9. Kisah-kisah Nyata Ketaatan Anak Pada Orangtua
- Sayyidina Ismail putra Nabi Ibrahim 'alaihissalam adalah seorang yang berbakti kepada Ibu Bapaknya. Ketika umur mencapai 3 tahun, Ayahnya berkata kepadanya, “Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu.” Ia menjawab, “Wahai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insya Allah kamu akan mendapati aku termasuk orang-orang yang sabar”. (Ash-Shaffaat : 102). Nabi Ibrahim mematuhi perintah Allah dan ingin menyembelih putranya. Di saat yang menakutkan ini Sayyidina Ismail teringat akan ibunya. Maka ia berkata pada Ayahnya, “Wahai ayahku, ikatlah aku erat-erat agar aku tidak goyah dan tanggalkan bajuku agar tidak terkena darahku. Karena jika ibuku melihatnya, semakin bertambah kesedihannya. Sampaikan salam kepada ibuku. Jika ayah ingin mengembalikan bajuku kepadanya, maka lakukanlah. Karena hal itu akan menghibur hatinya dan menimbulkan kenangan terhadap anaknya.” Kemudian Nabi Ibrahim menelungkupkan Ismail dan meletakkan pisau pada tenggorokan, tetapi tidak berpengaruh padanya dengan kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Maka Allah menebus dengan seekor domba dari syurga. Kemudian Nabi Ibrahim menyembelihnya. Lihatlah wahai anak tercinta bagaimana Sayyidana Ismail berbakti dan bersabar dan bagaimana Nabi Ibrahim mematuhi perintah Allah serta tabah salam menerima cobaan yang nyata ini.
- Sayyidina Ali Zainal Abidin ra adalah seorang yang banyak berbakti kepada ibunya, hingga seorang sahabatnya berkata, “Anda adalah orang yang paling berbakti kepada ibumu. Mengapa kami tidak melihatmu makan bersamanya?” Ia menjawab, "Ya, karena saya khawatir tanganku mendahuluinya mengambil suatu makanan yang telah dipandangnya dan ingin dimakannya, jika demikian, maka aku pun telah mendurhakainya.”
- Datanglah seorang laki-laki berkata kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, “Ya Rasulullah, di sana ada seorang pemuda yang hampir meninggal, ia disuruh mengucapkan : “laailaha illallah” namun tidak dapat mengucapkannya”. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkata, “Bukankah ia telah mengucapkannya di masa hidupnya?”, orang-orang pun berkata, “Ya”. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkata, “Apa yang menghalangi mengucapkan itu menjelang wafatnya?” Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bangkit dan kami bangkit bersamanya hingga kami datangi pemuda itu. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkata, “Hai anak ucapkanlah : laa ilaha illallah,” Pemuda itu menjawab, “Aku tidak bisa mengucapkannya”. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bertanya, “Mengapa?” Pemuda itu menjawab, “Karena mendurhakai ibuku”. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bertanya, “ Apakah ia masih hidup?” Pemuda itu menjawab, “Ya”. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkata, "Datangkan dia”. Kemudian ibu pemuda itu datang. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkata, “Bagaimana seandainya dinyalakan api, lalu dikatakan kepadamu jika engkau tidak memberi syafa'at (pertolongan/memaafkan) baginya maka kami lemparkan dia ke dalam api?” "Kalau begitu saya beri maaf baginya”. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkata, “Maka jadilah kami sebagai saksi bahwa engkau meridhainya”. Perempuan itu berkata, “Ya Allah, jadikan engkau dan rasulmu sebagai saksi bahwa aku telah ridha kepada putraku”. Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkata, “Hai anak ucapkanlah “laa ilaha illallah”. Maka anak itu mengucapkan “laa ilaha illallah”. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata, “Segala pui bagi Allah yang telah menyelamatkannya dati api neraka.” Hai anak tercinta renungkanlah kisah ini agar engkau tahu bahwa durhaka kepada orangtua menyebabkan kesudahan yang buruk. Semoga Allah melindungi kita darinya. Dalam hadits : “Tiga macam perbuatan dosa yang tidak berguna amalan lain di sampingnya yakni : menyekutukan Allah, mendurhakai ibu bapak dan lari dari peperangan.”
- Ada seorang anak yahudi yang melayani Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Pada suatu sakit Nabi shallallahu 'alaihi wasallam datang menjenguknya, beliau duduk di dekat kepalanya. Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkata, “Masuklah agama ke dalam Islam.” Anak itu memandang kepada bapaknya yang berada di situ. Bapaknya berkata, Taatilah Abal Qasim (Nabi shallallahu 'alaihi wasallam).” Kemudian anak itu masuk Islam. Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wasallam keluar dari rumah itu seraya berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan dari api neraka.” Lihatlah bagaimana anak itu berbakti kepada ayahnya hingga menjelang wafatnya. Dengan itu Allah memberinya taufiq untuk masuk Islam di saat terakhir dari umurnya. Maka iapun menjadi penghuni syurga. Dari kisah ini engkau dapat mengetahui bahwa berbakti kepada ibu bapak menyebabkan kesudahan yang baik.
- Haiwah bin Syuraih adalah seorang yang berbakti kepada ibunya. Ia tidak pernah menentang perkataanya. Ia termasuk ulama besar dan mempunyai murid yang banyak. Pada suatu hari ibunya datang kepadanya ketika ia sedang mengajar, kemudian ibunya berkata, “Berdirilah wahai Haiwah, berikan gandum kepada ayam-ayam.” Ia pun tidak merasa berat dan tidak berlambat-lambat. Akan tetapi ia tinggalkan mengajar, dan segera mematuhi perintahnya.
- Di antara orang-orang yang berbakti juga adalah Dzar bin Umar al-Hamdani. Termasuk salah satu baktinya kepada ayahnya adalah bahwa ia tidak pernah berjalan bersama ayahnya di siang hari, kecuali ia berjalan di belakangnya. Dan tidaklah ia berjalan bersamanya di malam hari, melainkan ia berjalan di depannya untuk menghadapi bahaya di depannya. Dan tidaklah ia menaiki atap ketika ayahnya berada di bawahnya.
10. Apa Kewajibanmu Terhadap Saudara-saudaramu Laki-laki Dan Perempuan?
- Orang yang terdekat setelah ibu bapakmu adalah saudara-saudaramu laki-laki dan perempuan. maka amalkan adab-adab ini agar engkau hidup bahagia dan senang serta mendapat ridha ibu bapakmu
- Hendaklah engkau menghormati mereka dalam keadaan bagaimana pun dan mencintai mereka dengan tulus. Engkau dan mereka berasal dari satu keturunan. Mereka mencintaimu dan mengharapkan kebahagiaanmu. Maka hiduplah dengan mereka dalam kerukunan dan persatuan. Hindarilah penyebab-penyebab perselisihan dan pertentangan.
- Hendaklah engkau mengkhususkan saudaramu yang tua, baik laki-laki ataupun perempuan dengan lebih banyak penghormatan dan mengangap mereka sebagai pengganti kedua orangtuamu. Maka hendaklah engkau laksanakan nasehat-nasehat mereka dan tidak menentang perintah-perintah mereka. Dalam hadits : “Hak saudara yang lebih tua pada yang lebih muda adalah seperti hak ayah pada anaknya.”
- Hendaklah engkau menyayangi saudaramu yang lebih muda, baik laki-laki maupun perempuan dan perlakukan mereka dengan baik seperti ayah ibu memperlakukan engkau. Dalam hadits : “Bukanlah dari golongan kami barangsiapa yang tidak menyayangi anak kecil dan tidak menghormati orangtua.”
- Bantulah saudara-saudaramu lak-laki dan perempuan sekuat tenagamu. Bersabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, “Perumpamaan dua orang bersaudara adalah sepertti dua tangan, yang satu mencuci yang lain,” hendaklah engkau selalu bersabar terhadap mereka. Apabila mereka bersalah, maka ingatkan mereka atas kesalahan mereka secara halus dan lunak, karena perkataan yang lembut bisa menyadarkan hati dengan sebaik-baiknya, sedangkan perkataan yang keras menimbulkan kebencian dan pemutusan hubungan. Wasapadalah, jangan saling memukul atau memaki dengan mereka ataupun mengadu domba diantara mereka atau mengambil suatu dari mereka tanpa persetujuan mereka ataupun memutuskan hubungan dengan salah seorang dari mereka. Dalam hadits :”Haram seorang muslim memutus hubungan dengan saudaranya lebih dari tiga hari. Maka barangsiapa memutuskan hubungan lebih dari tiga hari, lalu ia mati maka ia pun masuk neraka.”
- Saudaramu adalah tangan kananmu, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala kepada Sayyidina Musa mengenai saudaranya Sayyidina Harun 'alaihissalam, “Kami akan membantumu dengan saudaramu.” (Al-Qashash : 35). Ia adalah senjata bagimu untuk membela dari musuh-musuhmu dalam kancah kehidupan. Sebagaimana kata syair : Berbaiklah kepada saudaramu, karena siapa yang tak punya saudara seperti orang yang pergi perang tanpa senjata.