Ketika Nabi ﷺ masih di Mekkah, beliau dan kaum muslim menghadap ke Baitul Maqdis atau Masjid al-Aqsha pada saat melaksanakan shalat. Hal itu dimaksudkan agar Nabi ﷺ dan kaum muslim menghadap ke tempat yang suci, bebas dari berbagai macam berhala dan sesembahan.
Dalam beberapa keterangan disebutkan, ketika Nabi ﷺ masih di Mekkah dan belum hijrah ke Madinah, kondisi Masjid al-Haram dipenuhi berbagai macam berhala yang jumlahnya mencapai 309 jenis. Berhala-berhala ini senantiasa disembah oleh orang-orang Arab sebelum kedatangan Islam. Sehingga waktu itu Nabi ﷺ belum bisa melaksanakan shalat menghadap Masjid al-Haram.
Setelah hijrah ke Madinah, Nabi ﷺ masih tetap menghadap ke Baitul al-Maqdis ketika melaksanakan shalat selama 17 bulan. Seperti dinukil Sayyid Muhammad Abbas al-Maliki dalam kitabnya Ma Dza fi Sya’ban dari kitab Al-Jami’ li Ahkam al-Qu’an karya Al-Imam al-Qurthubi, Abu Hatim al-Busti berkata, “Ketika di Madinah kaum muslim melaksanakan shalat menghadap ke Bait al-Maqdis selama 17 bulan 3 hari. Hal ini karena kedatangan Nabi ﷺ ke Madinah terjadi pada hari Senin tanggal 12 bulan Rabi’ul Awal. Kemudian pada hari Selasa pertengahan bulan Sya’ban tahun kedua hijrah, Nabi ﷺ melaksanakan shalat menghadap Ka’bah atas perintah dari Allah.”
Sebelum Nabi ﷺ, ada kaum Yahudi yang sudah terlebih dahulu menghadap ke Bait al-Maqdis ketika melaksanakan ritual ibadah. Dalam sejarah disebutkan, ketika kaum Yahudi mengetahui bahwa Nabi ﷺ juga sama-sama beribadah menghadap ke Bait al-Maqdis, mereka menyambut kedatangan Nabi ﷺ dengan baik. Mereka mengira bahwa agama yang dibawa Nabi ﷺ mengikuti cara ibadah dan kiblat mereka. Berdasar anggapan ini, mereka mengajak Nabi ﷺ untuk bergabung bersama mereka.
Berangkat dari kejadian ini, Nabi ﷺ sangat berharap agar kiblat kaum muslim diubah ke arah Ka’bah, masjid pertama yang dibangun di muka bumi untuk mentauhidkan Allah. Berulang-ulang Nabi ﷺ menghadapkan wajahnya ke arah langit seraya berharap ada wahyu yang turun mengenai kiblat ini. Akhirnya harapan ini dikabulkan Allah melalui firman-Nya dalam surat Al-Baqarah ayat 144,
قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي الَّسمَاءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ المَسْجِدِ اْلحَرَامِ وَحَيْثُمَا كُنْتُمْ فَوَلُّوْا وُجُوْهَكُمْ شَطْرَه
”Sungguh Kami melihat wajahmu menengadah ke langit. Maka Kami sungguh akan memalingkan wajahmu ke arah kiblat yang kamu sukai. Maka palingkan wajahmu ke arah Masjid al-Haram dan di mana pun kamu berada palingkan wajahmu ke arahnya”.
Perpindahan kiblat ini memberikan kegembiraan di hati Nabi ﷺ karena Allah mengabulkan harapan yang selama ini telah dinantikannya. Meski demikian, perpindahan kiblat ini menimbulkan berbagai pertanyaan dari sebagian umatnya. Bahkan sebagian lain ada yang menentangnya, sehingga Allah menurunkan jawaban untuk merespons pertanyaan dan penentangan ini dalam surat Al-Baqarah ayat 143;
وَمَا جَعَلْنَا الِقبْلَةَ التِيْ كُنْتَ عَلَيْهَا اِلَّا لِنَعْلَمَ مَنْ يَتبِعَ الرَّسُوْلَ مِمَّنْ يَنْقَلِبُ عَلَى عَقِبَيْهِ وَاِنْ كَانَتْ لَكَبِيْرَةً اِلا عَلَى الذِّيْنَ هَدَى اللهُ
“dan Kami tidak menjadikan kiblatmu yang sekarang melainkan supaya Kami mengetahui siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (perpindahan kiblat ini) amat sangat berat kecuali bagi orang yang mendapat petunjuk dari Allah”.
Demikian sebagian proses perpindahan kiblat dari Bait al-Maqdis ke Masjid al-Haram yang dikisahkan dalam Al-Qur'an. Dimulai dari harapan Nabi ﷺ yang sangat menginginkan perpindahan kiblat, dan baru Allah mengabulkan harapan ini pada hari Selasa pertengahan bulan Sya’ban. Ini menunjukan bahwa bulan Sya’ban adalah bulan istimewa yang patut untuk dikenang dan dirayakan oleh segenap kaum muslim.
Wallahu a'lam.
Sumber: bincangsyariah.com