Hikmatul Islam | Nurul Hikmah

  • Adab dan Akhlak
  • Mutiara Hikmah
  • Kisah Hikmah
    • Kisah Hikmah
    • Hikmah Sufi
    • Biografi Ulama
    • Sirah Nabawi
  • Kalam Hikmah
    • Untaian Kalam Hikmah
    • Muhasabah
    • Mahfudzot
    • Tadzkirah
  • Qur'an dan Hadits
    • Nurul Qur'an
    • Mutiara Hadits
  • Do'a dan Shalawat
    • Do'a Harian
    • Shalawat Nabi
    • Lainnya
Home » Uncategories » Ikhtila’ (Menyendiri) Di Gua Hira’

Ikhtila’ (Menyendiri) Di Gua Hira’

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+
Share on LinkedIn

Mendekati usia empatpuluh tahun, mulailah tumbuh pada diri Nabi ﷺ kecenderungan untuk melakukan ‘uzlah. Allah menumbuhkan pada dirinya rasa senang untuk melakukan ikhtila’ (menyendiri) di gua Hira’. (Hira’ adalah nama sebuah gunung yang terletak di sebelah barat laut kota Mekkah). Ia menyendiri dan beribadah di gua tersebut selama beberapa malam. Kadang sampai sepuluh malam, kadang lebih dari itu, sampai satu bulan. Kemudian beliau kembali ke rumahnya sejenak hanya untuk mengambil bekal baru untuk melanjutkan ikhtila’nya di gua Hira’. Demikianlah Nabi ﷺ terus melakukannya sampai turun wahyu kepadanya ketika beliau sedang melakukan ‘uzlah.

Beberapa Ibrah

‘Uzlah dilakukan Rasulullah ﷺ menjelang bi’tsah (pengangkatan sebagai Rasul) ini memiliki makna dan urgensi yang sangat besar dalam kehidupan kaum Muslim pada umumnya dan pada da’i pada khususnya.

Peristiwa ini menjelaskan, bahwa seorang Muslim tidak akan sempurna keislamannya betapapun ia telah memiliki akhlak-akhlak yang mulia dan melaksanakan segala macam ibadah sebelum menyempurnakannya dengan waktu-waktu ‘uzlah dan khalwah (menyendiri) untuk mengadili diri sendiri (muhasabbah nafsi). Merasakan pengawasan Allah dan merenungkan fenomena-fenomena alam semesta yang menjadi bukti keagungan Allah.

Ini merupakan kewajiban setiap Muslim yang ingin mencapai keislaman yang benar. Apalagi bagi seorang penyeru kepada Allah dan penunjuk kepada jalan yang benar.

Hikmah dari program ‘uzlah ini ialah, bahwa tiap jiwa manusia memiliki sejumlah penyakit yang tidak dapat dibersihkan kecuali dengan obat ‘uzlah dan mengadilinya dalam suasana hening, jauh dari keramaian dunia. Sombong, ‘ujub (bangga diri), dengki, riya’, dan cinta dunia, kesemuannya itu adalah penyakit yang dapat menguasai jiwa, merasuk ke dalam hati, dan menimbulkan kerusakan di dalam bathin manusia. Kendatipun lahiriyahnya menampakkan amal-amal shaleh dan ibadat-ibadat yang baik, dan sekalipun ia sibuk dengan melaksanakan tugas-tugas dakwah dan memberikan bimbingan kepada orang lain.

Penyakit-penyakit ini tidak dapat diobati kecuali dengan melakukan ikhtila’ secara rutin untuk merenungkan hakekat dirinya, penciptaannya dan sejauh mana kebutuhan kepada pertolongan dan taufik dari Allah Subhanahu wa Ta'ala pada setiap detik kehidupannya. Demikian pula merenungkan ihwal Pencipta. Dan betapapun tak bergunanya pujian dan celaan manusia. Kemudian merenungkan fenomena-fenomena keagungan Allah, hari akhir, pengadilan, besarnya rahmat dan pedihnya siksaan Allah. Dengan perenungan yang lama dan berulang-ulang tentang hal-hal tersebut, maka penyakit-penyakit yang melekat pada jiwa manusia akan berguguran. Hati menjadi hidup dengan cahaya kesadaran dan kejernihan. Tidak ada lagi kotoran dunia yang melekat di dalam hatinya.

Hal lain juga sangat penting dalam kehidupan kaum Muslim pada umumnya dan para pengemban dakwah pada khususnya, ialah pembinaan mahabbatu Illah tidak akan tumbuh dari keimanan rasio semata. Sebab, masalah-masalah rasional semata tidak pernah memberikan pengaruh ke dalam hati dan perasaan. Seandainya demikian niscaya para orientalis sudah menjadi pelopor orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan tentu hati mereka menjadi hati yang paling mencintai Allah dan Rasul-Nya. Pernahkah anda mendengar salah seorang ilmuwan yang telah mengorbankan nyawanya demi keimanan kepada sebuah rumus matematika atau masalah aljabar?

Sarana untuk menumbuhkan mahabbatu Ilahi setelah iman kepada-Nya ialah memperbanyak tafakur tentang ciptaan dan nikmat-nikmat-Nya. Merenungkan betapa keagungan dan kebesaran-Nya. Kemudian memperbanyak mengingat Allah dengan lisan dan hati. Dan semuanya itu hanya bisa diwujudkan dengan ‘uzlah, khalwah dan menjauhi kesibukan-kesibukan dunia dan keramaiannya pada waktu-waktu tertentu secara terprogram.

Jika seorang Muslim telah melakukannya dan siap untuk melaksanakan tugas ini, maka akan tumbuh di dalam hatinya mahabbatu Ilahiyah ynag akan membuat segala yang besar menjadi kecil. Melecehkan segala bentuk tawaran duniawi, memandang enteng segala gangguan dan siksaan dan mampu mengatasi setiap penghinaan dan pelecehan. Itulah bekal yang harus dipersiapkan oleh para penyeru kepada Allah. Karena bekal itulah yang dipersiapkan Allah kepada Nabi-Nya, Muhammad ﷺ, untuk mengemban tugas-tugas dakwah Islamiyah.

Dorongan-dorongan spiritual di dalam hati, seperti rasa takut, cinta dan harap, akan mampu melakukan sesuatu yang tidak dapat dilakukan oleh pemahaman rasional semata. Tepat sekali asy-Syatibi ketika membedakan dorongan-dorongan ini antara kebanyakan kaum Muslimin yang masuk ke dalam ikatan pembebanan (taklif) dengan dorongan umumnya keislaman mereka. Dan orang-orang tertentu yang masuk ke dalam ikatan pembebanan dengan dorongan lebih kuat dari sekedar pemahaman rasional. Berkata asy-Syatibi, "Kelompok pertama keadaannya seperti orang yang beramal karena ikatan Islam dan iman mereka semata. Kelompk kedua keadaannya seperti orang yang beramal karena dorongan rasa takut dan harap atau cinta. Orang yang takut akan tetap bekerja kendatipun terasa berat. Bahkan rasa takut terhadap sesuatu yang lebih berat akan menimbulkan kesabaran terhadap sesuatu yang lebih ringan, kendatipun tergolong berat. Orang yang memiliki harapan akan tetap bekerja kendatipun terasa sulit. Harapan kepada kesenangan akan menimbulkan kesabaran dalam menghadapi kesulitan. Orang yang mencintai akan bekerja mengerahkan segala upaya karena rindu kepada kekasih, sehingga rasa cinta ini mempermudah segala kesulitan dan mendekatkan segala yang jauh.“

Mencari aneka sarana untuk mewujudkan dorongan-dorongan spiritual di hati ini merupakan suatu keharusan. Jumhur Ulama menyebutkan dengan tasawuf, atau sebagian yang lain seperti Imam Ibnu Taimiyah menyebutnya ilmu Suluh.

Khalwah yang dibiasakan Nabi ﷺ menjelang bi’tsah ini merupakan salah satu sarana untuk mewujudkan dorongan-dorongan tersebut.

Tetapi maksud khalwah di sini tidak boleh dipahami sebagaimana pemahaman sebagian orang yang keliru dan menyimpang. Mereka memahaminya sebagai tindakan meninggalkan sama sekali pergaulan dengan manusia dengan hidup dan tinggal di gua-gua.

Tindakan ini bertentangan dengan petunjuk Nabi ﷺ dan praktek para sahabatnya. Maksud khalwah di sini ialah sebagai obat untuk memperbaiki keadaan. Karena sebagai obat, maka tidak boleh dilakukan kecuali dengan kadar tertentu dan sesuai dengan keperluan. Jika tidak, maka akan berubah menjadi penyakit yang harus dihindari.

Jika anda membaca tentang sebagian orang shaleh yang melakukan khalwat secara terus menerus dan manjauhi manusia, maka itu hanya merupakan kasus tertentu saja. Perbuatan mereka tidak dapat dijadikan hujjah.

Wallahu a'lam.

(Sirah Nabawiyah, Dr. Muhammad Said Ramadhan al-Buthiy; Bagian Kedua, Sejak Kelahiran Hingga Kenabian)

Newer Post Older Post

Adnow Ads

loading...

Post Terbaru

Translate

SAYANGI YANG ADA DI BUMI, ENGKAU DISAYANGI PENDUDUK LANGIT

قال رسول الله  ﷺ : مَنْ لَا يَرْحَمْ مَنْ فِي الْاَرْضِ لَا يَرْحَمْهُ مَنْ فِي السَّمَاءِ –الطبراني Rasulullah ﷺ telah bersabda, ”Ba...


Daftar Pondok Pesantren
se-Indonesia


Subscribe To

Posts
Atom
Posts
Comments
Atom
Comments

Sparkline


guest counter
Flag Counter

Adnow1

loading...

Jadwal Waktu Shalat dan Imsyakiyah



Silahkan Pilih Kota untuk melihat Jadwal Waktu Shalat
di Kota Anda.


Post Populer

  • SHALAWAT TIBBIL QULUB
    اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ طِبِّ الْقُلُوْبِ وَدَوَائِهَا . وَعَافِيَةِ اْلأَبْدَانِ وَشِفَائِهَا . وَنُوْرِ اْلأَبْصَ...
  • Risalah Awwal - Pon Pes Attauhidiyyah
    FAS-ALUU AHLADZ- DZIKRI INKUNTUM LAA TA'LAMUUN Bismillaahirrohmaanirrohiim.... Alhamdulillaahilladzii ja'ala lanaal iimaana wal is...
  • Terjemah Al-Akhlaq lil Banin Juz 1
    ★ ﺑﻤﺎﺫﺍ ﻳﻨﺨﻠﻖ ﺍﻟﻮﻟﺪ؟ ★  ﻳﺠﺐ ﻋﻠﮯ ﺍﻟﻮﻟﺪ ﺃﻥ ﻳﺘﺨﻠﻖ ﺑﺎﻼﺧﻼﻕ ﺍﻟﺤﺴﻨﺔ ﻣﻦ ﺻﻐﺮﻩ، ﻟﻴﻌﻴﺶ ﻣﺤﺒﻮﺑﺎ ﻓﻲ ﻛﺒﺮﻩ: ﻳﺮﺿﮯ ﻋﻨﻪ ﺭﺑﻪ، ﻭﻳﺤﺒﻪ ﺃﻫﻠﻪ، ﻭﺟﻤﻴﻊ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻭﻳﺠﺐ ﻋﻠﻴ...
  • JADILAH ORANG 'ALIM
    قَالَ النَّبِيُّ  ﷺ  كُنْ عَالِمًا أَوْ مُتَعَلِّمًا أَوْ مُسْتَمِعًا أَوْ مُحِبًّا وَلَا تَكُنْ خَامِسًا فَتَهْلِكَ . رواه بيهقى Nabi...
  • Nadham Aqidatul Awam
    Aqidatul Awam adalah salah satu kitab yang membahas tentang tauhid karya ulama besar dan waliyullah Syeikh Sayyid Ahmad al-Marzuqi al-Mali...

Post Lainnya




Cari Post Lainnya

Kategori

Adab dan Akhlak Aqidah Aswaja Bicara Hidayah Biografi Ulama Bulughul Maram Cahaya Raudhah Do'a Harian Do'a Para Nabi Dalam Al-Qur'an Do'a dan Shalawat Fathul Qarib Fiqih HNA Habaib Habib Abubakar Assegaf Hadits Qudsi Hikmah Sufi Hujjah Aswaja Kajian Fiqih Kajian Tafsir Al-Qur'an Kisah Hikmah Kiswah TV Mahfudzot Masjid Nusantara Mutiara Hadits Mutiara Hikmah Nabi dan Rasul Nisfu Sya'ban Nurul Qur'an Pesan Sahabat Puasa Ramadhan Serba Serbi Shalat Tarawih Shalawat Nabi Sirah Nabawi Tadabbur Daily Tadzkirah Tafsir Qur'an Terjemah Ta'lim Muta'alim Terjemahan Matan kitab Safinatun Najah USWAH (Meneladani Para Pendahulu) Ulama Nusantara Ummul Mukminin Untaian Kalam Hikmah Video Wisata Religi Ziarah Wali

Blog Archive

Report Abuse