Abdullah bin Al-Mubarok, pernah mengatakan bahwa:
“Belajar ilmu itu mempunyai 3 tingkatan:
1) Barangsiapa yang sampai ke tingkatan pertama, dia akan menjadi seorang yang sombong.
2) Barangsiapa yang sampai ke tingkatan kedua, dia akan menjadi seorang yang tawadhu`.
3) Barangsiapa yang sampai ke tingkatan ketiga, dia akan merasakan bahwa dia tidak tahu apa-apa.”
(Tadzkirotus Sami’ wal Mutakalim: 65)
1) Barangsiapa yang sampai ke tingkatan pertama, dia akan menjadi seorang yang sombong.
Dalam hal ini dapat dijelaskan bahwa penuntut ilmu memiliki beberapa kriteria.
Yang pertama adalah mereka yang katanya telah mengetahui segala sesuatu, dia merasa angkuh akan ilmu yang dimiliki.
Tak mau menerima nasihat orang lain karena dia telah merasa lebih tinggi. Bahkan dia juga menganggap pendapat orang yang memberikan nasihat kepadanya, disalahkannya. Selalu mau menang sendiri, tidak mau mengalah meskipun pendapat orang lain itu benar dan pendapatnya yang salah.
Terkadang dia mengatakan sudah berpengalaman karena usianya yang lebih lama namun sikapnya masih seperti kekanak-kanakan. Terkadang ada dia yang berpendidikan tinggi, namun dia tak mengerti akan ilmu yang dia miliki. Dia malah semakin menyombongkan diri, congkak di hadapan orang banyak. Merasa dia yang paling pintar dan ingin diakui kepintarannya oleh manusia. Hanya nafsu yang diutamakan sehingga emosi tak dapat dikendalikan maka ucapannyapun mengandung kekejian.
PENJELASAN: Yang dimaksudkan dengan sombong bagi peringkat pertama di atas ialah dia merasakan bahwa kononnya dia sudah tahu banyak perkara. Lalu dengan perasaan sombong dia mula berani mengatakan itu dan ini, melabel itu dan ini dan terburu-buru. Hal ini banyak kelihatan di sekeliling kita.
Ada yang sombong, angkuh dan besar diri dengan ilmu mereka. Ternyata mereka ini adalah golongan yang baru di peringkat awal menuntut ilmu. Ramai di peringkat ini. Bahkan kita semua juga masih di peringkat ini. Kita selalu merasa diri sudah hebat dan mengatakan orang lain salah disebabkan mereka tidak sama dengan pandangan atau pendapat atau ilmu atau pengalaman kita.
Mengetahui bahwa kita masih di peringkat pertama, justru bersabarlah. Jangan terlalu lekas melabel. Teruskan belajar dan belajar supaya hikmah semakin menebal di dalam diri.
2) Barangsiapa yang sampai ke tingkatan kedua, dia akan menjadi seorang yang tawadhu`.
Berikutnya adalah sebuah tingkatan yang membuat semua orang mencintanya karena pribadinya yang mulia meski telah banyak ilmu yang tersimpan di dalam dadanya, ia tetap merendah hati tiada meninggi.
Semakin dia rendah hati, semakin tinggi derajat kemuliaan yang dia peroleh. Sesungguhnya karena ilmu yang banyak itulah yang mampu menjadikannya faham akan hakikat dirinya. Dia tak mudah merendahkan orang lain.
Senantiasa santun dan ramah, bijaksana dalam menentukan keputusan suatu perkara. Dia dengan semuanya itu membuatnya semakin dicinta manusia dan insya Allah, Allah Subhanahu wa Ta'ala pun mencintainya.
PENJELASAN: Golongan yang lebih tinggi dari golongan pertama ialah segolongan yang tawadhu` dengan apa yang ada pada mereka. Mereka merendah diri dengan ilmu mereka walaupun di dalam dada mereka sudah banyak ilmu dan pengalaman. Sebenarnya ilmu dan pengalaman yang banyak itulah yang menyebabkan mereka faham tentang hakikat ilmu. Lalu mereka merasa tawadhu`.
3) Barangsiapa yang sampai ke tingkatan ketiga, dia akan merasakan bahwa dia tidak tahu apa-apa.”
Sedangkan yang terakhir adalah yang teristimewa. Dia yang selalu merasa dirinya tetap tidak mengetahui apa-apa meskipun ilmu yang dimilikinya telah memenuhi tiap ruang di dadanya. Kerana dia telah mengetahui hakikat ilmu dengan sempurna, semakin jelas di hadapan mata dan hatinya.
Semakin banyak pintu dan jendela ilmu yang dibuka, semakin banyak didapati pintu dan jendela ilmu yang belum dibuka. Justru, dia bukan hanya tawadhu`, bahkan lebih mulia dari itu. Dia selalu merasakan tidak tahu apa-apa, mereka bisa tak berdaya di dalamnya lantaran terlalu luasnya ilmu yang terlalu luasnya.
PENJELASAN: Dan yang paling tinggi dan hebat akan tingkatan ilmu mereka ialah apabila mereka merasakan mereka tidak tahu apa-apa. Ini karena hakikat ilmu semakin jelas dan nyata di hadapan mata dan hati mereka. Semakin banyak pintu dan jendela ilmu yang dibuka, semakin banyak didapati pintu dan jendela ilmu yang belum dibuka. Justru, mereka bukan saja tawadhu`, bahkan lebih mulia dari itu, mereka lalu merasakan mereka tidak tahu apa-apa lantaran terlalu luasnya ilmu sehingga mereka bisa lemas di dalamnya.
Sumber: asdhar.blogspot.co.id
“Belajar ilmu itu mempunyai 3 tingkatan:
1) Barangsiapa yang sampai ke tingkatan pertama, dia akan menjadi seorang yang sombong.
2) Barangsiapa yang sampai ke tingkatan kedua, dia akan menjadi seorang yang tawadhu`.
3) Barangsiapa yang sampai ke tingkatan ketiga, dia akan merasakan bahwa dia tidak tahu apa-apa.”
(Tadzkirotus Sami’ wal Mutakalim: 65)
1) Barangsiapa yang sampai ke tingkatan pertama, dia akan menjadi seorang yang sombong.
Dalam hal ini dapat dijelaskan bahwa penuntut ilmu memiliki beberapa kriteria.
Yang pertama adalah mereka yang katanya telah mengetahui segala sesuatu, dia merasa angkuh akan ilmu yang dimiliki.
Tak mau menerima nasihat orang lain karena dia telah merasa lebih tinggi. Bahkan dia juga menganggap pendapat orang yang memberikan nasihat kepadanya, disalahkannya. Selalu mau menang sendiri, tidak mau mengalah meskipun pendapat orang lain itu benar dan pendapatnya yang salah.
Terkadang dia mengatakan sudah berpengalaman karena usianya yang lebih lama namun sikapnya masih seperti kekanak-kanakan. Terkadang ada dia yang berpendidikan tinggi, namun dia tak mengerti akan ilmu yang dia miliki. Dia malah semakin menyombongkan diri, congkak di hadapan orang banyak. Merasa dia yang paling pintar dan ingin diakui kepintarannya oleh manusia. Hanya nafsu yang diutamakan sehingga emosi tak dapat dikendalikan maka ucapannyapun mengandung kekejian.
PENJELASAN: Yang dimaksudkan dengan sombong bagi peringkat pertama di atas ialah dia merasakan bahwa kononnya dia sudah tahu banyak perkara. Lalu dengan perasaan sombong dia mula berani mengatakan itu dan ini, melabel itu dan ini dan terburu-buru. Hal ini banyak kelihatan di sekeliling kita.
Ada yang sombong, angkuh dan besar diri dengan ilmu mereka. Ternyata mereka ini adalah golongan yang baru di peringkat awal menuntut ilmu. Ramai di peringkat ini. Bahkan kita semua juga masih di peringkat ini. Kita selalu merasa diri sudah hebat dan mengatakan orang lain salah disebabkan mereka tidak sama dengan pandangan atau pendapat atau ilmu atau pengalaman kita.
Mengetahui bahwa kita masih di peringkat pertama, justru bersabarlah. Jangan terlalu lekas melabel. Teruskan belajar dan belajar supaya hikmah semakin menebal di dalam diri.
2) Barangsiapa yang sampai ke tingkatan kedua, dia akan menjadi seorang yang tawadhu`.
Berikutnya adalah sebuah tingkatan yang membuat semua orang mencintanya karena pribadinya yang mulia meski telah banyak ilmu yang tersimpan di dalam dadanya, ia tetap merendah hati tiada meninggi.
Semakin dia rendah hati, semakin tinggi derajat kemuliaan yang dia peroleh. Sesungguhnya karena ilmu yang banyak itulah yang mampu menjadikannya faham akan hakikat dirinya. Dia tak mudah merendahkan orang lain.
Senantiasa santun dan ramah, bijaksana dalam menentukan keputusan suatu perkara. Dia dengan semuanya itu membuatnya semakin dicinta manusia dan insya Allah, Allah Subhanahu wa Ta'ala pun mencintainya.
PENJELASAN: Golongan yang lebih tinggi dari golongan pertama ialah segolongan yang tawadhu` dengan apa yang ada pada mereka. Mereka merendah diri dengan ilmu mereka walaupun di dalam dada mereka sudah banyak ilmu dan pengalaman. Sebenarnya ilmu dan pengalaman yang banyak itulah yang menyebabkan mereka faham tentang hakikat ilmu. Lalu mereka merasa tawadhu`.
3) Barangsiapa yang sampai ke tingkatan ketiga, dia akan merasakan bahwa dia tidak tahu apa-apa.”
Sedangkan yang terakhir adalah yang teristimewa. Dia yang selalu merasa dirinya tetap tidak mengetahui apa-apa meskipun ilmu yang dimilikinya telah memenuhi tiap ruang di dadanya. Kerana dia telah mengetahui hakikat ilmu dengan sempurna, semakin jelas di hadapan mata dan hatinya.
Semakin banyak pintu dan jendela ilmu yang dibuka, semakin banyak didapati pintu dan jendela ilmu yang belum dibuka. Justru, dia bukan hanya tawadhu`, bahkan lebih mulia dari itu. Dia selalu merasakan tidak tahu apa-apa, mereka bisa tak berdaya di dalamnya lantaran terlalu luasnya ilmu yang terlalu luasnya.
PENJELASAN: Dan yang paling tinggi dan hebat akan tingkatan ilmu mereka ialah apabila mereka merasakan mereka tidak tahu apa-apa. Ini karena hakikat ilmu semakin jelas dan nyata di hadapan mata dan hati mereka. Semakin banyak pintu dan jendela ilmu yang dibuka, semakin banyak didapati pintu dan jendela ilmu yang belum dibuka. Justru, mereka bukan saja tawadhu`, bahkan lebih mulia dari itu, mereka lalu merasakan mereka tidak tahu apa-apa lantaran terlalu luasnya ilmu sehingga mereka bisa lemas di dalamnya.