SETIAP manusia mengidamkan kebahagiaan dalam hidupnya. Hidup yang bahagia, dilimpahi jutaan karunia dan dikeliling kebaikan. Hingga semua orang terlantas saling bergerak mengupayakan kebahagiaannya.
Beberapa memulainya dengan merencanakan masa depan, lalu secara perlahan menentukan strategi kehidupan yang diinginkannya.
Tapi kita seringkali terjebak dalam definisi kesuksesan yang materialistik; berharta triliun, berkendaraan pribadi, berperusahaan, berkantong tebal. Hingga tak kita kenali bahwa kesuksesan dan kebahagiaan adalah apa yang terlahir dari dalam hati. Ya, bahagia itu sederhana dan bahkan sangat dekat. Karena ia ada dalam hati.
Tokoh-tokoh besar yang berpenghasilan milyaran perbulannya, memiliki real estate di banyak tempat, memiliki pulau pribadi, hingga tak habis akalnya berpikir bagaimana caranya menghabiskan hartanya. Bahkan hingga tak terasa yang banyak itu seakan tak memberikan nikmat dalam penggunaannya. Lebih dari itu, banyak pula orang yang begitu berani mengakhiri hidupnya justru di kala kariernya berada di puncak.
Kemudian apakah sesungguhnya kebahagiaan itu? Dimanakah letak kebahagiaan itu? Bisakah ia dibeli atau ditukar?
Jawabannya sederhana, sahabat. Kebahagiaan itu ada dalam beberapa makna, yaitu:
✔ PERTAMA, letaknya ada dalam hati yang penuh syukur
Al-Qur'an mengingatkan;
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmatKu), maka pasti azabKu sangat berat.” (QS. Ibrahim : 7)
Allah berikan pemakluman, bahwa insan tersering lalai dan lupa. Ia, Sang Maha Pemberi berjanji akan membalasnya berlipat kali, jika kita mensyukuri segala apa yang tertakdir untuk dijalani. Tapi, lihatlah jika kita yang telah dimafhumi juga kemudian ingkar, Ia hanya memberi jelaskan bahwa azab-Nya tak mampu kita tanggung. Maka akankah pikir kita merentang di jeda antara syukur atau kufur dengan kesadaran diri bahwa kita adalah hamba yang selayaknya memuja. Bukan senantiasa terus meminta dan terlupa ucap terima kasih kepada-Nya.
✔ KEDUA, menjelma dalam harta yang halal
Takarlah dan hisablah kali pertama sebelum segala apa yang tersuap ke dalam lambung kita. Makanan dan minuman itu, apakah semuanya terjamin dari harta yang halal atau tersubhat dengan sesuatu yang kotor lagi riba. Sedikit atau banyaknya akan merusak kebaikan, menghanguskan keberkahan dan mendatangkan siksa.
Maka mengapa kita menyerah dan berputus asa terhadap rezeki yang halal lagi baik. Karena Allah-lah yang memberi dan menggariskan jalan rezeki. Melalui kedua tangan yang terus mengais dan hati yang terus mendekat, dunia dan seisinya bahkan akan mengejar kita. Kita hanya diwajibkan berikhtiar, sisanya izinkan Allah yang melaksanakan bagiannya. Bukankah Allah Maha Segala Daya.
“Dan berapa banyak makhluk bergerak yang bernyawa yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezekinya sendiri. Allah-lah yang memberi rezeki kepadanya dan kepadamu. Dia Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (QS. Al-Ankabut : 60)
✔ KETIGA, bahagia karena agama menawarkan sejuta keselamatan
Tsaqofah terhadap dien ini, menghadirkan kesejukan dan kebahagiaan ruhiyah yang luar biasa. Islam itu adalah apa yang terlahir dari pemahaman yang menghadirkan kedamaian.
✔ KEEMPAT, umur yang diberkahi
Umur yang berkah dan mendatangkan keberkahan itu terletak dalam ketaatan, menginfakkan sebagian hartanya di sepanjang jalan dakwah dan mengharapkan surga sebagai visi hidupnya.
“Maka barangsiapa memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan (adanya pahala) yang terbaik (surga), maka akan Kami mudahkan baginya jalan menuju kebahagiaan.” (QS. Al-Lail : 5-7)
✔ KELIMA, pasangan yang sholeh
“…. Sedangkan perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik untuk perempuan-perempuan yang baik (pula). Mereka itu bersih dari apa yang dituduhkan orang…” (QS. An-Nur : 26)
✔ KEENAM, anak yang menyenangkan
Jadilah mereka sebagai qurota a’yun (sebagai penyejuk mata) yang mendatangkan kebahagiaan kala memandangnya, yang menyejukkan kala mendengar suaranya dan menghangatkan dalam dekap peluknya. Mereka buah hati yang menyenangkan kala di dunia dan menghaturkan pahala kala di surga. Sungguh bahkan betapa indah kala mereka mampu menjadi bagian dari anak-anak yang berjiwa Qur’ani dan mencintai Rabb-nya.
✔ KETUJUH, lingkungan Madani (ed: masyarakat yang berperadaban)
Kita bisa belajar dan melayani pada lingkungan. Hal ini menyemangati kebahagiaan pribadi kita untuk mendorong terciptanya kebahagiaan sesama antara kita.
Amal sosial (al-ijtimaiyah) mencipta lingkungan agar lebih madani dan sejahtera. Sehingga itu, bahagia bukan hanya milik aku, kamu atau dia. Tapi kita.
Beberapa memulainya dengan merencanakan masa depan, lalu secara perlahan menentukan strategi kehidupan yang diinginkannya.
Tapi kita seringkali terjebak dalam definisi kesuksesan yang materialistik; berharta triliun, berkendaraan pribadi, berperusahaan, berkantong tebal. Hingga tak kita kenali bahwa kesuksesan dan kebahagiaan adalah apa yang terlahir dari dalam hati. Ya, bahagia itu sederhana dan bahkan sangat dekat. Karena ia ada dalam hati.
Tokoh-tokoh besar yang berpenghasilan milyaran perbulannya, memiliki real estate di banyak tempat, memiliki pulau pribadi, hingga tak habis akalnya berpikir bagaimana caranya menghabiskan hartanya. Bahkan hingga tak terasa yang banyak itu seakan tak memberikan nikmat dalam penggunaannya. Lebih dari itu, banyak pula orang yang begitu berani mengakhiri hidupnya justru di kala kariernya berada di puncak.
Kemudian apakah sesungguhnya kebahagiaan itu? Dimanakah letak kebahagiaan itu? Bisakah ia dibeli atau ditukar?
Jawabannya sederhana, sahabat. Kebahagiaan itu ada dalam beberapa makna, yaitu:
✔ PERTAMA, letaknya ada dalam hati yang penuh syukur
Al-Qur'an mengingatkan;
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmatKu), maka pasti azabKu sangat berat.” (QS. Ibrahim : 7)
Allah berikan pemakluman, bahwa insan tersering lalai dan lupa. Ia, Sang Maha Pemberi berjanji akan membalasnya berlipat kali, jika kita mensyukuri segala apa yang tertakdir untuk dijalani. Tapi, lihatlah jika kita yang telah dimafhumi juga kemudian ingkar, Ia hanya memberi jelaskan bahwa azab-Nya tak mampu kita tanggung. Maka akankah pikir kita merentang di jeda antara syukur atau kufur dengan kesadaran diri bahwa kita adalah hamba yang selayaknya memuja. Bukan senantiasa terus meminta dan terlupa ucap terima kasih kepada-Nya.
✔ KEDUA, menjelma dalam harta yang halal
Takarlah dan hisablah kali pertama sebelum segala apa yang tersuap ke dalam lambung kita. Makanan dan minuman itu, apakah semuanya terjamin dari harta yang halal atau tersubhat dengan sesuatu yang kotor lagi riba. Sedikit atau banyaknya akan merusak kebaikan, menghanguskan keberkahan dan mendatangkan siksa.
Maka mengapa kita menyerah dan berputus asa terhadap rezeki yang halal lagi baik. Karena Allah-lah yang memberi dan menggariskan jalan rezeki. Melalui kedua tangan yang terus mengais dan hati yang terus mendekat, dunia dan seisinya bahkan akan mengejar kita. Kita hanya diwajibkan berikhtiar, sisanya izinkan Allah yang melaksanakan bagiannya. Bukankah Allah Maha Segala Daya.
“Dan berapa banyak makhluk bergerak yang bernyawa yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezekinya sendiri. Allah-lah yang memberi rezeki kepadanya dan kepadamu. Dia Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (QS. Al-Ankabut : 60)
✔ KETIGA, bahagia karena agama menawarkan sejuta keselamatan
Tsaqofah terhadap dien ini, menghadirkan kesejukan dan kebahagiaan ruhiyah yang luar biasa. Islam itu adalah apa yang terlahir dari pemahaman yang menghadirkan kedamaian.
✔ KEEMPAT, umur yang diberkahi
Umur yang berkah dan mendatangkan keberkahan itu terletak dalam ketaatan, menginfakkan sebagian hartanya di sepanjang jalan dakwah dan mengharapkan surga sebagai visi hidupnya.
“Maka barangsiapa memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan (adanya pahala) yang terbaik (surga), maka akan Kami mudahkan baginya jalan menuju kebahagiaan.” (QS. Al-Lail : 5-7)
✔ KELIMA, pasangan yang sholeh
“…. Sedangkan perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik untuk perempuan-perempuan yang baik (pula). Mereka itu bersih dari apa yang dituduhkan orang…” (QS. An-Nur : 26)
✔ KEENAM, anak yang menyenangkan
Jadilah mereka sebagai qurota a’yun (sebagai penyejuk mata) yang mendatangkan kebahagiaan kala memandangnya, yang menyejukkan kala mendengar suaranya dan menghangatkan dalam dekap peluknya. Mereka buah hati yang menyenangkan kala di dunia dan menghaturkan pahala kala di surga. Sungguh bahkan betapa indah kala mereka mampu menjadi bagian dari anak-anak yang berjiwa Qur’ani dan mencintai Rabb-nya.
✔ KETUJUH, lingkungan Madani (ed: masyarakat yang berperadaban)
Kita bisa belajar dan melayani pada lingkungan. Hal ini menyemangati kebahagiaan pribadi kita untuk mendorong terciptanya kebahagiaan sesama antara kita.
Amal sosial (al-ijtimaiyah) mencipta lingkungan agar lebih madani dan sejahtera. Sehingga itu, bahagia bukan hanya milik aku, kamu atau dia. Tapi kita.
وَاللّهُ أعلَم بِالصَّوَاب
Shared by ⓑⓘⓒⓐⓡⓐ ღ ⓗⓘⓓⓐⓨⓐⓗ