Masjid ini dilukiskan sebagai simbol pemersatu antarumat beragama di Kota Kupang dan sekitarnya, karena dibangun bersama umat Nasrani yang hidup dan menetap di Kampung Air Mata.
Masjid Agung Al-Baitul Qadim tidak hanya tercatat sebagai simbol pemersatu, tetapi juga menjadi potret sejarah masuknya agama Islam pertama di Pulau Timor.
Menurut sejumlah sumber pustaka, masjid yang berusia sekitar 207 tahun itu dibangun di atas tanah hibah Sya`ban bin Sanga Kala pada 1806 bersama dengan Kyai Arsyad (tokoh pergerakan Banten yang dibuang Belanda ke Kupang) dibantu umat Kristiani yang ada di sekitar kampung Air Mata Kupang.
Masjid Al-Baitul Qadim merupakan masjid pertama dan tertua di Pulau Timor, dan dijadikan sebagai pusat penyebaran agama Islam pada saat itu hingga sampai ke Timor Portugis (Timor Leste sekarang).
Sya`ban bin Sanga Kala merupakan warga muslim pertama yang menginjakkan kakinya di Pulau Timor dalam pelayarannya dari Pulau Solor di Kabupaten Flores Timur. Ia berasal dari Mananga, sebuah perkampungan sunyi di Pulau Solor bagian barat.
Baca juga : Masjid-Masjid Bersejarah Di Indonesia
|
Peneliti masuknya agama Islam di NTT Munandjar Widiyatmika mengatakan Islam masuk pertama kali di NTT mulai dari Pulau Solor di Kabupaten Flores Timur pada abad ke-15 oleh para pedagang yang juga ulama dari Palembang Syahbudin bin Salman al-Faris yang kemudian dikenal dengan sebutan Sultan Menanga.
Hampir enam tahun lamanya (1806-1812) masjid agung tersebut baru selesai dibangun. Pada 1984, imam masjid turunan ketujuh Birando bin Taher mulai melakukan pemugaran atas masjid bersejarah itu guna melestarikan keberadaannya sebagai pusat penyebaran Islam di Pulau Timor.
Imam Birando bin Taher mengatakan Masjid Agung Air Mata bukanlah masjid pertama kali dibangun di Kupang. Sebelumnya sudah dua kali masjid dibangun oleh Kyai Arsyad, namun diberangus oleh penjajah Belanda.
Kyai Arsyad tinggal di Oeba dan mendirikan sebuah masjid di pantai utara Kupang itu. Namun, digusur oleh Belanda dengan dalih akan dijadikan kompleks perumahan pejabat.
Kyai Arsyad dan pengikutnya kemudian bergeser ke Fontein di selatan Kupang dan mendirikan masjid di sana. Tapi Belanda kembali menggusurnya dengan alasan akan mendirikan perkantoran.
Kantor Bupati Kupang yang terletak di Jalan Ir Soekarno Kupang diyakini sebagai lokasi berdirinya masjid yang dibangun oleh Kyai Arsyad.
Kyai Arsyad bersama para pengikutnya kemudian bergeser ke Air Mata dan akhirnya mendirikan Masjid Agung Baitul Al-Qadim (rumah pertama) di atas tanah wakaf yang dihibahkan Sya`ban bin Sanga. Masjid itu tetap berdiri tegak sampai Belanda angkat kaki dari bumi Nusantara.
Masjid Agung Al-Baitul Qadim telah menurunkan tujuh orang imam kepala, di antaranya Birando bin Syaban, Ali bin Birando, Djamaludin, Abdul Gani, Tahin bin Ali Birando dan Birando bin Tahir.
Masjid tersebut dibangun dengan perpaduan seni arsitektur Jawa dan Cina dengan muatan unsur budaya Flores Timur dan Arab sebagai simbol perlawanan warga Air Mata terhadap koloni Belanda dan Jepang pada masa itu.
Di Kelurahan Air Mata inilah tempat pemukiman muslim pertama di Kota Kupang. Air Mata memiliki dua makna, yakni timbulnya mata air yang jernih kemudian mengalir membelah Kota Kupang, dan makna berikutnya adalah di tempat tersebut banyak air mata yang tumpah akibat kekejaman penjajah.
Ada beberapa ulama yang ditangkap dan diasingkan oleh kompeni Belanda hingga mereka wafat dan dimakamkan di pekuburan Batukadera, antara lain Kyai Arsyad asal Banten, Dipati Amir bin Bahren asal Bangka Belitung, Panglima Hamzah (Cing) bin Bahren juga dari Bangka Belitung, dan Sultan Dompu Muhamad Sirajudin dari Bima.
Di perkuburan tersebut terdapat pula makam Habib Abdurrahman bin Abu Bakar al-Gadri (wafat tahun 1899), salah seorang penyebar agama Islam di Kupang. Makam para ulama itu terletak berdekatan dalam kompleks perkuburan umum Islam Batukadera di Kelurahan Air Mata.
Air Mata adalah perkampungan muslim pertama di Pulau Timor, dan Masjid Agung Al-Baitul Qadim menjadi saksi bisu sejarah akan perjuangan dalam menyebarkan agama Islam di Tanah Timor.
Kampung Air Mata ini dibangun atas prakasa Belanda di atas tanah milik Raja Taebenu. Pemberian lahan tersebut sebagai salah satu bentuk ucapan terimakasih Raja Taebenu atas keberhasilan Sultan Badarruddin dan rakyatnya dalam mengusir Portugis dari tanah Timor Barat atau Timor Loromonu dan menjadikan Portugis hanya menguasai Timor Leste.
Sumber : serambiummah