Sisa-sisa budaya dari kelompok ini, yang menunjukkan bahwa mereka pada mulanya merupakan kesatuan komunitas dapat ditelusuri dari peralatan upacara Baayun Maulid (lazim disebut Baayun Mulud) yang diselenggarakan di Masjid Banua Halat bersamaan dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, tanggal 12 Rabi'ul Awwal. Tradisi mengayun anak yang merupakan perpaduan unsur kepercayaan lama dengan Islam ini tidak hanya dijalani oleh bayi dan anak-anak, namun juga orang-orang tua.
Baca juga : Masjid-Masjid Bersejarah Di Indonesia
|
Sejarah
Tidak diketahui pasti kapan masjid ini dibangun. Menurut sejarah, masjid yang dikeramatkan tersebut dibangun H. Syafrullah atau yang dikenal orang terdahulu sebagai Datu Ujung (dalam versi lain ada yang juga menyebutkan kalau masjid ini didirikan oleh Haji Mungani Salingnata pada tahun 1840). Datu Ujung ini memiliki kehebatan yang masih dikenal sampai sekarang, yaitu tiang miring. Tiang ini menjadi salah satu tiang utama di masjid tersebut.
Sebagai tokoh masyarakat yang dikenal, Datu Ujung bersama masyarakat membangun masjid keramat untuk tempat ibadah masyarakat sekitar. Saat pembangunan masjid tersebut tiang-tiang masjid dicari Datu Ujung ke Desa Batung, Kecamatan Piani. Menurut sejarah pula, tiang-tiang itu hanya ditendang Datu Ujung dengan kesaktiannya hingga bisa dihanyutkan ke sungai dan sampai di depan Masjid Keramat yang berada di pinggiran Sungai Tapin.
Setelah masjid selesai, warga mengadakan selamatan. Saat selamatan itu ternyata ikan untuk di makan warga kurang, lalu Datu Ujung berpesan kepada warga untuk jangan makan dahulu sebelum ia datang karena Datu Ujung akan mengambil ikan di Negara, Hulu Sungai Selatan. Warga pun tidak percaya, mengingat jarak antara Banua Halat dengan Negara sangat jauh, mustahil kalau harus menunggu Datu Ujung kembali dalam waktu singkat. Walhasil warga pun makan duluan, saat itulah Datu Ujung muncul dengan membawa banyak ikan.
Melihat warga yang tidak mengindahkan pesannya tersebut, membuat Datu Ujung jadi marah hingga dia menghentakkan kakinya ke tanah hingga menimbulkan bekas tanah yang miring. Hingga sekarang, bekas pijakan tanah tersebut yang berada di di bagian pojok kanan masjid masih membekas.
Di salah satu tiang masjid, terdapat sebuah tiang yang mengeluarkan minyak. Tidak diketahui pasti kapan minyak itu keluar dan sebabnya.
Masjid ini pernah dibakar oleh Belanda. Pada saat terbakar, hampir seluruh material bangunan masjid yang berada di tepian sungai itu ludes. Yang tersisa hanya satu tiang utama yang kini terus mengeluarkan minyak itu. Kemudian, pada tahun 1862 Masjid Al-Mukarromah dibangun kembali.
Sumber : tadungkung.com