Pengertian Lailatul Qadar
Untuk memperoleh pemahaman yang jernih terkait malam Lailatul Qadar, Muhammad Quraish Shihab dalam buku ”Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat.” (Mizan, 1999), memberikan sejumlah keterangan terkait arti kata qadar. Mufassir kenamaan tersebut memaparkan tiga arti pada kata qadar tersebut.
Pertama, qadar berarti penetapan atau pengaturan sehingga Lailatul Qadar dipahami sebagai malam penetapan Allah bagi perjalanan hidup manusia. Pendapat ini dikuatkan oleh penganutnya dengan Firman Allah pada Surat Ad-Dukhan ayat 3. Ada ulama yang memahami penetapan itu dalam batas setahun.
Al-Qur’an yang turun pada malam Lailatul Qadar diartikan bahwa pada malam itu Allah Subhanahu wa Ta’ala mengatur dan menetapkan khiththah dan strategi bagi Nabi-Nya, Muhammad ﷺ guna mengajak manusia kepada agama yang benar yang pada akhirnya akan menetapkan perjalanan sejarah umat manusia, baik sebagai individu maupun kelompok.
Kedua, qadar berati kemuliaan. Malam tersebut adalah malam mulia yang tiada bandingnya. Ia mulia karena terpilih sebagai malam turunnya Al-Qur’an serta karena ia menjadi titik tolak dari segala kemuliaan yang dapat diraih.
Kata qadar yang berarti mulia ditemukan dalam ayat ke-91 Surat Al-An’am yang berbicara tentang kaum musyrik: Ma qadaru Allaha haqqa qadrihi idz qalu ma anzala Allahu ‘ala basyarin min syay’i (mereka itu tidak memuliakan Allah sebagaimana kemuliaan yang semestinya, tatkala mereka berkata bahwa Allah tidak menurunkan sesuatu pun kepada manusia).
Ketiga, qadar berati sempit. Malam tersebut adalah malam yang sempit, karena banyaknya malaikat yang turun ke bumi, seperti yang ditegaskan dalam Surat Al-Qadar: Pada malam itu turun malikat-malaikat dan ruh (Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan.
Kata qadar yang berarti sempit digunakan oleh Al-Qur’an antara lain dalam ayat ke-26 Surat Ar-Ra’du: Allah yabsuthu al-rizqa liman yasya’ wa yaqdiru (Allah melapangkan rezeki bagi yang dikehendaki dan mempersempitnya [bagi yang dikehendakinya]).
Di antara kemuliaan malam tersebut adalah Allah mensifatinya dengan malam yang penuh keberkahan. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ . فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ
“Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al-Qur’an) pada suatu malam yang diberkahi. dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” (QS. Ad-Dukhan : 3-4).
Malam yang diberkahi dalam ayat ini adalah malam Lailatul Qadar sebagaimana ditafsirkan pada surat Al-Qadar. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْر
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam kemuliaan.” (QS. Al-Qadar : 1)
Keberkahan dan kemuliaan yang dimaksud disebutkan dalam ayat selanjutnya,
لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ . تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ . سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ
“Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. Al-Qadar : 3-5)
Waktu Terjadinya Malam Lailatul Qadar
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah ﷺ bersabda,
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
“Carilah Lailatul Qadar pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari no. 2020 dan Muslim no. 1169)
Terjadinya Lailatul Qadar di malam-malam ganjil lebih memungkinkan daripada malam-malam genap. Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha pula, Nabi ﷺ bersabda,
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْوِتْرِ مِنَ الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
“Carilah Lailatul Qadar di malam ganjil dari sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari no. 2017)
Ganjil tersebut bisa dihitung dari awal bulan, maka malam yang dicari adalah malam ke-21, 23, 25, 27, dan 29. Namun bisa jadi pula Lailatul Qadar dihitung dari malam yang tersisa.
Dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhu bahwa Nabi ﷺ bersabda,
الْتَمِسُوهَا فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ – يَعْنِى لَيْلَةَ الْقَدْرِ – فَإِنْ ضَعُفَ أَحَدُكُمْ أَوْ عَجَزَ فَلاَ يُغْلَبَنَّ عَلَى السَّبْعِ الْبَوَاقِى
“Carilah Lailatul Qadar di sepuluh malam terakhir, namun jika ia ditimpa keletihan, maka janganlah ia dikalahkan pada tujuh malam yang tersisa.” (HR. Muslim)
Dikatakan Ibnu Hajar dalam Fathul Bari bahwa Lailatul Qadar itu terjadi pada malam ganjil dari sepuluh malam terakhir dan waktunya berpindah-pindah dari tahun ke tahun. Mungkin pada tahun tertentu terjadi pada malam ke-27 atau mungkin juga pada tahun yang berikutnya terjadi pada malam ke-25 tergantung kehendak dan hikmah Allah Ta’ala. Hal ini dikuatkan oleh sabda Rasulullah ﷺ,
لِتَاسِعَةٍ تَبْقَى لِسَابِعَةٍ تَبْقَى لِخَامِسَةٍ تَبْقَى لِثَالِثَةٍ تَبْقَى
“Bisa jadi Lailatul Qadar ada pada sembilan hari yang tersisa, bisa jadi ada pada tujuh hari yang tersisa, bisa jadi pula pada lima hari yang tersisa, bisa juga pada tiga hari yang tersisa” (HR. Bukhari).
Jika bulan Ramadhan ternyata 30 hari, berarti malam ke-30 adalah malam yang menggenapi. Jika dihitung dari hari terakhir, malam ke-22 berarti sembilan hari yang tersisa. Malam ke-24 berarti tujuh hari yang tersisa. Inilah yang ditafsirkan oleh Abu Sa’id al-Khudri dalam hadits shahih. Inilah yang dilakukan Nabi ﷺ tanpa memilah-milah hari ganjil dan genap.
Tanda Malam Lailatul Qadar
1. Udara atau angin pada malam itu terasa tenang. Tidak telalu dingin dan tidak pula terasa panas. Sebagaimana riwayat dari Ibnu Abbas, Rasulullah ﷺ bersabda:
“Lailatul Qadar adalah malam yang penuh kemudahan dan kebaikan, tidak begitu panas, juga tidak begitu dingin,..” (HR. Ibnu Huzaimah)
2. Matahari di pagi harinya tidak begitu panas dan berwarna putih tanpa memancarkan sinar ke segala penjuru. Disebutkan dari Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
“Malam itu adalah malam yang cerah yaitu malam ke-27 (dari bulan Ramadhan). Dan tanda-tandanya ialah pada pagi harinya matahari terbit berwarna putih tanpa sinar yang menyorot.” (HR. Muslim no. 762)
3. Malam tersebut tampak cerah dan terang. Sebuah riwayat dari Ubadah bin Shamit, ia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda:
“…Sesungguhnya tanda Lailatul Qadar adalah malam cerah, terang, seolah-olah ada bulan, malam yang tenang dan tentram, tidak dingin dan tidak pula panas. Pada malam itu tidak dihalalkan dilemparnya bintang, sampai pagi harinya. Dan sesungguhnya, tanda Lailatul Qadar adalah, matahari di pagi harinya terbit dengan indah, tidak bersinar kuat, seperti bulan purnama, dan tidak pula dihalalkan bagi setan untuk keluar bersama matahari pagi itu.” (HR. Ahmad)
4. Ibadah pada malam tersebut akan terasa lebih tenang dibandingkan di malam-malam yang lain. Sebab, malaikat turun pada malam tersebut. Allah Ta’ala berfirman:
“Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril,” (QS. Al-Qadar: 4)
Ibnu Katsir rahimahullah menafsirkan, “Banyak malaikat yang akan turun pada Lailatul Qadar karena banyaknya berkah yang ada pada malam tersebut. Dan Malaikat akan turun bersamaan dengan turunnya berkah dan rahmat sebagaimana turunnya mereka di tengah-tengah orang yang membaca Al-Qur’an serta mengelilingi majlis-majlis dzikir.” (Tafsir Ibnu Katsir, 8/445)
5. Terkadang tanda-tanda malam tersebut diperlihatkan oleh Allah dalam mimpi orang mukmin. Hal ini sebagaimana yang pernah dialami oleh sebagian para sahabat.
Dalam sebuah riwayat dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma disebutkan bahwa ada seorang dari sahabat Nabi ﷺ diperlihatkan Lailatul Qadar dalam mimpi ketika tujuh hari terakhir (dari bulan Ramadhan). Beliau pun bersabda;
“Aku tahu bahwa kalian melihat Lailatul Qadar pada tujuh hari terakhir Ramadhan. Siapa yang sungguh-sungguh dalam mencarinya, maka carilah di tujuh hari terakhir dari bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari-Muslim)
Demikianlah beberapa tanda malam Lailatul Qadar yang Allah perlihatkan secara langsung kepada hamba-Nya. Tentunya tanda-tanda tersebut tidak bisa ditangkap oleh setiap manusia. Dan kita pun juga tidak dituntut untuk mencari-cari tanda tersebut. Namun yang dianjurkan adalah bersungguh-sungguh untuk memperbanyak ibadah di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.
Bahkan Ibnu Hajar al-Asqalani sendiri ketika menjelaskan tanda-tanda Lailatul Qadar, beliau berkomentar, “Terkadang Lailatul Qadar telah memperlihatkan sejumlah tanda-tandanya, dan kebanyakan tidak kita ketahui kecuali setelah tanda-tanda itu berlalu.” (Fathul Bari, 4/307)
Catatan :
Menurut sebagian pendapat yang dikutip Al-Qurthubi, Allah menyamarkan Lailatul Qadar di sepanjang bulan Ramadhan, agar umat Muhammad giat beribadah di setiap malam bulan Ramadhan, dengan mengharapkan Lailatul Qadar.
لَيْلَةُ القَدَرِ لَيْلَةٌ سَمْحَةٌ طَلَقَةٌ لَا حَارَةً وَلَا بَارِدَةً
“Lailatul Qadar adalah malam yang penuh kemudahan dan kebaikan, tidak begitu panas, juga tidak begitu dingin,..” (HR. Ibnu Huzaimah)
2. Matahari di pagi harinya tidak begitu panas dan berwarna putih tanpa memancarkan sinar ke segala penjuru. Disebutkan dari Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
هِىَ لَيْلَةُ صَبِيحَةِ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ وَأَمَارَتُهَا أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ فِى صَبِيحَةِ يَوْمِهَا بَيْضَاءَ لاَ شُعَاعَ لَهَا
“Malam itu adalah malam yang cerah yaitu malam ke-27 (dari bulan Ramadhan). Dan tanda-tandanya ialah pada pagi harinya matahari terbit berwarna putih tanpa sinar yang menyorot.” (HR. Muslim no. 762)
3. Malam tersebut tampak cerah dan terang. Sebuah riwayat dari Ubadah bin Shamit, ia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda:
أَنَّهَا صَافِيَةٌ بَلْجَةٌ كَأَنَّ فِيْهَا قَمَراً سَاطِعاً سَاكِنَةٌ سَاجِيَةٌ, لاَ بَرْدَ فِيْهَا وَلاَ حَرَّ, وَلاَ يَحِلُّ لِكَوْكَبٍ أَنْ يُرْمَى بِهِ فِيْهَا حَتَّى تُصْبِحَ, وَإِنَّ أَمَارَتَهَا أَنَّ الشَّمْسَ صَبِيْحَتَهَا تَخْرُجُ مُسْتَوِيَةً, لَيْسَ لَهَا شُعَاعٌ مِثْلَ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ, وَلاَ يَحِلُّ لِلشَّيْطَانِ أَنْ يَخْرُجَ مَعَهَا يَوْمَئِذٍ
“…Sesungguhnya tanda Lailatul Qadar adalah malam cerah, terang, seolah-olah ada bulan, malam yang tenang dan tentram, tidak dingin dan tidak pula panas. Pada malam itu tidak dihalalkan dilemparnya bintang, sampai pagi harinya. Dan sesungguhnya, tanda Lailatul Qadar adalah, matahari di pagi harinya terbit dengan indah, tidak bersinar kuat, seperti bulan purnama, dan tidak pula dihalalkan bagi setan untuk keluar bersama matahari pagi itu.” (HR. Ahmad)
4. Ibadah pada malam tersebut akan terasa lebih tenang dibandingkan di malam-malam yang lain. Sebab, malaikat turun pada malam tersebut. Allah Ta’ala berfirman:
تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا
“Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril,” (QS. Al-Qadar: 4)
Ibnu Katsir rahimahullah menafsirkan, “Banyak malaikat yang akan turun pada Lailatul Qadar karena banyaknya berkah yang ada pada malam tersebut. Dan Malaikat akan turun bersamaan dengan turunnya berkah dan rahmat sebagaimana turunnya mereka di tengah-tengah orang yang membaca Al-Qur’an serta mengelilingi majlis-majlis dzikir.” (Tafsir Ibnu Katsir, 8/445)
5. Terkadang tanda-tanda malam tersebut diperlihatkan oleh Allah dalam mimpi orang mukmin. Hal ini sebagaimana yang pernah dialami oleh sebagian para sahabat.
Dalam sebuah riwayat dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma disebutkan bahwa ada seorang dari sahabat Nabi ﷺ diperlihatkan Lailatul Qadar dalam mimpi ketika tujuh hari terakhir (dari bulan Ramadhan). Beliau pun bersabda;
“Aku tahu bahwa kalian melihat Lailatul Qadar pada tujuh hari terakhir Ramadhan. Siapa yang sungguh-sungguh dalam mencarinya, maka carilah di tujuh hari terakhir dari bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari-Muslim)
Demikianlah beberapa tanda malam Lailatul Qadar yang Allah perlihatkan secara langsung kepada hamba-Nya. Tentunya tanda-tanda tersebut tidak bisa ditangkap oleh setiap manusia. Dan kita pun juga tidak dituntut untuk mencari-cari tanda tersebut. Namun yang dianjurkan adalah bersungguh-sungguh untuk memperbanyak ibadah di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.
Bahkan Ibnu Hajar al-Asqalani sendiri ketika menjelaskan tanda-tanda Lailatul Qadar, beliau berkomentar, “Terkadang Lailatul Qadar telah memperlihatkan sejumlah tanda-tandanya, dan kebanyakan tidak kita ketahui kecuali setelah tanda-tanda itu berlalu.” (Fathul Bari, 4/307)
Catatan :
Sebagaimana Allah menyamarkan “Shalat al-Wustha” di antara shalat 5 waktu, Asma’ Mu’azham di antara sekian Asma-asma Nya, dan waktu paling ampuh dikabulkannya do’a di antara satu kali 24 jam pada hari Jum’at. (Al-Qurthubi, Tafsir al-Qurthubi).
Semoga Allah memudahkan kita memperoleh malam yang penuh keberkahan ini. Aamiin ya Rabbal alamin.
Wallahu a'lam bish-shawab