SEORANG ulama suatu hari menasihati muridnya yang akan mensedekahkan secuil hartanya untuk masjid.
Sang Guru berpesan, “Segera serahkan dirhammu kepada masjid, tapi, agar sedekahmu selamat dari riya’ saya akan umumkan nanti di masjid bahwa si fulan – orang lain – yang beramal bukan kamu. Saya tidak sebut namamu”.
Tapi si murid itu memberi usulan lain: “Bagaimana kalau tidak perlu disebut, baik nama saya atau si fulan itu?”
“Kalau begitu, simpan saja hartamu, karena kamu tidak ikhlas!” komentar sang Guru.
(Syaikh Zain Sumaith, Al-Manhaj al-Sawiy).
Ibrah: Kisah tersebut menampilkan gambaran, betapa perkara ikhlas itu sangat halus. Menurut imam al-Ghazali, menjaga amal – sesudah kita menunaikannya – itu lebih sulit daripada sebelum kita mengerjakannya. Menjaga amal maksudnya menjaga agar amal tersebut tetap diridhai Allah. Agar terjaga, maka hati kita harus selalu dan tetap ikhlas murni karena Allah. Jika ada tendensi atau motivasi-motivasi lain selain-Nya, maka kita belum benar-benar tulus karena-Nya
Kedudukan seorang mukhlis cukup mulia di sisi Allah. Menurut Syaikh Makhuul, seseorang yang ikhlas beramal dengan sebenar-benar ikhlas selama empatpuluh hari, maka biasanya ia akan diberi anugerah hikmah di hati dan lisannya. Di antara tanda seorang mukhlis (orang yang ikhlas beribadah) diberi hikmah adalah; ketika berbicara selalu yang keluar kata-kata bijak, bernas dan solutif. Perilakunya teduh, kata-katanya sopan bijak, takut dipuji, tidak menonjolkan diri. Saat diminta nasihat selalu kata-katanya bermanfaat, ibadahnya selalu membut semakin takut kepada-Nya, bukan malah menjadi materialistis.
Wallahu a'lam bish-shawab
Sang Guru berpesan, “Segera serahkan dirhammu kepada masjid, tapi, agar sedekahmu selamat dari riya’ saya akan umumkan nanti di masjid bahwa si fulan – orang lain – yang beramal bukan kamu. Saya tidak sebut namamu”.
Tapi si murid itu memberi usulan lain: “Bagaimana kalau tidak perlu disebut, baik nama saya atau si fulan itu?”
“Kalau begitu, simpan saja hartamu, karena kamu tidak ikhlas!” komentar sang Guru.
(Syaikh Zain Sumaith, Al-Manhaj al-Sawiy).
Ibrah: Kisah tersebut menampilkan gambaran, betapa perkara ikhlas itu sangat halus. Menurut imam al-Ghazali, menjaga amal – sesudah kita menunaikannya – itu lebih sulit daripada sebelum kita mengerjakannya. Menjaga amal maksudnya menjaga agar amal tersebut tetap diridhai Allah. Agar terjaga, maka hati kita harus selalu dan tetap ikhlas murni karena Allah. Jika ada tendensi atau motivasi-motivasi lain selain-Nya, maka kita belum benar-benar tulus karena-Nya
Kedudukan seorang mukhlis cukup mulia di sisi Allah. Menurut Syaikh Makhuul, seseorang yang ikhlas beramal dengan sebenar-benar ikhlas selama empatpuluh hari, maka biasanya ia akan diberi anugerah hikmah di hati dan lisannya. Di antara tanda seorang mukhlis (orang yang ikhlas beribadah) diberi hikmah adalah; ketika berbicara selalu yang keluar kata-kata bijak, bernas dan solutif. Perilakunya teduh, kata-katanya sopan bijak, takut dipuji, tidak menonjolkan diri. Saat diminta nasihat selalu kata-katanya bermanfaat, ibadahnya selalu membut semakin takut kepada-Nya, bukan malah menjadi materialistis.
Wallahu a'lam bish-shawab