliki banyak simbol tersirat yang jarang diketahui generasi muda sekarang. Di antaranya adalah empat tingkatan bangunan masjid ini yang sarat dengan simbol keislaman.
Bagian bawahnya, berupa bangunan tempat salat menyimbolkan syariat berupa ilmu tentang Islam. Tingkatan kedua, berupa badan masjid yang beratap melandai dan bangunannya yang persegi empat, merupakan simbol kerjakan syari'at Islam.
Tingkatan ketiga, wujudnya sama seperti yang pertama dan kedua, namun ukurannya lebih kecil, menyimbolkan hakikat Islam, yaitu yang menolong. Artinya, setelah dapat ilmu tentang Islam, sudah dipraktekkan, lalu untuk mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari harus ada yang menolong.
Selain itu, arsitektur bangunannya ini menyimbolkan arti lainnya, yaitu adanya pengaruh besar Kerajaan Demak dalam penyiaran Islam di Kalimantan Selatan. Tak hanya itu, jika dilihat di bagian dalam masjid ini, sarat dengan simbol-simbol Islam dan nuansa khas Banjar.
Simbol Islam bisa dilihat dari banyaknya ukiran kaligrafi Arab berupa ayat-ayat Alquran dan nama Allah. Di banyak bagian lainnya, ada ukiran-ukiran khas Banjar seperti manggis, nanas, tali dan bunga. Semuanya memiliki arti khusus tentang karakter orang Banjar.
Nanas misalnya, memiliki arti sebagai pembersih hati dan jiwa yang kotor dari nafsu-nafsu setan. Hal ini sesuai dengan sifat nanas yang memiliki zat kimia yang mampu melunturkan kotoran sekeras apa pun yang melekat pada benda.
Nanas misalnya, memiliki arti sebagai pembersih hati dan jiwa yang kotor dari nafsu-nafsu setan. Hal ini sesuai dengan sifat nanas yang memiliki zat kimia yang mampu melunturkan kotoran sekeras apa pun yang melekat pada benda.
Kalau manggis artinya lain lagi. Manggis di luarnya berkulit hitam, di dalamnya ternyata putih. Ini menyimbolkan seburuk-buruknya manusia, pasti ada baiknya juga. Artinya, kita tidak boleh menilai seseorang dari luarnya saja.
Kemudian, ada lagi simbol tali yang bermakna ukhuwah Islamiyah atau persaudaraan sesama orang Islam. Kalau bunga itu simbol keindahan. Artinya orang Banjar sebagai bagian dari umat Islam harus indah dalam hal akhlaknya, tutur katanya, dan sebagainya.
Di bagian tengah masjid ini, ada empat tiang guru yang masih asli sejak pertama dibangun. Ada cerita menarik dalam peletakan tiang guru ini saat pembangunannya dulu. Menariknya adalah, sangat sarat dengan budaya Banjar dan pengaruh Hindu di masa lalu.
Konon, dulu saat diletakkan, di bagian atas tiang guru ditaruh wafak, yaitu jimat khas Banjar berupa tulisan Arab yang dirajah berisi do'a-do'a. Tujuannya sebagai media pelindung bangunan agar senantiasa damai dan selamat dari bahaya.
Dari segi bangunannya, kendati banyak dipengaruhi arsitektur masjid di Demak, tak seluruhnya masjidnya bernuansa Demak. Masjid ini bertipe panggung, seperti halnya bangunan-bangunan lainnya di Banjarmasin yang bertipe rumah panggung. Hal itu disebabkan kontur tanahnya yang rawa sehingga diperlukan fondasi kuat bertipe panggung agar bangunan tak mudah roboh.
Lokasi masjid ini sangat mudah dijangkau. Letaknya di pinggiran kota Banjarmasin, tepatnya di tepi Sungai Kuin. Bisa dijangkau dengan kendaraan umum seperti ojek dan becak maupun kendaraan pribadi. Bisa juga dengan perahu atau kelotok.
(Dikutip darir : kompas.com)
(Dikutip darir : kompas.com)