Dalam Islam, wanita merupakan insan yang terhormat dan tidak diposisikan sebagai objek pelecehan, sebagaimana dalam sejarah peradaban Barat yang seringkali merendahkan wanita. Hal ini bisa ditelusuri dari budaya masyarakat Yunani dan Romawi kuno yang memposisikan wanita tidak lebih dari sekedar pemuas nafsu.
Islam memberikan hak yang sama antara lelaki dan perempuan, meski dengan tugas dan fungsi yang berbeda. Termasuk dalam hal menentukan pasangan hidup, wanita dan lelaki memiliki hak yang sama. Oleh karena itu, bukan termsauk perbuatan tercela bila ada seorang wanita menyampaikan lamaran untuk dinikahi seorang lelaki pilihan hatinya.
Pilihan Tepat Ibunda Khadijah
Sejarah mencatat sifat mulia yang dilakukan oleh Ibunda Khadijah. Setelah melakukan pengamatan yang cukup dan menyaksikan secara langsung bagaimana keluhuran budi Rasulullah dikala menjalankan bisnis dengan dirinya, Ibunda Khadijah tidak ragu untuk melamar Rasulullah. Meminang Rasulullah agar bersedia menikahinya, sebagai teman hidup sekaligus pembimbing.
“Khadijah seakan menemukan apa yang dicarinya selama ini (calon suami). Padahal banyak lelaki bangsawan dan pemuka yang sangat ingin menikahi beliau, tapi semuanya ditolak.” Ini sebagaimana yang diungkapkan Syeikh Shafiyurrahman al-Mubarakfuri, dalam bukunya Ar-Rahîq al-Makhtûm.
Ibunda Khadijah langsung saja menceritakan keinginan hatinya kepada teman wanitanya, Nafisah binti Munayyah. Nafisah kemudian bergegas menemui Rasulullah, seraya meminta kesediaan beliau untuk menikahi Ibunda Khadijah.
Ternyata Rasulullah langsung menyetujui pinangan Ibunda Khadijah. Beliau lalu menceritakan hal tersebut kepada paman-pamannya. Kemudian mereka mendatangi paman Ibunda Khadijah untuk melamar keponakannya. Maka pernikahan pun berlangsung setelah itu, yang dihadiri oleh keluarga besar Bani Hasyim dan para pemimpin Mudhar.
Sebenarnya masih ada kisah lain yang membuktikan bahwa Islam memberikan kebebasan kepada wanita untuk menentukan calon suami yang diinginkannya. Tetapi, dari peristiwa Ibunda Khadijah ini sebenarnya sudah sangat cukup untuk jadi motivasi bagi muslimah saat ini. Khususnya bagi mereka yang belum memiliki pasangan, agar bersegera menjemput jodohnya.
Sebab, selain berani, pilihan Ibunda Khadijah sungguh sangat tepat. Kemampuan memilih seperti Ibunda Khadijah inilah yang semestinya juga dimiliki kaum hawa zaman ini. Tidak hanya memilih calon jodoh atas dasar ketampanan dan hartanya saja, tapi hingga rencana panjang kedepan juga telah dipikirkan secara matang oleh Ibunda Khadijah, yaitu kehidupan di akhirat nanti.
Mengutamakan Budi Pekerti Luhur
Apa yang dilakukan oleh Ibunda Khadijah tentu saja perlu ditauladani oleh kaum hawa, lebih-lebih apa yang dilakukan beliau adalah atas landasan kebenaran, demi menjaga kemuliaan dan kehormatan diri.
Sebagai seorang wanita, Ibunda Khadijah tidak mendamba apa pun dari sosok suaminya selain kemuliaan akhlak. Maka, dikala beliau menemukan kemuliaan akhlak itu pada diri Rasulullah, perasaan Ibunda Khadijah saat itu sama sekali tidak peduli pada status Rasulullah, apakah termasuk dari keluarga bangsawan seperti diri beliau ataukah tidak. Satu hal yang membuat pilihan beliau membulat: yaitu akhlakul karimah atau budi pekerti luhur.
Maka, selayaknya kaum wanita jangan pernah menyandarkan pilihan calon suaminya diluar kriteria akhlakul karimah. Karena hanya akhlakul karimah semata yang benar-benar akan memberikan jaminan ketentraman dan kebahagiaan dalam keluarga.
Setelah menikah dengan Rasulullah, Ibunda Khadijah membuktikan kualitas pengabdiannya sebagai istri yang mulia. Bukan dengan cara membangga-banggakan harta dan keturunan, tetapi dengan menunjukkan kesetiaan, ketulusan, dan kehangatan pada sang suami.
Ibunda Khadijah selalu hadir saat psikologi Rasulullah mulai bimbang, utamanya dalam hal yang sangat penting dan mendasar, seperti soal kebenaran wahyu dan tentang risalah serta status dirinya sebagai seorang Nabiyullah. Ibunda Khadijah selalu mendukung dan mendorong suaminya untuk tetap dalam kebenaran. Bahkan Ibunda Khadijah merelakan segala yang dimiliki beliau untuk mendukung dakwah suami tercinta.
Cerminan Wanita Setia Sejati
Selain itu, Ibunda Khadijah sangat menghormati sosok Rasulullah. Meski umur suami beliau lebih muda dan bukan dari kalangan bangsawan, Ibunda Khadijah tetap menaruh hormat dan taat pada suaminya. Rasulullah pun merasakan nyaman sebagai suami dan kepala rumah tangga yang mendapat dukungan penuh.
Sungguh, sekiranya muslimah zaman ini bercermin pada apa yang diteladankan Ibunda Khadijah, insya Allah tidak akan terjadi percekcokan, pertikaian, apalagi sampai pada perselingkuhan dan perceraian. Sebab, hanya cinta yang tumbuh diatas landasan iman dan akhlak semata yang akan memberikan ketentraman dan kebahagiaan dunia akhirat.
Jadi, carilah calon suami yang punya karakter akhlakul karimah, bisa dipercaya (amânah), cerdas dan siap menjadi pemimin rumah tangga. Jangan mencari yang selain itu. Sebab, apa pun selain yang tumbuh dari landasan iman, pada akhirnya akan berujung kesengsaraan dan penderitaan.
Andaikata seorang muslimah menemukan sosok lelaki yang demikian itu dari sumber terpercaya dan telah memiliki bukti yang valid, maka jangan sungkan dan enggan apalagi malu untuk segera berkomunikasi dengan pihak keluarga atau sahabat yang muslimah pula, agar mereka bersedia membantu menyampaikan kepada si lelaki dengan harapan perkenan dirinya menikah. Jika Ibunda Khadijah bisa, kenapa kita tidak belajar dari Ummahatul Mukminin yang sangat dicintai Rasulullah itu? Sampai-sampai Rasulullah bersabda: “Sungguh Allah telah menganugerahkan kepadaku rasa cinta (yang kekal) kepada Khadijah.” (HR. Imam Muslim).
[Sidogiri Media]
Islam memberikan hak yang sama antara lelaki dan perempuan, meski dengan tugas dan fungsi yang berbeda. Termasuk dalam hal menentukan pasangan hidup, wanita dan lelaki memiliki hak yang sama. Oleh karena itu, bukan termsauk perbuatan tercela bila ada seorang wanita menyampaikan lamaran untuk dinikahi seorang lelaki pilihan hatinya.
Pilihan Tepat Ibunda Khadijah
Sejarah mencatat sifat mulia yang dilakukan oleh Ibunda Khadijah. Setelah melakukan pengamatan yang cukup dan menyaksikan secara langsung bagaimana keluhuran budi Rasulullah dikala menjalankan bisnis dengan dirinya, Ibunda Khadijah tidak ragu untuk melamar Rasulullah. Meminang Rasulullah agar bersedia menikahinya, sebagai teman hidup sekaligus pembimbing.
“Khadijah seakan menemukan apa yang dicarinya selama ini (calon suami). Padahal banyak lelaki bangsawan dan pemuka yang sangat ingin menikahi beliau, tapi semuanya ditolak.” Ini sebagaimana yang diungkapkan Syeikh Shafiyurrahman al-Mubarakfuri, dalam bukunya Ar-Rahîq al-Makhtûm.
Ibunda Khadijah langsung saja menceritakan keinginan hatinya kepada teman wanitanya, Nafisah binti Munayyah. Nafisah kemudian bergegas menemui Rasulullah, seraya meminta kesediaan beliau untuk menikahi Ibunda Khadijah.
Ternyata Rasulullah langsung menyetujui pinangan Ibunda Khadijah. Beliau lalu menceritakan hal tersebut kepada paman-pamannya. Kemudian mereka mendatangi paman Ibunda Khadijah untuk melamar keponakannya. Maka pernikahan pun berlangsung setelah itu, yang dihadiri oleh keluarga besar Bani Hasyim dan para pemimpin Mudhar.
Sebenarnya masih ada kisah lain yang membuktikan bahwa Islam memberikan kebebasan kepada wanita untuk menentukan calon suami yang diinginkannya. Tetapi, dari peristiwa Ibunda Khadijah ini sebenarnya sudah sangat cukup untuk jadi motivasi bagi muslimah saat ini. Khususnya bagi mereka yang belum memiliki pasangan, agar bersegera menjemput jodohnya.
Sebab, selain berani, pilihan Ibunda Khadijah sungguh sangat tepat. Kemampuan memilih seperti Ibunda Khadijah inilah yang semestinya juga dimiliki kaum hawa zaman ini. Tidak hanya memilih calon jodoh atas dasar ketampanan dan hartanya saja, tapi hingga rencana panjang kedepan juga telah dipikirkan secara matang oleh Ibunda Khadijah, yaitu kehidupan di akhirat nanti.
Mengutamakan Budi Pekerti Luhur
Apa yang dilakukan oleh Ibunda Khadijah tentu saja perlu ditauladani oleh kaum hawa, lebih-lebih apa yang dilakukan beliau adalah atas landasan kebenaran, demi menjaga kemuliaan dan kehormatan diri.
Sebagai seorang wanita, Ibunda Khadijah tidak mendamba apa pun dari sosok suaminya selain kemuliaan akhlak. Maka, dikala beliau menemukan kemuliaan akhlak itu pada diri Rasulullah, perasaan Ibunda Khadijah saat itu sama sekali tidak peduli pada status Rasulullah, apakah termasuk dari keluarga bangsawan seperti diri beliau ataukah tidak. Satu hal yang membuat pilihan beliau membulat: yaitu akhlakul karimah atau budi pekerti luhur.
Maka, selayaknya kaum wanita jangan pernah menyandarkan pilihan calon suaminya diluar kriteria akhlakul karimah. Karena hanya akhlakul karimah semata yang benar-benar akan memberikan jaminan ketentraman dan kebahagiaan dalam keluarga.
Setelah menikah dengan Rasulullah, Ibunda Khadijah membuktikan kualitas pengabdiannya sebagai istri yang mulia. Bukan dengan cara membangga-banggakan harta dan keturunan, tetapi dengan menunjukkan kesetiaan, ketulusan, dan kehangatan pada sang suami.
Ibunda Khadijah selalu hadir saat psikologi Rasulullah mulai bimbang, utamanya dalam hal yang sangat penting dan mendasar, seperti soal kebenaran wahyu dan tentang risalah serta status dirinya sebagai seorang Nabiyullah. Ibunda Khadijah selalu mendukung dan mendorong suaminya untuk tetap dalam kebenaran. Bahkan Ibunda Khadijah merelakan segala yang dimiliki beliau untuk mendukung dakwah suami tercinta.
Cerminan Wanita Setia Sejati
Selain itu, Ibunda Khadijah sangat menghormati sosok Rasulullah. Meski umur suami beliau lebih muda dan bukan dari kalangan bangsawan, Ibunda Khadijah tetap menaruh hormat dan taat pada suaminya. Rasulullah pun merasakan nyaman sebagai suami dan kepala rumah tangga yang mendapat dukungan penuh.
Sungguh, sekiranya muslimah zaman ini bercermin pada apa yang diteladankan Ibunda Khadijah, insya Allah tidak akan terjadi percekcokan, pertikaian, apalagi sampai pada perselingkuhan dan perceraian. Sebab, hanya cinta yang tumbuh diatas landasan iman dan akhlak semata yang akan memberikan ketentraman dan kebahagiaan dunia akhirat.
Jadi, carilah calon suami yang punya karakter akhlakul karimah, bisa dipercaya (amânah), cerdas dan siap menjadi pemimin rumah tangga. Jangan mencari yang selain itu. Sebab, apa pun selain yang tumbuh dari landasan iman, pada akhirnya akan berujung kesengsaraan dan penderitaan.
Andaikata seorang muslimah menemukan sosok lelaki yang demikian itu dari sumber terpercaya dan telah memiliki bukti yang valid, maka jangan sungkan dan enggan apalagi malu untuk segera berkomunikasi dengan pihak keluarga atau sahabat yang muslimah pula, agar mereka bersedia membantu menyampaikan kepada si lelaki dengan harapan perkenan dirinya menikah. Jika Ibunda Khadijah bisa, kenapa kita tidak belajar dari Ummahatul Mukminin yang sangat dicintai Rasulullah itu? Sampai-sampai Rasulullah bersabda: “Sungguh Allah telah menganugerahkan kepadaku rasa cinta (yang kekal) kepada Khadijah.” (HR. Imam Muslim).