KH. Muhammad Ramli lahir di Bone, Sulawesi Selatan pada tahun 1906 M (1325 H.) dari pasangan H. Masalah dan Hj, Aminah. Kiai Ramli diasuh dan dibesarkan dalam kultur keagamaan yang sangat kuat. Karena ia berasal dari keluarga agamis, maka ia pun menimba ilmu agama pertamanya dari keluarga terdekat, yakni kedua orangtuanya.
Kiai Ramli kemudian menimba ilmu dari para ulama terkenal di daerahnya, seperti KH. Abdul Rasyid dan KH. Abdul Hamid (Qadhi Bone). Selain itu, Ramli kecil juga masuk pendidikan formal berupa Sekolah Rakyat (SR).
Setelah beranjak dewasa, Kiai Ramli berangkat ke Mekkah untuk berhaji dan belajar ilmu agama selama tiga tahun di sana.
Kiai Ramli kemudian menimba ilmu dari para ulama terkenal di daerahnya, seperti KH. Abdul Rasyid dan KH. Abdul Hamid (Qadhi Bone). Selain itu, Ramli kecil juga masuk pendidikan formal berupa Sekolah Rakyat (SR).
Setelah beranjak dewasa, Kiai Ramli berangkat ke Mekkah untuk berhaji dan belajar ilmu agama selama tiga tahun di sana.
Sepulangnya dari Mekkah Kiai Ramli tetap tawadhu’ dan tidak menyombongkan dirinya. Kiai Ramli mengunjungi para ulama di Sulawesi Selatan dan kembali berguru kepada mereka, seperti KH. Ahmad Bone, Syeikh Mahmud al-Madani, Syeikh Radhi dan Syeikh Hasan al-Yamani.
Karir Kiai Ramli dimulai saat diangkat sebagai badal Syeikh jamaah haji Indonesia asal Sulawesi Selatan, kemudian diangkat menjadi Syeikh jamaah haji selama tiga tahun. Dari sinilah kemudian KH. Ramli diangkat menjadi Imam Masjid Kajuara oleh Arung Kajuara dan kemudian memangku jabatan Qadhi di Luwu. Puncak kariernya dalah menjadi anggota konstituante dari fraksi NU dan diangkat menjadi Imam Masjid Raya Ujung Pandang (Makassar sekarang).
Pada tahun 1946 KH. Muhammad Ramli berangkat menuju Bone untuk terlibat aktif dalam perjuangan Revolusi fisik. Kemudian bersama-sama dengan para ulama lainnya mendirikan perkumpulan yang dinamakan Rabithatul Ulama (RU). Di sini KH. Ramli bertindak sebagai Ketua I sedangkan ketua Umum dijabat oleh KH. Ahmad Bone.
Dalam menjalankan misi dakwahnya, KH. Ramli mengembangkan metode-metode ceramah dan pengajian dengan gaya yang menarik dan disukai oleh masyarakat. Beliau sangat memegang teguh prinsip-prinsip Ahussunnah wal Jama'ah. Aqidah inilah yang diterapkan, baik kepada santri-santrinya maupun kepada masyarakat secara luas.
ANRE Gurutta Haji (AGH) Muhammad Ramli berprinsip bahwa hal paling pokok dalam Islam adalah akidah. Karenanya, ia berusaha semaksimal mungkin untuk menanamkan dasar-dasar akidah ini kepada masyarakat.
Dengan segala daya upaya, KH. Muhammad Ramli memberantas segala kemusyrikan yang masih melanda masyarakat Luwu pada waktu itu. Pada waktu itu masyarakat di Luwu masih banyak yang menyembah pohon-pohon, sungai, batu dan lain sebagainya. Meski dilarang oleh agama, namun pada waktu itu penyembahan-penyembahan seperti ini masih ditolelir oleh pihak kerajaan. Dengan demikian KH. Muhammad Ramli merasa berkewajiban untuk meluruskan kesalahan-kesalahan akidah masyarakatnya ini.
Beliau memberikan penerangan-penerangan dengan sikap yang tegas untuk menghilangkan seluruh praktek-praktek kemusyrikan yang masih melanda masyarakat di Sulawesi Selatan. Karena ketegasan-ketegasan sikap dalam setiap ceramah dan fatwa-fatwanya, maka kehidupan beragama Islam menurut tata cara Ahlussunnah wal Jama'ah di Luwu dapat dirasakan hingga saat ini.
Ketegasan KH. Ramli dalam menata perikeagamaan di masyarakat Luwu, misalnya dapat kita lihat pada perubahan yang dilakukan oleh KH. Ramli mengenai tata cara khutbah Jum’at. Meski gurunya, KH. M As’ad mewajibkan khutbah harus dengan bahasa daerah, namun KH. Ramli dengan mengacu pada kitab-kitab kuning, membolehkan khutbah dengan bahasa Arab.
Jadi menurut KH. Ramli, khatib cukup membaca rukun khutbah dalam bahasa Arab, kemudian menerangkan dengan secukupnya tentang ajakan untuk menambah kebaikan dan ketaqwaan dalam bahasa daerah, bahsa yang dapat dimengerti dengan mudah oleh masyarakat setempat. Menurut KH. Ramli, ini adalah bentuk pelaksanaan dari perintah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam untuk mengajak manusia pada kebaikan sesuai dengan kapasitas kemampuan mereka masing-masing.
Dari sisi pergaulan hidup dan sikap keagamaan, meskipun KH. Ramli berpandangan teguh, namun beliau sangat menganjurkan untuk hidup sederhana dan tidak berlebihan dalam menampakkan sikap-sikap keagamaan, termasuk cara berdzikir yang dianggap berlebihan oleh masyarakat pada umumnya.
Tahun 1952 KH. A Wahid Hasyim, yang waktu itu menjabat sebagai menteri agama, berkunjung ke markas RU dan merundingkan pembentukan partai politik Islam untuk menghadapi Pemilu 1955. Musyawarah ini memberikan mandat kepada KH. Muhammad Ramli untuk mendirikan partai NU di Sulawesi Selatan.
Melalui partai NU inilah KH. Muhammad Ramli terpilih sebagai anggota Konstituante dari fraksi NU. Ketika sedang menghadiri rapat konstituante di Bandung, rupanya KH. Muhammad Ramli dipanggil menghadap Ilahi dalam usia 52 tahun.
Semoga rahmat Allah senantiasa tercurahkan ke atas roh beliau, diampuni segala khilaf dan dosa-dosanya, dan ditempatkan beliau di tempat terbaik di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala. Al-Fatihah....
Pada tahun 1946 KH. Muhammad Ramli berangkat menuju Bone untuk terlibat aktif dalam perjuangan Revolusi fisik. Kemudian bersama-sama dengan para ulama lainnya mendirikan perkumpulan yang dinamakan Rabithatul Ulama (RU). Di sini KH. Ramli bertindak sebagai Ketua I sedangkan ketua Umum dijabat oleh KH. Ahmad Bone.
Dalam menjalankan misi dakwahnya, KH. Ramli mengembangkan metode-metode ceramah dan pengajian dengan gaya yang menarik dan disukai oleh masyarakat. Beliau sangat memegang teguh prinsip-prinsip Ahussunnah wal Jama'ah. Aqidah inilah yang diterapkan, baik kepada santri-santrinya maupun kepada masyarakat secara luas.
ANRE Gurutta Haji (AGH) Muhammad Ramli berprinsip bahwa hal paling pokok dalam Islam adalah akidah. Karenanya, ia berusaha semaksimal mungkin untuk menanamkan dasar-dasar akidah ini kepada masyarakat.
Dengan segala daya upaya, KH. Muhammad Ramli memberantas segala kemusyrikan yang masih melanda masyarakat Luwu pada waktu itu. Pada waktu itu masyarakat di Luwu masih banyak yang menyembah pohon-pohon, sungai, batu dan lain sebagainya. Meski dilarang oleh agama, namun pada waktu itu penyembahan-penyembahan seperti ini masih ditolelir oleh pihak kerajaan. Dengan demikian KH. Muhammad Ramli merasa berkewajiban untuk meluruskan kesalahan-kesalahan akidah masyarakatnya ini.
Beliau memberikan penerangan-penerangan dengan sikap yang tegas untuk menghilangkan seluruh praktek-praktek kemusyrikan yang masih melanda masyarakat di Sulawesi Selatan. Karena ketegasan-ketegasan sikap dalam setiap ceramah dan fatwa-fatwanya, maka kehidupan beragama Islam menurut tata cara Ahlussunnah wal Jama'ah di Luwu dapat dirasakan hingga saat ini.
Ketegasan KH. Ramli dalam menata perikeagamaan di masyarakat Luwu, misalnya dapat kita lihat pada perubahan yang dilakukan oleh KH. Ramli mengenai tata cara khutbah Jum’at. Meski gurunya, KH. M As’ad mewajibkan khutbah harus dengan bahasa daerah, namun KH. Ramli dengan mengacu pada kitab-kitab kuning, membolehkan khutbah dengan bahasa Arab.
Jadi menurut KH. Ramli, khatib cukup membaca rukun khutbah dalam bahasa Arab, kemudian menerangkan dengan secukupnya tentang ajakan untuk menambah kebaikan dan ketaqwaan dalam bahasa daerah, bahsa yang dapat dimengerti dengan mudah oleh masyarakat setempat. Menurut KH. Ramli, ini adalah bentuk pelaksanaan dari perintah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam untuk mengajak manusia pada kebaikan sesuai dengan kapasitas kemampuan mereka masing-masing.
Dari sisi pergaulan hidup dan sikap keagamaan, meskipun KH. Ramli berpandangan teguh, namun beliau sangat menganjurkan untuk hidup sederhana dan tidak berlebihan dalam menampakkan sikap-sikap keagamaan, termasuk cara berdzikir yang dianggap berlebihan oleh masyarakat pada umumnya.
Tahun 1952 KH. A Wahid Hasyim, yang waktu itu menjabat sebagai menteri agama, berkunjung ke markas RU dan merundingkan pembentukan partai politik Islam untuk menghadapi Pemilu 1955. Musyawarah ini memberikan mandat kepada KH. Muhammad Ramli untuk mendirikan partai NU di Sulawesi Selatan.
Melalui partai NU inilah KH. Muhammad Ramli terpilih sebagai anggota Konstituante dari fraksi NU. Ketika sedang menghadiri rapat konstituante di Bandung, rupanya KH. Muhammad Ramli dipanggil menghadap Ilahi dalam usia 52 tahun.
Semoga rahmat Allah senantiasa tercurahkan ke atas roh beliau, diampuni segala khilaf dan dosa-dosanya, dan ditempatkan beliau di tempat terbaik di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala. Al-Fatihah....