Masjid Ampel adalah sebuah masjid kuno yang berada di bagian utara Kota Surabaya, Jawa Timur. Masjid ini didirikan oleh Sunan Ampel pada tahun 1421, Hingga tahun 1905, Masjid Ampel adalah masjid terbesar ke-2 di Surabaya. Dulunya masjid ini menjadi tempat berkumpulnya para ulama dan Wali Allah untuk membahas tentang penyebaran Islam di tanah Jawa.
Bentuk bangunan dan arsitektur masjid tidak hanya menyimpan nilai sejarah, tetapi juga mengandung pesan keagamaan yang dalam dan harus diungkap sebagai pengetahuan bagi masyarakat umum.
Atap masjid berbentuk tajuk, piramida bersusun tiga, mengadopsi arsitektur Majapahit. Tajuk dalam tradisi Jawa merepresentasikan gunung yang diyakini sebagai tempat suci. Tidak diragukan lagi, atap bersusun tiga adalah elemen arsitektur Hindu-Jawa. Akan tetapi, nilai-nilai di balik bentuk atap tersebut kental dengan ajaran Islam. Tiga tingkat dimaknai sebagai Islam, iman, dan ihsan.
Susunan tiga atap ditopang oleh empat pilar utama yang terbuat dari kayu jati, masing-masing berukuran 17x0,4x0,4 meter tanpa sambungan. Secara keseluruhan, tiang di dalam Masjid Sunan Ampel berjumlah 16 dengan ketinggian yang sama, 17 meter. Angka 17 menunjukkan jumlah raka'at shalat dalam sehari.
Di sekeliling Masjid Sunan Ampel terdapat lima gapura (pintu gerbang) yang merupakan simbol rukun Islam, antara lain gapuro munggah, poso, ngamal, madep, dan paneksen. Gapura Munggah adalah simbol dari Rukun Islam yang kelima, yaitu Haji. Setelah melewati Gapuro Munggah, pengunjung akan melewati Gapuro Poso (Puasa) yang terletak di sebelah selatan masjid. Gapuro Poso memberikan suasana pada bulan Ramadhan. Setelah melewati Gapuro Poso, kita akan masuk ke halaman masjid. Dari halaman ini tampak bangunan masjid yang megah dengan menara yang menjulang tinggi. Menara ini masih asli, sebagaimana dibangun oleh Sunan Ampel pada abad ke 14.
Gapuro berikutnya adalah Gapuro Ngamal (Beramal). Gapura ini menyimbolkan rukun Islam yang ketiga, yaitu zakat. Di sini orang dapat bersedekah dan hasil yang diperoleh dipergunakan untuk perawatan dan biaya kebersihan masjid dan makam. Gapura berikutnya adalah Gapuro Madep yang letaknya persis di sebelah barat bangunan induk masjid. Gapura ini menyimbolkan rukun Islam yang kedua, yaitu salat dengan menghadap (madep) ke arah kiblat.
Gapura yang ke lima adalah Gapuro Paneksen, merupakan simbol dari rukun Islam yang pertama, yaitu Syahadat. Paneksen berarti ‘kesaksian‘, yaitu bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Gapuro Paneksen merupakan pintu gerbang masuk ke makam. Selain gapura-gapura tersebut, Masjid Sunan Ampel juga didirikan dengan 16 tiang penyangga yang semuanya merupakan kayu jati dengan tinggi 17 meter dan berdiamater 60 sentimeter. Hingga kini kedua arsitektur unik tersebut masih dilestarikan keasliannya.
Gapuro berikutnya adalah Gapuro Ngamal (Beramal). Gapura ini menyimbolkan rukun Islam yang ketiga, yaitu zakat. Di sini orang dapat bersedekah dan hasil yang diperoleh dipergunakan untuk perawatan dan biaya kebersihan masjid dan makam. Gapura berikutnya adalah Gapuro Madep yang letaknya persis di sebelah barat bangunan induk masjid. Gapura ini menyimbolkan rukun Islam yang kedua, yaitu salat dengan menghadap (madep) ke arah kiblat.
Gapura yang ke lima adalah Gapuro Paneksen, merupakan simbol dari rukun Islam yang pertama, yaitu Syahadat. Paneksen berarti ‘kesaksian‘, yaitu bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Gapuro Paneksen merupakan pintu gerbang masuk ke makam. Selain gapura-gapura tersebut, Masjid Sunan Ampel juga didirikan dengan 16 tiang penyangga yang semuanya merupakan kayu jati dengan tinggi 17 meter dan berdiamater 60 sentimeter. Hingga kini kedua arsitektur unik tersebut masih dilestarikan keasliannya.
Baca juga : Masjid-Masjid Bersejarah Di Indonesia
|
Elemen lainnya yang masih dipertahankan keasliannya adalah 48 pintu di sekeliling tembok masjid. Lebar kesemuanya 1,5 meter dan tinggi dua meter. Bentuk lengkungan di atas tiap-tiap pintu menunjukkan pengaruh dari arsitektur Arab. Arsitektur Jawa tidak mengenal pola lengkungan seperti itu. Antara pintu dan pola-pola lengkung di atasnya dihiasi ukir-ukiran tembus yang mirip dengan kipas.
Detail arsitektur masjid ini menampilkan bagaimana Islam pada periode awal di kawasan Majapahit, mengakomodasi khazanah budaya Jawa untuk kepentingan dakwah. Nilai-nilai luhur Islam diakulturasikan dengan pola bangunan Jawa yang bersumber dari kosmologi masyarakat setempat. Jadilah bentuk bangunan yang tidak hanya menampilkan kecantikan fisik, tetapi juga kedalaman spiritual.
Selain itu, di kompleks Masjid Sunan Ampel ini, tepatnya di sebelah barat masjid terdapat makam Sunan Ampel beserta keluarganya, makam Mbah Sonhaji atau Mbah Bolong dan juga makam Mbah Soleh, pembantu Sunan Ampel yang bertugas membersihkan masjid. Di dekat makam Mbah Bolong (Mbah Sonhaji) terdapat 182 makam syuhada haji yang tewas dalam musibah jemaah haji Indonesia di Maskalea-Colombo, Sri Lanka pada 4 Desember 1974.
Komplek Makam Sunan Ampel dikelilingi tembok besar setinggi 2,5 meter. Di sini Makam Sunan Ampel bersama istri dan lima kerabatnya dipagari baja tahan karat setinggi 1,5 meter, melingkar seluas 64 meter persegi. Khusus Makam Sunan Ampel dikelilingi pasir putih.
(Dari berbagai sumber)