Syeikh Abdurrahman Shiddiq bin Muhammad 'Afif (Datu Landak) bin Mahmud bin Jamaluddin al-Banjari, demikian nama lengkapnya. Sedangkan nama ibunya adalah Shafura binti H. Muhammad Arsyad (Pagatan). Ia dilahirkan pada tahun 1857 di Kampung Dalam Pagar, Martapura, Kalimantan Selatan, nama lahirnya sebenarnya hanyalah Abdurrahman.
Nama "Shiddiq" ia dapat dari seorang gurunya saat ia belajar di Makkah. Ia merupakan cicit dari ulama ternama etnis Banjar, Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari.
Saat baru berusia tiga bulan, ibunda Abdurrahman meninggal dunia. Ia tak sempat mendapat asuhan sang ibunda. Ia pun kemudian dirawat kakek dan neneknya. Sang kakek merupakan seorang ulama bernama Mufti H Muhammad Arsyad. Namun baru di usia setahun, sang kakek meninggal. Maka Abdurrahman pun tumbuh dewasa hanya bersama neneknya, Ummu Salamah.
Sang nenek merupakan muslimah yang taat beribadah dan faqih beragama. Ia mendidik Abdurrahman dengan kecintaan pada Al-Qur'an. Beranjak dewasa, nenek mengirim Abdurrahman pada guru-guru agama di kampung halamannya. Ketika dewasa, Abdurrahman makin giat menuntut ilmu agama.
Ia melakukan perjalanan menuntut ilmu ke Padang, Sumatera Barat. Setelah menyelesaikan pendidikan di Padang pada 1882, ia masih haus ilmu. Maka pergilah Abdurrahman ke kota kelahiran Islam, Makkah pada tahun 1887.
Di Tanah Suci, Abdurrahman banyak menghadiri majelis ilmu para ulama ternama Hijaz. Menurut buku catatan yang pernah beliau sampaikan kepada murid-muridnya - guru-guru beliau antara lain: Syeikh Said Bakri Syatha, Al-Syah Muhammad Said Babasyil dan Syeikh Nawawi al-Bantani. Sedang teman yang seangkatan dengan beliau sama-sama mengaji di Mekkah pada masa itu diantaranya: Ahmad Chatib (Minangkabau), Ahmad Dhamyati (Mufti Mekkah tahun 1912), Syeikh Abdullah Zawawi, Syeikh Said Yamani, Syeikh Mukhtar, Abdul Qadir Mandahiling, Syeikh Umar Sumbawa, Awang Kenali (Kelantan Malaysia), Syeikh Hasyim Asy'ari (Jombang), Syeikh Jamil Jaho (Sumatera Barat), Abdul Karim Amrullah (Sumatera Barat), Syeikh Sulaiman Arrasuli (Candung-Bukittinggi) dan Syeikh Thahir Jalaluddin.
Ketekunan Abdurrahman selama menuntut ilmu di tanah suci Makkah al-Mukarramah disertai dengan sifat-sifatnya yang mulia dan senantiasa memuliakan guru-gurunya, mencatat pelajaran dan pengetahuan yang diperoleh dengan teliti, kemudian mendiskusikan pada teman-teman maupun pada halaqah-halaqah yang diikuti – selanjutnya mengamalkan apa yang sudah diperoleh. Di akhir masa studinya Syekh Abdurrahman mendapat gelar kehormatan "Ash Shiddiq" dari gurunya Syeikh Sa'id Bakri Syatha'. Sejak itu nama beliau dilengkapkan dengan panggilan Abdurrahman Shiddiq.
Setelah genap 5 tahun lamanya menuntut ilmu di Mekkah, kemudian beliau pergi ke Madinah dan melanjutkan pelajaran selama 2 tahun. Ia pun giat bergabung di halaqah-halaqah ilmu di Masjid Nabawi di Madinah.
Pada tahun 1897, Syeikh Abdurrahman kembali ke Mekkah. Di Mekkah beliau mendapat izin mengajar (tauliyah) berbagai disiplin ilmu di Alqah Masjid al-Haram dari Pemerintah Kerajaan Arab Saudi Arabia, diantaranya: Tafsir, Tauhid, Tasawuf, dan lain-lain.Setelah kurang lebih setahun lamanya beliau mengajar di Masjid al-Haram Mekkah, beliau mengambil keputusan untuk kembali ke tanah air (Indonesia),
Tuan guru Syeikh Abdurrahman, demikian panggilan hormat beliau, diangkat oleh Sultan Mahmud Shah bin Sultan Isya (sultan ke-25 keturunan dari kesultanan Johor Lama), sebagai Mufti Kerajaan Indragiri 1919-1939 berkedudukan di Rengat dan mengabdikan diri di Kerajaan Indragiri.
Tuan guru Syeikh Abdurrahman Shiddiq al-Banjari meninggal pada tanggal 18 September 1939 dan dimakamkan .di Kampung Hidayah, Sapat, Kabupaten Indragiri Hilir, Riau.
Kebesaran Syeikh Abdurrahman Shiddiq al-Banjari dari kerajaan Indragiri, dikenal sebagai ulama terakhir di belahan Riau yang mengokohkan keulamaannya dengan menulis berbagai kitab pada akhir abad ke-19 sampai permulaan abad ke-20, serta ulama pertama yang memperkenalkan tasawuf di wilayah Riau.
Ketenaran Tuan Guru Syeikh Abdurrahman Shiddiq .tidak hanya sebagai Mufti, tetapi juga sebagai salah seorang Ulama Nusantara yang mempunyai pengaruh di kawasan Asia Tenggara seperti: Indonesia, Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, Thailand dan Birma – baik dimasa hidupnya – maupun melalui karya dan murid-muridnya yang tersebar di Nusantara.
Semoga rahmat Allah senantiasa tercurahkan ke atas roh beliau, diampuni segala khilaf dan dosa-dosanya, dan ditempatkan beliau di tempat terbaik di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala. Al-Fatihah....
Nama "Shiddiq" ia dapat dari seorang gurunya saat ia belajar di Makkah. Ia merupakan cicit dari ulama ternama etnis Banjar, Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari.
Saat baru berusia tiga bulan, ibunda Abdurrahman meninggal dunia. Ia tak sempat mendapat asuhan sang ibunda. Ia pun kemudian dirawat kakek dan neneknya. Sang kakek merupakan seorang ulama bernama Mufti H Muhammad Arsyad. Namun baru di usia setahun, sang kakek meninggal. Maka Abdurrahman pun tumbuh dewasa hanya bersama neneknya, Ummu Salamah.
Sang nenek merupakan muslimah yang taat beribadah dan faqih beragama. Ia mendidik Abdurrahman dengan kecintaan pada Al-Qur'an. Beranjak dewasa, nenek mengirim Abdurrahman pada guru-guru agama di kampung halamannya. Ketika dewasa, Abdurrahman makin giat menuntut ilmu agama.
Ia melakukan perjalanan menuntut ilmu ke Padang, Sumatera Barat. Setelah menyelesaikan pendidikan di Padang pada 1882, ia masih haus ilmu. Maka pergilah Abdurrahman ke kota kelahiran Islam, Makkah pada tahun 1887.
Di Tanah Suci, Abdurrahman banyak menghadiri majelis ilmu para ulama ternama Hijaz. Menurut buku catatan yang pernah beliau sampaikan kepada murid-muridnya - guru-guru beliau antara lain: Syeikh Said Bakri Syatha, Al-Syah Muhammad Said Babasyil dan Syeikh Nawawi al-Bantani. Sedang teman yang seangkatan dengan beliau sama-sama mengaji di Mekkah pada masa itu diantaranya: Ahmad Chatib (Minangkabau), Ahmad Dhamyati (Mufti Mekkah tahun 1912), Syeikh Abdullah Zawawi, Syeikh Said Yamani, Syeikh Mukhtar, Abdul Qadir Mandahiling, Syeikh Umar Sumbawa, Awang Kenali (Kelantan Malaysia), Syeikh Hasyim Asy'ari (Jombang), Syeikh Jamil Jaho (Sumatera Barat), Abdul Karim Amrullah (Sumatera Barat), Syeikh Sulaiman Arrasuli (Candung-Bukittinggi) dan Syeikh Thahir Jalaluddin.
Ketekunan Abdurrahman selama menuntut ilmu di tanah suci Makkah al-Mukarramah disertai dengan sifat-sifatnya yang mulia dan senantiasa memuliakan guru-gurunya, mencatat pelajaran dan pengetahuan yang diperoleh dengan teliti, kemudian mendiskusikan pada teman-teman maupun pada halaqah-halaqah yang diikuti – selanjutnya mengamalkan apa yang sudah diperoleh. Di akhir masa studinya Syekh Abdurrahman mendapat gelar kehormatan "Ash Shiddiq" dari gurunya Syeikh Sa'id Bakri Syatha'. Sejak itu nama beliau dilengkapkan dengan panggilan Abdurrahman Shiddiq.
Setelah genap 5 tahun lamanya menuntut ilmu di Mekkah, kemudian beliau pergi ke Madinah dan melanjutkan pelajaran selama 2 tahun. Ia pun giat bergabung di halaqah-halaqah ilmu di Masjid Nabawi di Madinah.
Pada tahun 1897, Syeikh Abdurrahman kembali ke Mekkah. Di Mekkah beliau mendapat izin mengajar (tauliyah) berbagai disiplin ilmu di Alqah Masjid al-Haram dari Pemerintah Kerajaan Arab Saudi Arabia, diantaranya: Tafsir, Tauhid, Tasawuf, dan lain-lain.Setelah kurang lebih setahun lamanya beliau mengajar di Masjid al-Haram Mekkah, beliau mengambil keputusan untuk kembali ke tanah air (Indonesia),
Tuan guru Syeikh Abdurrahman, demikian panggilan hormat beliau, diangkat oleh Sultan Mahmud Shah bin Sultan Isya (sultan ke-25 keturunan dari kesultanan Johor Lama), sebagai Mufti Kerajaan Indragiri 1919-1939 berkedudukan di Rengat dan mengabdikan diri di Kerajaan Indragiri.
Tuan guru Syeikh Abdurrahman Shiddiq al-Banjari meninggal pada tanggal 18 September 1939 dan dimakamkan .di Kampung Hidayah, Sapat, Kabupaten Indragiri Hilir, Riau.
Kebesaran Syeikh Abdurrahman Shiddiq al-Banjari dari kerajaan Indragiri, dikenal sebagai ulama terakhir di belahan Riau yang mengokohkan keulamaannya dengan menulis berbagai kitab pada akhir abad ke-19 sampai permulaan abad ke-20, serta ulama pertama yang memperkenalkan tasawuf di wilayah Riau.
Ketenaran Tuan Guru Syeikh Abdurrahman Shiddiq .tidak hanya sebagai Mufti, tetapi juga sebagai salah seorang Ulama Nusantara yang mempunyai pengaruh di kawasan Asia Tenggara seperti: Indonesia, Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, Thailand dan Birma – baik dimasa hidupnya – maupun melalui karya dan murid-muridnya yang tersebar di Nusantara.
Semoga rahmat Allah senantiasa tercurahkan ke atas roh beliau, diampuni segala khilaf dan dosa-dosanya, dan ditempatkan beliau di tempat terbaik di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala. Al-Fatihah....