Sesungguhnya rasa takut dan khawatir itu disebabkan oleh minimnya rasa tawakal kita kepada Allah. Kita itu lebih sering bergantung pada usaha, harta dan kekuatan kita. Jika saja kita bergantung pada Allah dan memasrahkan segala urusan kepada-Nya, tentu kita tidak perlu khawatir dan takut.
Bukankah kita semua tahu bahwa masa depan yang akan kita lalui itu masih ghaib? Betapapun kita mencemaskan dan takut akan hari esok, toh yang akan terjadi pasti akan kejadian. Yang telah ditetapkan Allah sejak zaman azali pasti akan terlaksana baik itu takdir yang baik atau takdir yang buruk. Lalu buat apa kita susah dan gelisah?
Sikap yang terbaik dalam menghadapi masa depan adalah menyerahkan semuanya pada kehendak dan kebijaksanaan Allah, berbaik sangka terhadap-Nya sambil terus menyempurnakan usaha dan ikhtiar.
Dalam artian kita selalu berusaha mengaitkan dan menggantungkan hati kita kepada Allah, kita percayakan seluruh masa depan yang akan terjadi pada kehendak dan kebijaksanaan Allah. Kita percaya sepenuhnya bahwa Allah akan memberikan yang terbaik untuk kita. Dengan demikian, terciptalah dalam bathin kita jiwa yang tenang, hati yang ridha dan ikhlas menghadapi setiap kejadian dan kemungkinan.
Dan di sisi lain, kita pun harus terus berikhtiar semaksimalkan mungkin untuk masa depan diri kita. Karena sesungguhnya berikhtiar untuk menarik kemanfaatan atau menghindari kemadharatan, dan juga berdo’a adalah sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan seorang mukmin yang bertawakal kepada Allah. Itu karena takdir Allah yang akan terjadi masih samar dan kita belum mengetahui ketentuan apa yang bakal menimpa diri kita.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
“Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati.” (QS. Luqman : 34)
Rasulullah ﷺ telah memerintahkan berkaitan dengan tawakal, “Ikatlah dahulu, baru kamu bertawakal kepada Allah”
Sabda Rasulullah ﷺ tersebut mengandung maksud agar kita berusaha terlebih dahulu sebelum menyerahkan semua hasilnya kepada Allah. Usaha adalah kewajiban seorang hamba, sedangkan ketentuan dan ijabah adalah hak mutlak Allah.
Jangan sampai tawakal kita ditujukan kepada selain Allah, karena setiap orang yang bertawakal kepada dunia, maka Allah menyerahkan urusannya kepada dunia yang menjadi sandarannya. Orang yang tawakal kepada harta, maka harta itu akan memperbudak dan membinasakannya. Orang yang menyerahkan urusannya pada pekerjaan, maka pekerjaan itu akan menyengsarakannya, demikian juga jabatan. Segala sesuatu yang disandari selain Allah, maka sesuatu itu akan menyengsarakan karena kefanaannya. Tapi jika kita bertawakal kepada Allah yang Maha Abadi dan Maha Kuasa, maka Dia-lah yang akan melindungi dan mencukupi. Firman Allah dalam Qur'an surat At-Thalaaq ayat 3 :
“Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.”
Wallahu a'lam bish-shawab
Bukankah kita semua tahu bahwa masa depan yang akan kita lalui itu masih ghaib? Betapapun kita mencemaskan dan takut akan hari esok, toh yang akan terjadi pasti akan kejadian. Yang telah ditetapkan Allah sejak zaman azali pasti akan terlaksana baik itu takdir yang baik atau takdir yang buruk. Lalu buat apa kita susah dan gelisah?
Sikap yang terbaik dalam menghadapi masa depan adalah menyerahkan semuanya pada kehendak dan kebijaksanaan Allah, berbaik sangka terhadap-Nya sambil terus menyempurnakan usaha dan ikhtiar.
Dalam artian kita selalu berusaha mengaitkan dan menggantungkan hati kita kepada Allah, kita percayakan seluruh masa depan yang akan terjadi pada kehendak dan kebijaksanaan Allah. Kita percaya sepenuhnya bahwa Allah akan memberikan yang terbaik untuk kita. Dengan demikian, terciptalah dalam bathin kita jiwa yang tenang, hati yang ridha dan ikhlas menghadapi setiap kejadian dan kemungkinan.
Dan di sisi lain, kita pun harus terus berikhtiar semaksimalkan mungkin untuk masa depan diri kita. Karena sesungguhnya berikhtiar untuk menarik kemanfaatan atau menghindari kemadharatan, dan juga berdo’a adalah sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan seorang mukmin yang bertawakal kepada Allah. Itu karena takdir Allah yang akan terjadi masih samar dan kita belum mengetahui ketentuan apa yang bakal menimpa diri kita.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ
“Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati.” (QS. Luqman : 34)
Rasulullah ﷺ telah memerintahkan berkaitan dengan tawakal, “Ikatlah dahulu, baru kamu bertawakal kepada Allah”
Sabda Rasulullah ﷺ tersebut mengandung maksud agar kita berusaha terlebih dahulu sebelum menyerahkan semua hasilnya kepada Allah. Usaha adalah kewajiban seorang hamba, sedangkan ketentuan dan ijabah adalah hak mutlak Allah.
Jangan sampai tawakal kita ditujukan kepada selain Allah, karena setiap orang yang bertawakal kepada dunia, maka Allah menyerahkan urusannya kepada dunia yang menjadi sandarannya. Orang yang tawakal kepada harta, maka harta itu akan memperbudak dan membinasakannya. Orang yang menyerahkan urusannya pada pekerjaan, maka pekerjaan itu akan menyengsarakannya, demikian juga jabatan. Segala sesuatu yang disandari selain Allah, maka sesuatu itu akan menyengsarakan karena kefanaannya. Tapi jika kita bertawakal kepada Allah yang Maha Abadi dan Maha Kuasa, maka Dia-lah yang akan melindungi dan mencukupi. Firman Allah dalam Qur'an surat At-Thalaaq ayat 3 :
وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
“Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.”
Wallahu a'lam bish-shawab