Beda Laki-Laki dan Perempuan Dalam Shalat
(فصل): في أمور تخالف فيها المرأة الرجل في الصلاة. وذكر المصنف ذلك في قوله (والمرأة تخالف الرجل في خمسة أشياء
فالرجل يجافي) أي يرفع (مرفقيه عن جنبيه ويقل) أي يرفع (بطنه عن فخذيه في الركوع والسجود ويجهر في موضع الجهر) وتقدم بيانه في موضعه (وإذا نابه) أي أصابه (شيء في الصلاة سبح) فيقول: سبحان الله بقصد الذكر فقط أو مع الإعلام أو أطلق، لم تبطل صلاته أو الإعلام فقط بطلت (وعورة الرجل ما بين سرته وركبته) أما هما فليسا من العورة، ولا ما فوقهما
(والمرأة) تخالف الرجل في الخمسة المذكورة فإنها (تضم بعضها إلى بعض) فتلصق بطنها بفخذيها في ركوعها وسجودها (وتخفض صوتها) إن صلت (بحضرة الرجال الأجانب) فإن صلت منفردة عنهم جهرت
(وإذا نابها شيء في الصلاة صفقت) بضرب بطن اليمين على ظهر الشمال، فلو ضربت بطناً ببطن بقصد اللعب، ولو قليلاً مع علم التحريم بطلت صلاتها والخنثى كالمرأة (وجميع بدن الحرة عورة إلا وجهها وكفيها) وهذه عورتها في الصلاة أما خارج الصلاة فعورتها جميع البدن (والأمة كالرجل) فتكون عورتها ما بين سرتها وركبتها.
(Fasal) Menjelaskan perkara-perkara yang berbeda antara wanita dan lelaki di dalam shalat.
Mushannif menjelaskan hal itu dengan perkataan beliau, “dan wanita berbeda dengan lelaki di dalam lima perkara,”
Maka seorang lelaki mengangkat kedua sikunya dari lambungnya, dan mengangkat perutnya dari kedua pahanya saat melakukan ruku’ dan sujud.
Dan mengeraskan suara di tempatnya. Dan mengeraskan suara sudah dijelaskan di tempatnya.
Ketika seorang lelaki terkena/mengalami sesuatu di dalam shalat, maka ia membaca tasbih.
Sehingga ia mengucapkan “subhanallah” dengan tujuan berdzikir saja, atau bersamaan tujuan memberitahu atau dimutlakan tanpa tujuan apa-apa, maka shalatnya tidak batal. Atau bertujuan memberitahu saja, maka shalatnya batal.
Auratnya orang laki-laki adalah anggota di antara pusar dan lutut. Sedangkan pusar dan lutut itu sendiri bukan termasuk aurat, begitu juga anggota di atas keduanya.
Seorang wanita berbeda dengan laki-laki di dalam lima hal yang telah dijelaskan di atas.
Maka sesungguhnya seorang wanita menempelkan sebagian badannya dengan sebagian badannya yang lain. Sehingga ia menempelkan perutnya pada kedua pahanya saat ruku’ dan sujud.
Dan ia memelankan suaranya saat sholat di dekat lelaki-lekaki lain (bukan mahram dan bukan halalnya).
Sehingga, ketika ia sholat sendiri jauh dari mereka, maka sunnah mengeraskan suara (di tempat yang dianjurkan mengeraskan suara).
Ketika di dalam shalat mengalami sesuatu, maka dianjurkan untuk bertepuk tangan dengan memukulkan punggung telapak tangan kanan ke punggung telapak tangan kiri.
Seandainya ia memukulkan telapak tangan bagian dalam ke telapak tangan bagian dalam yang satunya dengan tujuan main-main walaupun hanya sedikit saja padahal ia tahu akan keharaman hal tersebut, maka shalatnya batal. Seorang huntsa sama seperti seorang wanita.
Seluruh badan wanita merdeka adalah aurat selain wajah dan kedua telapak tangannya.
Dan ini adalah auratnya di dalam shalat. Adapun auratnya di luar shalat adalah seluruh badannya.
Wanita amat seperti laki-laki di dalam shalat. Maka auratnya adalah anggota di antara pusar dan lututnya.
Waktu Makruh Untuk Shalat
(فصل): في الأوقات التي تكره الصلاة فيها تحريما كما في الروضة، وشرح المهذب هنا وتنزيهاً كما في التحقيق، وشرح المهذب في نواقض الوضوء
(وخمسة أوقات لا يصلي فيها إلا صلاة لها سبب) إما متقدم كالفائتة أو مقارن كصلاة الكسوف والاستسقاء، فالأول من الخمسة الصلاة التي لا سبب لها إذا فعلت (بعد صلاة الصبح) وتستمر الكراهة (حتى تطلع الشمس و) الثاني الصلاة (عند طلوعها) فإذا طلعت (حتى تتكامل وترتفع قدر رمح) في رأي العين
(و) الثالث الصلاة (إذا استوت حتى تزول) عن وسط السماء ويستثنى من ذلك يوم الجمعة، فلا تكره الصلاة فيه وقت الاستواء. وكذا حرم مكة المسجد وغيره، فلا تكره الصلاة فيه في هذه الأوقات كلها سواء صلى سنة الطواف أو غيرها (و) الرابع من (بعد صلاة العصر حتى تغرب الشمس و) الخامس (عند الغروب) للشمس إذا دنت للغروب (حتى يتكامل غروبها).
Fasal) menjelaskan waktu-waktu yang dimakruhkan melakukan shalat dengan makruh tahrim seperti keterangan di dalam kitab ar-Raudhah dan Syarh al-Muhadzdzab di dalam bab ini.
Dan makruh tanzih seperti keterangan di dalam kitab at-Tahqiq dan Syarh al-Muhadzdzab di dalam kitab “Nawaqidul Wudhu’”.
Ada lima waktu yang dimakruhkan melakukan sholat pada waktu itu kecuali shalat yang memiliki sebab
Adakalanya sebab yang terjadi sebelum pelaksanaan shalat seperti shalat fa’itah (shalat yang ditinggalkan). Atau sebab yang berbarengan dengan pelaksanaan shalat seperti shalat gerhana dan shalat istisqa’.
Shalat Setelah Subuh sampai Matahari Terbit
Yang pertama dari lima waktu tersebut adalah shalat yang tidak memiliki sebab ketika dikerjakan setelah shalat Subuh. Dan hukum makruh tersebut tetap ada hingga terbitnya matahari.
Shalat Saat Matahari Terbit
Yang kedua adalah melaksanakan shalat ketika terbitnya matahari hingga keluar secara sempurna dan naik kira-kira setinggi satu tombak sesuai dengan pandangan mata.
Shalat Saat Istiwa' (Matahari Di Tengah Langit)
Yang ketiga adalah mengerjakan shalat ketika matahari tepat di tengah-tengah langit hingga bergeser dari tengah-tengah langit.
Dari semua itu dikecualikan hari Jum’at, maka tidak di makruhkan melaksanakan shalat di hari Jum’at tepat pada waktu istiwa’.
Begitu juga daerah Haram Makkah, baik masjid atau yang lainnya, maka tidak dimakruhkan melaksanakan shalat di sana pada semua waktu-waktu ini, baik shalat sunnah thawaf atau yang lainnya.
Setelah Shalat Ashar
Yang ke empat adalah waktu setelah melaksanakan shalat Ashar hingga terbenamnya matahari.
Ketika Terbenam Matahari
Yang ke lima adalah waktu ketika terbenamnya matahari, yaitu ketika mendekati terbenam hingga sempurna terbenam.