( Menurut Syaikh Muhammad bin Alwi al-Maliki)
Do’a selalu dipanjatkan dalam berbagai keadaan, baik sebelum, saat, maupun selesai shalat, sebelum keluar rumah, sebelum belajar, hingga sebelum dan setelah makan maupun saat masuk ke kamar mandi. Do’a menjadi hal yang begitu lekat dengan kita, terlebih banyak do’a-do’a sederhana yang sudah kita hapal sedari kecil.
Sebagaimana ibadah lain, berdo’a pun perlu diketahui tatacaranya, etikanya, juga keutamaannya, supaya bertambah iman dan kedekatan seorang Muslim kepada Tuhannya. Allah telah banyak menyebutkan perintah untuk banyak berdo’a kepada para hamba-Nya.
Ulama menjelaskan berbagai do’a dan adabnya dalam pelbagai kitab. Doa dan tatacara itu tentu diambil dan disarikan dari pemahaman mereka dari sumber-sumber hadits maupun Al-Qur’an, serta amaliyah ulama terdahulu. Salah satu penyusun kitab yang berisi kumpulan do’a, wiridan, serta etika berdo’a adalah Syaikh Muhammad bin Alwi al-Maliki dalam karyanya, Abwabul Faraj.
Sebagai kitab yang memang khusus disusun berisi do’a-do’a dan amalan-amalan yang bisa diterapkan sehari-hari, Syaikh Muhammad al-Maliki membuka penjelasan kitab ini dengan pentingnya memerhatikan etika berdo’a. Do’a yang diperhatikan adabnya akan semakin menambah kesempurnaan do’a itu dan menambah nilai kebaikan. Menurutnya, setidaknya ada sepuluh hal yang patut diperhatikan saat seseorang berdo’a. Sepuluh hal tersebut adalah :
1. Berdo’a pada waktu-waktu yang utama. Disebutkan bahwa do’a pada momen istimewa seperti hari Arafah, hari Jum’at, hari-hari di bulan Ramadhan, serta waktu sepertiga malam terakhir seusai shalat malam, adalah waktu yang mendapat keutamaan, sebagaimana banyak tercantum dalilnya dalam hadits Nabi.
2. Berdo’a di keadaan-keadaan yang diutamakan. Keadaan ini bisa tiba di waktu apapun, seperti saat turun hujan, sebelum dan setelah shalat fardhu di masjid, jelang iqamat, di antara dua khutbah Jum’at, atau di saat sujud. Jika adab yang pertama tadi menyebutkan tentang waktu-waktu yang memang sudah diistimewakan oleh nash, maka keadaan-keadaan ini adalah momen yang mudah ditemui sehari-hari.
3. Jika memungkinkan, berdo’a menghadap kiblat, sembari mengangkat kedua tangan, kemudian mengusap muka setelah berdo’a. Dalam hadits disebutkan yang diriwayatkan Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhu, bahwa saat berdo’a Nabi mendongak ke langit, lalu mengangkat kedua tangan sampai lipatan ketiak beliau terangkat.
4. Melirihkan suara, tidak terlampau keras atau hanya digumamkan dalam hati. Membaca do’a dengan lisan ini menambah kemuliaan dan kebaikan lisan kita.
5. Jangan terlalu berfokus pada keindahan bahasa dan sajak do’a. Berdo’a dengan do’a yang mudah dan lumrah diamalkan, daripada terlalu bingung dengan keindahan bahasa do’a tetapi mengabaikan substansinya. Disarankan menggunakan do’a-do’a yang lebih mudah dihapal.
6. Merendahkan hati, bersikap tenang, disertai dengan rasa mengagungkan Allah disertai pengharapan kepada-Nya.
7. Hendaknya do’a dilanggengkan sebagai sebuah rutinitas, lagi selalu meyakini akan diijabah oleh Allah.
8. Bersikap dengan sungguh-sungguh dalam memohon, jika perlu mengulangnya tiga kali. Kurang elok jika berdo’a, tetapi malah minta untuk ditangguhkan.
9. Mengawali do’a dengan menyebut nama Allah, baik dengan dzikir, dilanjutkan syukur kepada Allah, kemudian membaca shalawat Nabi. Jangan terburu-terburu langsung memulai do’a dengan permohonan.
10. Selalu bertobat, menjauhi kedzaliman, serta menerima kehadiran Allah dengan tulus. Hal ini adalah kunci taqarrub, kedekatan seorang hamba kepada Allah dan menjadi hal yang pokok dalam terijabahnya sebuah do’a.
Demikianlah sepuluh adab do’a yang disusun oleh Syaikh Muhammad bin Alwi al-Maliki dalam Abwabul Faraj. Semoga etika do’a ini bisa dengan mudah kita usahakan untuk diamalkan sehari-hari sehingga menjadi penyempurna ibadah kita, dan menjadi wasilah untuk mendekatkan kita kepada Allah. Wallahu a’lam.
Do’a selalu dipanjatkan dalam berbagai keadaan, baik sebelum, saat, maupun selesai shalat, sebelum keluar rumah, sebelum belajar, hingga sebelum dan setelah makan maupun saat masuk ke kamar mandi. Do’a menjadi hal yang begitu lekat dengan kita, terlebih banyak do’a-do’a sederhana yang sudah kita hapal sedari kecil.
Sebagaimana ibadah lain, berdo’a pun perlu diketahui tatacaranya, etikanya, juga keutamaannya, supaya bertambah iman dan kedekatan seorang Muslim kepada Tuhannya. Allah telah banyak menyebutkan perintah untuk banyak berdo’a kepada para hamba-Nya.
Ulama menjelaskan berbagai do’a dan adabnya dalam pelbagai kitab. Doa dan tatacara itu tentu diambil dan disarikan dari pemahaman mereka dari sumber-sumber hadits maupun Al-Qur’an, serta amaliyah ulama terdahulu. Salah satu penyusun kitab yang berisi kumpulan do’a, wiridan, serta etika berdo’a adalah Syaikh Muhammad bin Alwi al-Maliki dalam karyanya, Abwabul Faraj.
Sebagai kitab yang memang khusus disusun berisi do’a-do’a dan amalan-amalan yang bisa diterapkan sehari-hari, Syaikh Muhammad al-Maliki membuka penjelasan kitab ini dengan pentingnya memerhatikan etika berdo’a. Do’a yang diperhatikan adabnya akan semakin menambah kesempurnaan do’a itu dan menambah nilai kebaikan. Menurutnya, setidaknya ada sepuluh hal yang patut diperhatikan saat seseorang berdo’a. Sepuluh hal tersebut adalah :
1. Berdo’a pada waktu-waktu yang utama. Disebutkan bahwa do’a pada momen istimewa seperti hari Arafah, hari Jum’at, hari-hari di bulan Ramadhan, serta waktu sepertiga malam terakhir seusai shalat malam, adalah waktu yang mendapat keutamaan, sebagaimana banyak tercantum dalilnya dalam hadits Nabi.
2. Berdo’a di keadaan-keadaan yang diutamakan. Keadaan ini bisa tiba di waktu apapun, seperti saat turun hujan, sebelum dan setelah shalat fardhu di masjid, jelang iqamat, di antara dua khutbah Jum’at, atau di saat sujud. Jika adab yang pertama tadi menyebutkan tentang waktu-waktu yang memang sudah diistimewakan oleh nash, maka keadaan-keadaan ini adalah momen yang mudah ditemui sehari-hari.
3. Jika memungkinkan, berdo’a menghadap kiblat, sembari mengangkat kedua tangan, kemudian mengusap muka setelah berdo’a. Dalam hadits disebutkan yang diriwayatkan Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhu, bahwa saat berdo’a Nabi mendongak ke langit, lalu mengangkat kedua tangan sampai lipatan ketiak beliau terangkat.
4. Melirihkan suara, tidak terlampau keras atau hanya digumamkan dalam hati. Membaca do’a dengan lisan ini menambah kemuliaan dan kebaikan lisan kita.
5. Jangan terlalu berfokus pada keindahan bahasa dan sajak do’a. Berdo’a dengan do’a yang mudah dan lumrah diamalkan, daripada terlalu bingung dengan keindahan bahasa do’a tetapi mengabaikan substansinya. Disarankan menggunakan do’a-do’a yang lebih mudah dihapal.
6. Merendahkan hati, bersikap tenang, disertai dengan rasa mengagungkan Allah disertai pengharapan kepada-Nya.
7. Hendaknya do’a dilanggengkan sebagai sebuah rutinitas, lagi selalu meyakini akan diijabah oleh Allah.
8. Bersikap dengan sungguh-sungguh dalam memohon, jika perlu mengulangnya tiga kali. Kurang elok jika berdo’a, tetapi malah minta untuk ditangguhkan.
9. Mengawali do’a dengan menyebut nama Allah, baik dengan dzikir, dilanjutkan syukur kepada Allah, kemudian membaca shalawat Nabi. Jangan terburu-terburu langsung memulai do’a dengan permohonan.
10. Selalu bertobat, menjauhi kedzaliman, serta menerima kehadiran Allah dengan tulus. Hal ini adalah kunci taqarrub, kedekatan seorang hamba kepada Allah dan menjadi hal yang pokok dalam terijabahnya sebuah do’a.
Demikianlah sepuluh adab do’a yang disusun oleh Syaikh Muhammad bin Alwi al-Maliki dalam Abwabul Faraj. Semoga etika do’a ini bisa dengan mudah kita usahakan untuk diamalkan sehari-hari sehingga menjadi penyempurna ibadah kita, dan menjadi wasilah untuk mendekatkan kita kepada Allah. Wallahu a’lam.