Sahabat Rasulullah ﷺ yang dijamin masuk surga berdasarkan hadits berikut:
“Dari Abdurrahman bin ‘Auf, dia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda: Abu Bakra di surga, Umar di surga, Utsman di surga, Ali di surga, Thalhah di surga, Az-Zubair di surga, Abdurrahman bin ‘Auf di surga, Sa’d di surga, Sa’id di surga, dan Abu Ubaidah ibnul Jarrah di surga.” [HR. At-Tirmidzi (3747), Shahih: Al-Misykah (6110 dan 6111) dan Takhrij ath-Thahawiyyah (-28).
Banyak sahabat Nabi ﷺ yang dijamin masuk surga. Namun, terdapat 10 sahabat Nabi yang disebutkan secara spesifik namanya oleh Rasulullah ﷺ dijamin masuk surga.
1. Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu 'anhu
Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu 'anhu adalah sahabat Rasulullah ﷺ yang paling mulia, bahkan dikatakan ia adalah manusia termulia setelah para nabi dan rasul. Beliau dilahirkan 2 tahun 6 bulan setelah tahun Gajah.
Nama lengkapnya adalah 'Abdullah bin 'Utsman bin Amir bin Amru bin Ka'ab bin Sa'ad bin Taim bin Murrah bin Ka'ab bin Lu'ay bin Ghalib bin Quraisy, namun kunyahnya (Abu Bakar) lebih populer dari nama aslinya sendiri. Bertemu nasabnya dengan Nabi ﷺ pada kakeknya yang bernama Murrah bin Ka'ab bin Lu'ay dan ibu dari Abu Bakar adalah Ummu al-Khair Salma binti Shakhr bin Amir bin Ka'ab bin Sa'ad bin Taim yang berarti ayah dan ibunya sama-sama dari kabilah Bani Taim.
Nama yang sebenarnya adalah Abdul Ka'bah (artinya 'hamba Ka'bah'), yang kemudian diubah oleh Nabi ﷺ menjadi Abdullah (artinya 'hamba Allah'). Nabi ﷺ memberinya gelar yaitu Ash-Shiddiq (artinya 'yang berkata benar') setelah Abu Bakar membenarkan peristiwa Isra Mi'raj yang diceritakan Nabi ﷺ kepada para pengikutnya, sehingga ia lebih dikenal dengan nama "Abu Bakar ash-Shiddiq".
Abu Bakar radhiyallahu 'anhu adalah ayah dari Ummul Mu'minin 'Aisyah radhiyallahu 'anha, istri Nabi Muhammad ﷺ. Sebagaimana yang telah masyhur, ia adalah termasuk orang yang pertama memeluk Islam.
Tabari, ahli sejarawan muslim yang paling terkenal, dalam Tarikhnya mengutip perkataan dari Muhammad bin Sa'ad bin Abi Waqqash, yang mengatakan:
Aku bertanya kepada ayahku, apakah Abu Bakar orang pertama yang masuk Islam. Beliau menjawab, "Tidak, lebih dari 50 orang masuk Islam sebelum Abu Bakar, tetapi beliau lebih unggul sebagai seorang Muslim. Umar bin Khaththab masuk Islam setelah 55 laki-laki dan 21 perempuan. Adapun salah satu yang terkemuka dalam Islam dan iman, itu adalah Ali bin AbuThalib".
Ibnu Katsir dalam bukunya Al-Bidayah wan Nihayah memiliki pendapat yang berbeda dengan pendapat di atas. Dia berpendapat bahwa wanita yang pertama kali masuk Islam adalah Khadijah. Zaid bin Haritsah adalah budak pertama yang masuk Islam. Ali bin Abi Thalib adalah anak kecil pertama yang masuk Islam karena pada waktu ia masuk Islam, Ali belum dewasa pada waktu itu. Adapun laki-laki dewasa yang bukan budak yang pertama kali masuk Islam yaitu Abu Bakar.
Dalam kitab Hayatussahabah, bab Dakwah Muhammad kepada perorangan, dituliskan bahwa Abu Bakar radhiyallahu 'anhu masuk Islam setelah diajak oleh Rasulullah ﷺ. Diriwayatkan oleh Abu Hasan al-Athrabulusi dari 'Aisyah radhiyallahu 'anhu, ia berkata:
"Sejak zaman jahiliyah, Abu Bakar adalah kawan Rasulullah. Pada suatu hari, dia hendak menemui Rasulullah ﷺ, ketika bertemu dengan Rasulullah, dia berkata, "Wahai Abul Qasim (panggilan Nabi), ada apa denganmu sehingga engkau tidak terlihat di majelis kaummu dan orang-orang menuduh bahwa engkau telah berkata buruk tentang nenek moyangmu dan lain lain lagi?" Rasulullah ﷺ bersabda, "Sesungguhnya aku adalah utusan Allah dan aku mengajak kamu kepada Allah." Setelah selesai Rasulullah berbicara, Abu Bakar langsung masuk Islam. Melihat keislamannya itu, dia gembira sekali, tidak ada seorang pun yang ada di antara kedua gunung di Mekkah yang merasa gembira melebihi kegembiraan dia. Kemudian Abu Bakar menemui Utsman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, Az-Zubair bin Awwam, dan Sa'ad bin Abi Waqqash, mengajak mereka untuk masuk Islam. Lalu, mereka pun masuk Islam."
Setelah Nabi Muhammad ﷺ wafat, Abu Bakar radhiyallahu 'anhu menjadi khalifah Islam yang pertama. Beliau adalah satu di antara empat khalifah yang diberi gelar Khulafaur Rasyidin atau khalifah yang diberi petunjuk.
Abu Bakar radhiyallahu 'anha wafat pada hari Senin di bulan Jumadil Awwal tahun 13 Hijrah di kota Madinah karena sakit yang dideritanya pada usia 63 tahun. Abu Bakar dimakamkan di rumah putrinya Sayyidah 'Aisyah radhiyallahu 'anha di dekat Masjid Nabawi, di samping makam Nabi Muhammad ﷺ.
2. Umar bin al-Khaththab radhiyallahu 'anhu
Umar bin al-Khaththab radhiyallahu 'anhu berasal dari Bani Adiy, salah satu kabilah Quraisy, suku terbesar di kota Mekkah saat itu. Ayahnya bernama Al-Khaththab bin Nufail ash-Shimh al-Quraisyi dan ibunya Hantamah binti Hasyim, dari Bani Makhzum. Umar memiliki julukan yang diberikan oleh Nabi Muhammad ﷺ yaitu Al-Faruq yang berarti orang yang bisa memisahkan antara kebenaran dan kebathilan. Pada zaman jahiliyah keluarga Umar tergolong dalam keluarga kelas menengah, ia bisa membaca dan menulis, yang pada masa itu merupakan sesuatu yang langka.
Ketika Nabi Muhammad ﷺ menyebarkan Islam secara terbuka di Mekkah, Umar bereaksi sangat antipati terhadapnya, beberapa catatan mengatakan bahwa kaum Muslim saat itu mengakui bahwa Umar adalah lawan yang paling mereka perhitungkan, hal ini dikarenakan Umar yang memang sudah mempunyai reputasi yang sangat baik sebagai ahli strategi perang dan seorang prajurit yang sangat tangguh pada setiap peperangan yang ia lalui. Umar juga dicatat sebagai orang yang paling banyak dan paling sering menggunakan kekuatannya untuk menyiksa pengikut Nabi Muhammad ﷺ.
Pada puncak kebenciannya terhadap ajaran Nabi Muhammad ﷺ, Umar memutuskan untuk mencoba membunuh Nabi Muhammad ﷺ, namun saat dalam perjalanannya ia bertemu dengan salah seorang pengikut Nabi Muhammad ﷺ bernama Nu'aim bin Abdullah yang kemudian memberinya kabar bahwa saudara perempuan Umar telah memeluk Islam, ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad ﷺ yang ingin dibunuhnya saat itu. Karena berita itu, Umar terkejut dan pulang ke rumahnya dengan dengan maksud untuk menghukum adiknya.
Diriwayatkan bahwa Umar menjumpai saudarinya itu sedang membaca Al-Qur'an surat Thaha ayat 1-8, ia semakin marah akan hal tersebut dan memukul saudarinya. Ketika melihat saudarinya berdarah oleh pukulannya ia menjadi iba, dan kemudian meminta agar bacaan tersebut dapat ia lihat, diriwayatkan Umar menjadi terguncang oleh apa yang ia baca tersebut, beberapa waktu setelah kejadian itu Umar menyatakan memeluk Islam, tentu saja hal ini membuat hampir seisi Mekkah terkejut karena seseorang yang terkenal paling keras menentang dan paling kejam dalam menyiksa para pengikut Nabi Muhammad ﷺ kemudian memeluk ajaran yang sangat dibencinya tersebut, akibatnya Umar dikucilkan dari pergaulan Mekkah dan ia menjadi kurang atau tidak dihormati lagi oleh para petinggi Quraisy yang selama ini diketahui selalu membelanya.
Pada masa Abu Bakar radhiyallahu 'anhu menjabat sebagai khalifah, Umar merupakan salah satu penasihat utamanya. Setelah meninggalnya Abu Bakar pada tahun 13 Hijriyah, Umar ditunjuk untuk menggantikan Abu Bakar sebagai khalifah kedua dalam sejarah Islam.
Pada sekitar tahun ke 17 Hijriyah, tahun ke-empat kekhalifahannya, Umar radhiyallahu 'anhu mengeluarkan keputusan bahwa penanggalan Islam hendaknya mulai dihitung saat peristiwa Hijrah.
Umar bin al-Khaththab radhiyallahu 'anhu dibunuh oleh Abu Lukluk (Fairuz), seorang budak yang fanatik pada saat ia akan memimpin shalat Subuh. Fairuz adalah orang Persia yang masuk Islam setelah Persia ditaklukkan Umar. Pembunuhan ini konon dilatarbelakangi dendam pribadi Abu Lukluk (Fairuz) terhadap Umar. Fairuz merasa sakit hati atas kekalahan Persia, yang saat itu merupakan negara adidaya, oleh Umar. Peristiwa ini terjadi pada hari Rabu, 25 Dzulhijjah 23 Hijriyah. Setelah wafat, jabatan khalifah dipegang oleh Utsman bin Affan radhiyallahu 'anhu.
3. Utsman bin Affan radhiyallahu 'anhu
Utsman bin Affan radhiyallahu 'anhu berasal dari kabilah Bani Umayyah. Nama ibunya adalah Arwa binti Kuriz bin Rabiah. ia masuk Islam atas ajakan Abu Bakar dan termasuk golongan As-Sabiqun al-Awwalun (golongan yang pertama-tama masuk Islam).
Setelah Ruqayyah radhiyallahu 'anha wafat, Rasulullah ﷺ menikahkan Utsman dengan putrinya yang lain, Ummu Kultsum radhiyallahu ‘anha. Oleh karena itulah Utsman dijuluki Dzunurain (Pemilik dua cahaya) karena menikahi dua putri Rasulullah, sebuah keistimewaan yang tidak dimiliki sahabat lainnya.
Setelah wafatnya Umar bin Khatthab radhiyallahu 'anhu sebagai khalifah kedua, diadakanlah musyawarah untuk memilih khalifah selanjutnya. Ada enam orang kandidat khalifah yang diusulkan yaitu Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqash, Az-Zubair bin Awwam dan Thalhah bin Ubaidillah. Selanjutnya Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqash, Zubair bin Awwam, dan Thalhah bin Ubaidillah mengundurkan diri hingga hanya Utsman dan Ali yang tertinggal. Suara masyarakat pada saat itu cenderung memilih Utsman menjadi khalifah ketiga. Maka diangkatlah Utsman yang berumur 70 tahun menjadi khalifah ketiga dan yang tertua, serta yang pertama dipilih dari beberapa calon. Peristiwa ini terjadi pada bulan Muharram 24 Hijriyah. Utsman menjadi khalifah di saat pemerintah Islam telah betul-betul mapan dan terstruktur.
Utsman bin Affan radhiyallahu 'anhu adalah khalifah kali pertama yang melakukan perluasan Masjid al-Haram Mekkah dan Masjid Nabawi Madinah karena semakin ramai umat Islam yang menjalankan rukun Islam kelima (haji). Jasanya yang paling besar adalah saat mengeluarkan kebijakan untuk mengumpulkan Al-Qur'an dalam satu mushaf.
Selama masa jabatannya, Utsman banyak mengganti gubernur wilayah yang tidak cocok atau kurang cakap dan menggantikannya dengan orang-orang yang lebih kredibel. Namun hal ini banyak membuat sakit hati pejabat yang diturunkan sehingga mereka bersekongkol untuk membunuh khalifah.
Khalifah Utsman kemudian dikepung oleh pemberontak selama 40 hari dimulai dari bulan Ramadhan hingga Dzulhijah. Dia diberi dua ultimatum oleh pemberontak (Ghafiki dan Sudan), yaitu mengundurkan diri atau dibunuh. Meski Utsman mempunyai kekuatan untuk menyingkirkan pemberontak, namun ia berprinsip untuk tidak menumpahkan darah umat Islam. Utsman akhirnya wafat sebagai syahid pada bulan Dzulhijah 35 Hijriyah ketika para pemberontak berhasil memasuki rumahnya dan membunuh Utsman saat sedang membaca Al-Qur'an. Persis seperti apa yang disampaikan Rasullullah ﷺ perihal kematian Utsman yang syahid nantinya. Utsman wafat pada hari Jum'at 18 Dzulhijjah 35 Hijriyah. Beliau dimakamkan di kuburan Baqi di Madinah.
4. Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu
Ali bin Abu Thalib radhiyallahu 'anhu masih berkerabat dekat dengan Rasulullah ﷺ. Beliau adalah sepupu Nabi Muhammad ﷺ atau putra dari pamannya, Abi Thalib. Ali bin Abi Thalib lahir dikota Mekkah tepatnya di daerah yang disebut sebagai Hijaz pada tanggal 13 Rajab. Beliau lahir dari seorang ibu yang bernama Fathimah binti Asad. Beberapa kalangan ulama berpendapat bahwa Ali bin Abi Thalib lahir pada tahun ke 10 sebelum Nabi Muhammad ﷺ memulai kenabiannya. Pada saat lahir, sebenarnya Ali bin Abi Thalib bernama Haydar bin Abi Thalib yang artinya singa dari keluarga Abi Thalib, namun Rasulullah ﷺ tidak begitu menyukai nama tersebut dan beliau ﷺ memanggilnya dengan nama Ali yang memiliki arti “yang tinggi derajatnya di sisi Allah”.
Karena Nabi Muhammad ﷺ tidak memiliki putra atau anak laki-laki pada saat itu, maka paman Nabi, Abu Thalib menyerahkan Ali bin Abi Thalib pada beliau ﷺ dan istrinya, Khadijah, untuk diasuh saat usianya 6 tahun. Akhirnya Rasul ﷺ mengasuh Ali bin Abi Thalib hingga ia dewasa dan Rasul ﷺ mengajarkannya banyak hal.
Ali bin Abi Thalib juga merupakan orang pertama yang masuk Islam sebelum sahabat-sahabat lainnya. Ia mengakui kenabian Muhammad ﷺ saat usianya masih kecil atau sekitar 10 tahun. Meskipun masih kecil, Ali sudah mengenal Islam dengan baik dan beberapa kalangan ulama menyebutnya sebagai orang kedua yang masuk Islam setelah Khadijah radhiyallahu 'anha.
Pada tahun kedua Hijrah, Rasulullah ﷺ menikahkan Sayyidah Fathimah dengan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu. Ketika itu, Ali berusia 21 tahun 5 bulan, sedangkan Fathimah berusia 15 tahun 5 bulan, sesudah kepulangan dari Perang Badar. Demikian disebutkan dalam kitab sejarah Al-Halabiyah. Pendapat lain mengatakan setelah terjadi perang Uhud. Pendapat lainnya mengatakan Fathimah menikah dengan Ali 4,5 bulan setelah Rasulullah ﷺ menikahi 'Aisyah. Pendapat lain mengatakan terjadi di bulan Shafar tahun 2 Hijriyah. Dan masih ada beberapa riwayat lain yang berbeda.
Selama hidup berumahtangga dengan Fathimah, Ali bin Abi Thalib tidak mengawini wanita lain. Ali pernah melamar putri Abu Jahal, namun Rasulullah ﷺ tidak menyetujui hal itu. Beliau berkata: “Demi Allah, putri Rasulullah tidak mungkin dikumpulkan dengan putri musuh Allah di bawah satu orang laki-laki."
Ali bin Abi Thalib pun membatalkan lamaran tersebut. Dari perkawinan Ali bin Abi Thalib dan Fathimah ini, Fathimah melahirkan enam anak, tiga laki-laki dan tiga perempuan. Laki-laki: Hasan, Husein dan Muhsin (ada yang menyebutnya Muhassin) yang meninggal ketika masih kecil. Sedangkan yang perempuan ialah, Zainab, Ummu Kultsum dan Ruqayyah. Demikian diriwayatkan oleh Laits bin Sa’ad.
Setelah peristiwa terbunuhnya khalifah Utsman bin Affan radhiyallahu 'anhu, masyarakat Arab kemudian meminta dan membai'at Ali bin Abi Thalib untuk menjadi khalifah.
Ali bin Abi Thalib wafat saat usianya menginjak 63 tahun dan diketahui bahwa beliau meninggal karena dibunuh oleh Abdurrahman bin Muljam yang merupakan anggota dari Khawarijmi atau kaum pembangkang pada tanggal 19 Ramadhan, dan akhirnya Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 21 Ramadhan pada tahun ke 40 Hijriyah.
5. Thalhah bin Ubaidillah radhiyallahu 'anhu
Nama lengkapnya adalah Thalhah bin Ubaidillah bin Utsman bin Ka'ab bin Sa’ad bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay. Ibunya bernama Ash-Sha’bah binti Abdullah bin Abbad bin Malik, saudara perempuan Al-‘Ala’ bin Al-Hadrami.
Thalhah radhiyallahu 'anhu masuk Islam dengan perantaraan Abu Bakar Shiddiq radhiyallahu 'anhu. Pada waktu mengikuti Perang Uhud, ia menderita luka parah yang luar biasa. Dia menggunakan dirinya menjadi perisai bagi Nabi Muhammad ﷺ dan mengalihkan panah yang akan menancap diri Rasulullah ﷺ dengan tangannya sehingga semua jari-jarinya terputus. Sehingga ia mendapat gelar Assyahidul Hayy, atau syahid yang hidup.
Rasulullah ﷺ pernah berkata kepada para sahabat, “Orang ini termasuk yang gugur dan barangsiapa senang melihat seorang syahid berjalan di atas bumi maka lihatlah Thalhah bin Ubaidillah”.
Thalhah radhiyallahu 'anhu akhirnya menemui syahidnya di Perang Jamal di masa khalifah Ali bin AbiThalib. Ironinya, dalam peperangan tersebut ia bersama Az-Zubair bin Awwam dan Ummul Mu'minin 'Aisyah memimpin pasukan dari Bashrah untuk melakukan perlawanan kepada Ali bin Abi Thalib, dengan dalih menuntut balas kematian Utsman. Padahal beberapa waktu sebelumnya mereka ikut memba’iat Ali sebagai khalifah. Inilah memang dahsyatnya bahaya fitnah, sehingga orang-orang terpilih di masa Rasulullah ﷺ saling berperang satu sama lainnya.
Sewaktu terjadi pertempuran “Al-Jamal (Perang Unta)” tersebut, sebuah panah beracun mengenai betisnya, maka dia segera dipindahkan ke Bashrah dan tak berapa lama kemudian karena lukanya ia wafat. Thalhah bin Ubaidillah radhiyallahu 'anhu wafat pada usia 60 tahun dan dikubur di suatu tempat dekat padang rumput di Bashrah.Thalhah bin Ubaidillah meninggal dunia pada tahun 36 Hijrah.
Sesungguhnya Thalhah bin Ubaidillah berharap bisa gugur ketika berjuang bersama Rasulullah ﷺ saat menghadapi musuh Islam. Namun, ketentuan Ilahi menghendaki dia tewas di tangan orang Islam sendiri.
6. Az-Zubair bin Awwam radhiyallahu 'anhu
Az-Zubair radhiyallahu 'anhu merupakan keponakan dari Sayyidah Khadijah radhiyallahu ‘anha, karena ayahnya adalah saudara laki-laki sang Ummul Mukminin. Adapun ibunya adalah bibi Rasulullah ﷺ, Shafiyyah binti Abdul Muththalib. Nasab laki-laki Quraisy ini adalah sebagai berikut: Zubair bin Awwam bin Khuwailid bin Asad bin Abdul Uzza bin Qushay bin Kilab al-Qurasyi al-Asadi. Kunyahnya adalah Abu Abdullah.
Az-Zubair bin Awwam dilahirkan 28 tahun sebelum hijrah, masuk Islam di Mekkah saat berusia 15 tahun melalui perantara Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu.
Ketika pamannya, Naufal bin Khuwailid, mengetahui Az-Zubair telah memeluk Islam, ia sangat marah dan berusaha menyiksanya, Az-Zubair dimasukkan ke dalam karung tikar, kemudian dipanaskan dengan api agar ia kembali ke agama nenek moyangnya. Namun itu tak menyurutkan tekadnya untuk tetap memeluk Islam.
Di antara keistimewaan Az-Zubair yang lainnya adalah ia turut serta dalam dua kali hijrah, hijrah ke Habasyah lalu menikah dengan putri Abu Bakar, Asma' binti Abu Bakar radhiyallahu ‘anha, kemudian ke Madinah dan mendapat anugerah putra pertama yang diberi nama Abdullah dan putra kedua, Mush’ab radhiyallahu ‘anhuma.
Az-Zubair radhiyallahu 'anhu adalah hawari Rasulullah ﷺ sebagaimana dinyatakan dalam hadits dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda di hari Perang Ahzab, “Siapa yang akan memerangi Bani Quraidhah?” Zubair menjawab, “Saya (ya Rasulullah)” Beliau kembali bertanya, “Siapa yang akan memerangi Bani Quraidhah?” Zubair kembali merespon, “Saya”. Lalu Rasulullah ﷺ bersabda, “Sesungguhnya setiap nabi memiliki hawari (teman-teman setia), dan hawariku adalah Zubair.”
Az-Zubair bin Awwam radhiyallahu ‘anhu wafat pada bulan Rabi'ul Awwal tahun 36 Hijriyah. Saat itu beliau berusia 66 atau 67 tahun. Ia dibunuh oleh seorang yang bernama Amr bin Jurmuz pada saat terjadinya Perang Jamal.. Kabar wafatnya Zubair membawa duka yang mendalam bagi Amirul Mu'minin Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, ia mengatakan, “Nerakalah bagi pembunuh putra Shafiyyah ini.” Saat pedang Zubair dibawakan ke hadapannya, Ali pun menciumi pedang tersebut sambil berurai air mata, lalu berucap “Demi Allah, pedang yang membuat pemiliknya mulia (dengan berjihad) dan dekat dengan Rasulullah (sebagai hawari)."
7. Sa'ad bin Abi Waqqash radhiyallahu 'anhu
Sa'ad bin Abi Waqqash radhiyallahu 'anhu berasal dari kabilah Bani Zuhrah, dan paman Nabi Muhammad ﷺ dari garis pihak ibu. Abdurrahman bin Auf, sahabat Nabi yang lain, merupakan sepupu. Nama lengkapnya adalah Sa'ad bin Malik bin Wuhaib bin Abdi Manaf bin Zuhrah bin Kilab bin Murah bin Ka’ab bin Lu'ay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin Nadhar bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Amir bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’d bin Adnan.
Malik, ayah Sa'ad, adalah anak paman Aminah binti Wahab, ibu Rasulullah ﷺ. Malik juga merupakan paman dari Hamzah bin Abdul Muththalib dan Shafiyyah binti Abdul Muththalib. Sehingga nasab Sa'ad termasuk nasab yang terhormat dan mulia. Dan memiliki hubungan kekerabatan dengan Nabi ﷺ.
Ibunya adalah Hamnah binti Sufyan bin Umayyah al-Akbar bin Abdu asy-Syams bin Abdu Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin Nadhar bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Amir bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’d bin Adnan.
Ketika Umar ditikam, sebelum wafat, ia memerintahkan enam orang sahabat yang diridhai oleh Nabi ﷺ - salah satunya Sa'ad - untuk bermusyawarah memilih khalifah penggantinya. Umar berkata, “Jika yang terpilih adalah Sa'ad, maka dialah orangnya. Jika selainnya, hendaklah meminta tolong (dalam pemerintahannya) kepada Sa'ad”.
Sa'ad bin Abi Waqqash termasuk sahabat yang berumur panjang. Ia juga dianugerahi Allah ﷻ harta yang banyak. Namun ketika akhir hayatnya, ia mengenakan pakaian dari wol. Jenis kain yang dikenal murah kala itu. Ia berkata, “Kafani aku dengan kain ini, karena pakaian inilah yang aku pakai saat memerangi orang-orang musyrik di Perang Badar”.
Sa'ad radhiyallahu 'anhu wafat pada tahun 55 Hijriyah. Ia adalah kaum Muhajirin yang paling akhir wafatnya.
8. Sa’id bin Zaid radhiyallahu 'anhu
Sa'id bin Zaid radhiyallahu 'anhu adalah seorang sahabat Nabi dari golongan Muhajirin. Nama lengkapnya adalah Sa'id bin Zaid bin Amr bin Nufail al-Adawi.
Dia adalah suami dari Fathimah binti al-Khaththab, yaitu adik Umar bin al-Khaththab. Keislaman mereka berdua itu terjadi pada awal munculnya Islam, sebelum masuknya Rasulullah ﷺ ke dalam rumah Arqam bin Abi Arqam (Daarul Arqam). Dia termasuk orang yang sangat menjunjung tinggi adab Islam. Sebelum dia masuk Islam dia mengikuti agama ayahnya, Zaid bin Amr bin Nufail, yang mengikuti agama Nabi Ibrahim.
Pada masa Dinasti Bani Umayyah, Sa’id bin Zaid menangisi sahabat-sahabat Nabi yang telah meninggal sebelumnya. Tinggalah dia seorang diri menyaksikan terjadinya fitnah (kerusuhan) dan menyaksikan bagaimana kehidupan dunia dengan segala macam perhiasannya telah masuk ke dalam hati kaum muslimin, maka Sa’id pun lebih memilih untuk kembali ke Madinah dan tinggal di sana. Pada waktu itu yang menjadi gubernur di Madinah adalah Marwan bin Hakam bin ‘Ash.
Sa'id bin Zaid radhiyallahu 'anhu wafat pada masa kekhalifahan Mu'awiyah bin Abi Sufyan, tepatnya pada tahun ke-50 Hijriyah. Dia dikuburkan oleh Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu dan ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhu.
9. Abdurrahman bin Auf radhiyallahu 'anhu
Abdurrahman bin Auf radhiyallahu 'anhu lahir 10 tahun setelah Tahun Gajah adalah salah seorang dari sahabat Nabi Muhammad ﷺ yang terkenal. Ia adalah salah seorang dari delapan orang pertama (As-Sabiqunal Awwalun) yang menerima agama Islam, yaitu dua hari setelah Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu 'anhu.
Nama lengkapnya adalah Abdurrahman bin Auf bin Abdul Harits bin Zuhrah bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luayyi al-Quraisy az-Zuhri. Adapun ibunya bernama Asy-Syifa’ yang mana ia juga jalur keturunan dari Zahrah bin Kilab. Ia juga memeluk agama Islam dan ikut hijrah bersama kaum muslimin lainnya.
Abdurrahman bin Auf radhiyallahu 'anhu terkenal karena kekayaannya yang luar biasa. Setiap perniagaan yang beliau lakukan, menghasilkan keuntungan yang amat besar. Jika kita konversikan dengan nilai Rupiah saat ini, infak yang beliau keluarkan semasa hidup saja jumlahnya sudah sangat dahsyat.
Imam Abdullah bin Mubarak, Ath-Thabarani, Abu Nu’aim al-Ashbahani dan Ibnu ‘Asakir meriwayatkan dari Ulama besar hadits dan sejarah, Imam Muhammad bin Muslim bin Syihab az-Zuhri yang berkata:
“Abdurrahman bin Auf radhiyallahu ‘anhu bersedekah pada masa hidup Rasulullah ﷺ sebanyak setengah hartanya yaitu 4000 dinar. Sepeninggal beliau, Abdurrahman bin Auf radhiyallahu ‘anhu menyedekahkan 40.000 dinar (setara dengan 17 kilogram emas), membiayai perbekalan perang di jalan Allah sebanyak 500 ekor kuda dan kemudian membiayai perbekalan perang di jalan Allah sebanyak 500 ekor unta. Mayoritas kekayaan berasal dari dunia perdagangan.” (Adz-Dzahabi, Siyar A’lam An-Nubala’, 1/81)
Abdurrahmana bin Auf radhiyallahu 'anhu adalah salah satu sahabat Nabi yang memiliki kedudukan yang tinggi dalam perang. Nabi ﷺ pernah memilihnya untuk memimpin 700 pasukan menuju “Daumatil Jandal” pada tahun ke-6 Hijriyah.
Sesampainya di tempat tujuan, beliau lalu mengajak kepada penduduknya untuk memeluk agama Islam (sebanyak tigak kali), namun mereka menolak. Akhirnya, melakukan serangan yang akhirnya memperoleh kemenangan. Adapun pimpinan dari kaum tersebut, Al-Ashbagh bin Amrin al-Kulayyi, yang beragama Nasrani akhirnya menyerahkan diri dan masuk Islam.
Dan setelah mengabarkan kemenangannya pada Nabi ﷺ, ia pun akhirnya diperintahkan untuk menikah dengan Tumadlir binti Ashbagh yang kemudian dikaruniai seorang putra bernama Abu Salamah bin Abdurrahman.
Peristiwa yang juga tercatat dalam sejarah adalah pada saat Perang Tabuk sewaktu kaum muslimin sudah sampai antara Al-Hijr dan Tabuk dan hendak melaksanakn shalat subuh, namun karena waktu itu Nabi ﷺ belum hadir karena mencari wudhu, sedang waktu sudah akan beranjak pagi, hingga akhirnya kaum muslimin mempersilahkan Abdurrahman bin Auf untuk memimpin shalat. Akan tetapi, di tengah mengerjakan shalat Nabi ﷺ akhirnya datang dan ikut shalat pada raka'at terakhir. Setelah salam selesai, Nabi ﷺ kemudian melanjutkan shalatnya. Setelah selesai shalat, Nabi lalu berbalik ke ummat dan bersabda : "Sungguh kamu semua memperoleh kebenaran dan kebaikan." Ya, karena mereka memilih mengerjakan shalat tepat waktu.
Setelah itu Nabi juga bersabda mengenai Abdurrahman bin Auf, bahwa “Tiada dicabut (ruh) seorang Nabi sehingga ia shalat di belakang seorang lelaki yang shaleh dari umatnya."
Menjelang wafatnya, Ia meminta dikuburkan disamping Utsman bin Madz’un radhiyallahu 'anhu. Ummul Mu’minin 'Aisyah ingin memberinya kemuliaan khusus yang tidak diberikannya kepada orang lain, maka diusulkannya kepadanya sewaktu ia masih terbaring di ranjang menuju kematian, agar Abdurrahman bersedia dikuburkan di perkarangan rumahnya berdekatan dengan Rasulullah ﷺ, Abu Bakar dan Umar. Akan tetapi Abdurrahman memang seorang Muslim yang telah dididik Islam dengan sebaik-baiknya, ia merasa malu diangkat dirinya pada kedudukan tersebut. Pada tahun 32 Hijriyah, dalam umur 75 tahun, Abdurrahman bin Auf radhiyallahu 'anhu wafat.
10. Abu Ubaidah bin al-Jarrah radhiyallahu 'anhu
Nama lengkapnya adalah Amir bin Abdullah bin al-Jarrah bin Hilal al-Fahry al-Qursy, biasanya dipanggil dengan sebutan Abu Ubaidah. Dia adalah salah satu sahabat Rasulullah ﷺ yang berasal dari kaum Quraisy. Lahir di Makkah dari sebuah keluarga yang terhormat.
Abu Ubaidah bin al-Jarrah radhiyallahu 'anhu adalah Muhajirin dari kaum Quraisy Mekkah yang termasuk paling awal memeluk agama Islam. Ia ikut berhijrah ke Habasyah dan kemudian, Ia hijrah ke Madinah. Ia mengikuti setiap pertempuran dalam membela Islam. Setelah wafatnya Nabi Muhammad ﷺ, ia merupakan salah satu calon khalifah bersama dengan Abu Bakar dan Umar bin al-Khaththab.
Abu Ubaidah bin al-Jarrah radhiyallahu 'anhu memiliki beberapa keutamaan dalam Islam, di antaranya adalah apa yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,
“Sesungguhnya setiap umat memiliki orang kepercayaan, dan orang kepercayaan umat ini adalah Abu Ubaidah bin al-Jarrah."
Setelah terpilihnya Abu Bakar radhiyallahu 'anhu sebagai khalifah, ia ditunjuk untuk menjadi panglima perang memimpin pasukan Muslim untuk berperang melawan Kekaisaran Romawi.
Pada masa kekhalifahan Umar bin al-Khaththab radhiyallahu 'anhu, Abu Ubaidah diangkat menjadi gubernur Syam. Ketika di negeri Syam sedang terjangkit wabah penyakit, Umar bin al-Khaththab mengirim surat untuk memanggil Abu Ubaidah untuk kembali ke Madinah. Namun Abu Ubaidah menolak dan tetap tinggal di Syam.
Akhirnya Abu Ubaidah radhiyallahu 'anhu meninggal karena wabah penyakit tersebut dan beliau dimakamkan di Syam.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala meridhai mereka semua.
Wallahu a'lam bish-shawab
**
"Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar". (QS. At-Taubah : 100)
عن عبد الرحمن بن عوف قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: أبو بكر في
الجنة وعمر في الجنة وعثمان في الجنة وعلي في الجنة وطلحة في الجنة والزبير
في الجنة وعبد الرحمن بن عوف في الجنة وسعد في الجنة وسعيد في الجنة وأبو
عبيدة بن الجراح في الجنة
“Dari Abdurrahman bin ‘Auf, dia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda: Abu Bakra di surga, Umar di surga, Utsman di surga, Ali di surga, Thalhah di surga, Az-Zubair di surga, Abdurrahman bin ‘Auf di surga, Sa’d di surga, Sa’id di surga, dan Abu Ubaidah ibnul Jarrah di surga.” [HR. At-Tirmidzi (3747), Shahih: Al-Misykah (6110 dan 6111) dan Takhrij ath-Thahawiyyah (-28).
Banyak sahabat Nabi ﷺ yang dijamin masuk surga. Namun, terdapat 10 sahabat Nabi yang disebutkan secara spesifik namanya oleh Rasulullah ﷺ dijamin masuk surga.
1. Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu 'anhu
Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu 'anhu adalah sahabat Rasulullah ﷺ yang paling mulia, bahkan dikatakan ia adalah manusia termulia setelah para nabi dan rasul. Beliau dilahirkan 2 tahun 6 bulan setelah tahun Gajah.
Nama lengkapnya adalah 'Abdullah bin 'Utsman bin Amir bin Amru bin Ka'ab bin Sa'ad bin Taim bin Murrah bin Ka'ab bin Lu'ay bin Ghalib bin Quraisy, namun kunyahnya (Abu Bakar) lebih populer dari nama aslinya sendiri. Bertemu nasabnya dengan Nabi ﷺ pada kakeknya yang bernama Murrah bin Ka'ab bin Lu'ay dan ibu dari Abu Bakar adalah Ummu al-Khair Salma binti Shakhr bin Amir bin Ka'ab bin Sa'ad bin Taim yang berarti ayah dan ibunya sama-sama dari kabilah Bani Taim.
Nama yang sebenarnya adalah Abdul Ka'bah (artinya 'hamba Ka'bah'), yang kemudian diubah oleh Nabi ﷺ menjadi Abdullah (artinya 'hamba Allah'). Nabi ﷺ memberinya gelar yaitu Ash-Shiddiq (artinya 'yang berkata benar') setelah Abu Bakar membenarkan peristiwa Isra Mi'raj yang diceritakan Nabi ﷺ kepada para pengikutnya, sehingga ia lebih dikenal dengan nama "Abu Bakar ash-Shiddiq".
Abu Bakar radhiyallahu 'anhu adalah ayah dari Ummul Mu'minin 'Aisyah radhiyallahu 'anha, istri Nabi Muhammad ﷺ. Sebagaimana yang telah masyhur, ia adalah termasuk orang yang pertama memeluk Islam.
Tabari, ahli sejarawan muslim yang paling terkenal, dalam Tarikhnya mengutip perkataan dari Muhammad bin Sa'ad bin Abi Waqqash, yang mengatakan:
Aku bertanya kepada ayahku, apakah Abu Bakar orang pertama yang masuk Islam. Beliau menjawab, "Tidak, lebih dari 50 orang masuk Islam sebelum Abu Bakar, tetapi beliau lebih unggul sebagai seorang Muslim. Umar bin Khaththab masuk Islam setelah 55 laki-laki dan 21 perempuan. Adapun salah satu yang terkemuka dalam Islam dan iman, itu adalah Ali bin AbuThalib".
Ibnu Katsir dalam bukunya Al-Bidayah wan Nihayah memiliki pendapat yang berbeda dengan pendapat di atas. Dia berpendapat bahwa wanita yang pertama kali masuk Islam adalah Khadijah. Zaid bin Haritsah adalah budak pertama yang masuk Islam. Ali bin Abi Thalib adalah anak kecil pertama yang masuk Islam karena pada waktu ia masuk Islam, Ali belum dewasa pada waktu itu. Adapun laki-laki dewasa yang bukan budak yang pertama kali masuk Islam yaitu Abu Bakar.
Dalam kitab Hayatussahabah, bab Dakwah Muhammad kepada perorangan, dituliskan bahwa Abu Bakar radhiyallahu 'anhu masuk Islam setelah diajak oleh Rasulullah ﷺ. Diriwayatkan oleh Abu Hasan al-Athrabulusi dari 'Aisyah radhiyallahu 'anhu, ia berkata:
"Sejak zaman jahiliyah, Abu Bakar adalah kawan Rasulullah. Pada suatu hari, dia hendak menemui Rasulullah ﷺ, ketika bertemu dengan Rasulullah, dia berkata, "Wahai Abul Qasim (panggilan Nabi), ada apa denganmu sehingga engkau tidak terlihat di majelis kaummu dan orang-orang menuduh bahwa engkau telah berkata buruk tentang nenek moyangmu dan lain lain lagi?" Rasulullah ﷺ bersabda, "Sesungguhnya aku adalah utusan Allah dan aku mengajak kamu kepada Allah." Setelah selesai Rasulullah berbicara, Abu Bakar langsung masuk Islam. Melihat keislamannya itu, dia gembira sekali, tidak ada seorang pun yang ada di antara kedua gunung di Mekkah yang merasa gembira melebihi kegembiraan dia. Kemudian Abu Bakar menemui Utsman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, Az-Zubair bin Awwam, dan Sa'ad bin Abi Waqqash, mengajak mereka untuk masuk Islam. Lalu, mereka pun masuk Islam."
Setelah Nabi Muhammad ﷺ wafat, Abu Bakar radhiyallahu 'anhu menjadi khalifah Islam yang pertama. Beliau adalah satu di antara empat khalifah yang diberi gelar Khulafaur Rasyidin atau khalifah yang diberi petunjuk.
Abu Bakar radhiyallahu 'anha wafat pada hari Senin di bulan Jumadil Awwal tahun 13 Hijrah di kota Madinah karena sakit yang dideritanya pada usia 63 tahun. Abu Bakar dimakamkan di rumah putrinya Sayyidah 'Aisyah radhiyallahu 'anha di dekat Masjid Nabawi, di samping makam Nabi Muhammad ﷺ.
2. Umar bin al-Khaththab radhiyallahu 'anhu
Umar bin al-Khaththab radhiyallahu 'anhu berasal dari Bani Adiy, salah satu kabilah Quraisy, suku terbesar di kota Mekkah saat itu. Ayahnya bernama Al-Khaththab bin Nufail ash-Shimh al-Quraisyi dan ibunya Hantamah binti Hasyim, dari Bani Makhzum. Umar memiliki julukan yang diberikan oleh Nabi Muhammad ﷺ yaitu Al-Faruq yang berarti orang yang bisa memisahkan antara kebenaran dan kebathilan. Pada zaman jahiliyah keluarga Umar tergolong dalam keluarga kelas menengah, ia bisa membaca dan menulis, yang pada masa itu merupakan sesuatu yang langka.
Ketika Nabi Muhammad ﷺ menyebarkan Islam secara terbuka di Mekkah, Umar bereaksi sangat antipati terhadapnya, beberapa catatan mengatakan bahwa kaum Muslim saat itu mengakui bahwa Umar adalah lawan yang paling mereka perhitungkan, hal ini dikarenakan Umar yang memang sudah mempunyai reputasi yang sangat baik sebagai ahli strategi perang dan seorang prajurit yang sangat tangguh pada setiap peperangan yang ia lalui. Umar juga dicatat sebagai orang yang paling banyak dan paling sering menggunakan kekuatannya untuk menyiksa pengikut Nabi Muhammad ﷺ.
Pada puncak kebenciannya terhadap ajaran Nabi Muhammad ﷺ, Umar memutuskan untuk mencoba membunuh Nabi Muhammad ﷺ, namun saat dalam perjalanannya ia bertemu dengan salah seorang pengikut Nabi Muhammad ﷺ bernama Nu'aim bin Abdullah yang kemudian memberinya kabar bahwa saudara perempuan Umar telah memeluk Islam, ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad ﷺ yang ingin dibunuhnya saat itu. Karena berita itu, Umar terkejut dan pulang ke rumahnya dengan dengan maksud untuk menghukum adiknya.
Diriwayatkan bahwa Umar menjumpai saudarinya itu sedang membaca Al-Qur'an surat Thaha ayat 1-8, ia semakin marah akan hal tersebut dan memukul saudarinya. Ketika melihat saudarinya berdarah oleh pukulannya ia menjadi iba, dan kemudian meminta agar bacaan tersebut dapat ia lihat, diriwayatkan Umar menjadi terguncang oleh apa yang ia baca tersebut, beberapa waktu setelah kejadian itu Umar menyatakan memeluk Islam, tentu saja hal ini membuat hampir seisi Mekkah terkejut karena seseorang yang terkenal paling keras menentang dan paling kejam dalam menyiksa para pengikut Nabi Muhammad ﷺ kemudian memeluk ajaran yang sangat dibencinya tersebut, akibatnya Umar dikucilkan dari pergaulan Mekkah dan ia menjadi kurang atau tidak dihormati lagi oleh para petinggi Quraisy yang selama ini diketahui selalu membelanya.
Pada masa Abu Bakar radhiyallahu 'anhu menjabat sebagai khalifah, Umar merupakan salah satu penasihat utamanya. Setelah meninggalnya Abu Bakar pada tahun 13 Hijriyah, Umar ditunjuk untuk menggantikan Abu Bakar sebagai khalifah kedua dalam sejarah Islam.
Pada sekitar tahun ke 17 Hijriyah, tahun ke-empat kekhalifahannya, Umar radhiyallahu 'anhu mengeluarkan keputusan bahwa penanggalan Islam hendaknya mulai dihitung saat peristiwa Hijrah.
Umar bin al-Khaththab radhiyallahu 'anhu dibunuh oleh Abu Lukluk (Fairuz), seorang budak yang fanatik pada saat ia akan memimpin shalat Subuh. Fairuz adalah orang Persia yang masuk Islam setelah Persia ditaklukkan Umar. Pembunuhan ini konon dilatarbelakangi dendam pribadi Abu Lukluk (Fairuz) terhadap Umar. Fairuz merasa sakit hati atas kekalahan Persia, yang saat itu merupakan negara adidaya, oleh Umar. Peristiwa ini terjadi pada hari Rabu, 25 Dzulhijjah 23 Hijriyah. Setelah wafat, jabatan khalifah dipegang oleh Utsman bin Affan radhiyallahu 'anhu.
3. Utsman bin Affan radhiyallahu 'anhu
Utsman bin Affan radhiyallahu 'anhu berasal dari kabilah Bani Umayyah. Nama ibunya adalah Arwa binti Kuriz bin Rabiah. ia masuk Islam atas ajakan Abu Bakar dan termasuk golongan As-Sabiqun al-Awwalun (golongan yang pertama-tama masuk Islam).
Setelah Ruqayyah radhiyallahu 'anha wafat, Rasulullah ﷺ menikahkan Utsman dengan putrinya yang lain, Ummu Kultsum radhiyallahu ‘anha. Oleh karena itulah Utsman dijuluki Dzunurain (Pemilik dua cahaya) karena menikahi dua putri Rasulullah, sebuah keistimewaan yang tidak dimiliki sahabat lainnya.
Setelah wafatnya Umar bin Khatthab radhiyallahu 'anhu sebagai khalifah kedua, diadakanlah musyawarah untuk memilih khalifah selanjutnya. Ada enam orang kandidat khalifah yang diusulkan yaitu Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqash, Az-Zubair bin Awwam dan Thalhah bin Ubaidillah. Selanjutnya Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqash, Zubair bin Awwam, dan Thalhah bin Ubaidillah mengundurkan diri hingga hanya Utsman dan Ali yang tertinggal. Suara masyarakat pada saat itu cenderung memilih Utsman menjadi khalifah ketiga. Maka diangkatlah Utsman yang berumur 70 tahun menjadi khalifah ketiga dan yang tertua, serta yang pertama dipilih dari beberapa calon. Peristiwa ini terjadi pada bulan Muharram 24 Hijriyah. Utsman menjadi khalifah di saat pemerintah Islam telah betul-betul mapan dan terstruktur.
Utsman bin Affan radhiyallahu 'anhu adalah khalifah kali pertama yang melakukan perluasan Masjid al-Haram Mekkah dan Masjid Nabawi Madinah karena semakin ramai umat Islam yang menjalankan rukun Islam kelima (haji). Jasanya yang paling besar adalah saat mengeluarkan kebijakan untuk mengumpulkan Al-Qur'an dalam satu mushaf.
Selama masa jabatannya, Utsman banyak mengganti gubernur wilayah yang tidak cocok atau kurang cakap dan menggantikannya dengan orang-orang yang lebih kredibel. Namun hal ini banyak membuat sakit hati pejabat yang diturunkan sehingga mereka bersekongkol untuk membunuh khalifah.
Khalifah Utsman kemudian dikepung oleh pemberontak selama 40 hari dimulai dari bulan Ramadhan hingga Dzulhijah. Dia diberi dua ultimatum oleh pemberontak (Ghafiki dan Sudan), yaitu mengundurkan diri atau dibunuh. Meski Utsman mempunyai kekuatan untuk menyingkirkan pemberontak, namun ia berprinsip untuk tidak menumpahkan darah umat Islam. Utsman akhirnya wafat sebagai syahid pada bulan Dzulhijah 35 Hijriyah ketika para pemberontak berhasil memasuki rumahnya dan membunuh Utsman saat sedang membaca Al-Qur'an. Persis seperti apa yang disampaikan Rasullullah ﷺ perihal kematian Utsman yang syahid nantinya. Utsman wafat pada hari Jum'at 18 Dzulhijjah 35 Hijriyah. Beliau dimakamkan di kuburan Baqi di Madinah.
4. Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu
Ali bin Abu Thalib radhiyallahu 'anhu masih berkerabat dekat dengan Rasulullah ﷺ. Beliau adalah sepupu Nabi Muhammad ﷺ atau putra dari pamannya, Abi Thalib. Ali bin Abi Thalib lahir dikota Mekkah tepatnya di daerah yang disebut sebagai Hijaz pada tanggal 13 Rajab. Beliau lahir dari seorang ibu yang bernama Fathimah binti Asad. Beberapa kalangan ulama berpendapat bahwa Ali bin Abi Thalib lahir pada tahun ke 10 sebelum Nabi Muhammad ﷺ memulai kenabiannya. Pada saat lahir, sebenarnya Ali bin Abi Thalib bernama Haydar bin Abi Thalib yang artinya singa dari keluarga Abi Thalib, namun Rasulullah ﷺ tidak begitu menyukai nama tersebut dan beliau ﷺ memanggilnya dengan nama Ali yang memiliki arti “yang tinggi derajatnya di sisi Allah”.
Karena Nabi Muhammad ﷺ tidak memiliki putra atau anak laki-laki pada saat itu, maka paman Nabi, Abu Thalib menyerahkan Ali bin Abi Thalib pada beliau ﷺ dan istrinya, Khadijah, untuk diasuh saat usianya 6 tahun. Akhirnya Rasul ﷺ mengasuh Ali bin Abi Thalib hingga ia dewasa dan Rasul ﷺ mengajarkannya banyak hal.
Ali bin Abi Thalib juga merupakan orang pertama yang masuk Islam sebelum sahabat-sahabat lainnya. Ia mengakui kenabian Muhammad ﷺ saat usianya masih kecil atau sekitar 10 tahun. Meskipun masih kecil, Ali sudah mengenal Islam dengan baik dan beberapa kalangan ulama menyebutnya sebagai orang kedua yang masuk Islam setelah Khadijah radhiyallahu 'anha.
Pada tahun kedua Hijrah, Rasulullah ﷺ menikahkan Sayyidah Fathimah dengan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu. Ketika itu, Ali berusia 21 tahun 5 bulan, sedangkan Fathimah berusia 15 tahun 5 bulan, sesudah kepulangan dari Perang Badar. Demikian disebutkan dalam kitab sejarah Al-Halabiyah. Pendapat lain mengatakan setelah terjadi perang Uhud. Pendapat lainnya mengatakan Fathimah menikah dengan Ali 4,5 bulan setelah Rasulullah ﷺ menikahi 'Aisyah. Pendapat lain mengatakan terjadi di bulan Shafar tahun 2 Hijriyah. Dan masih ada beberapa riwayat lain yang berbeda.
Selama hidup berumahtangga dengan Fathimah, Ali bin Abi Thalib tidak mengawini wanita lain. Ali pernah melamar putri Abu Jahal, namun Rasulullah ﷺ tidak menyetujui hal itu. Beliau berkata: “Demi Allah, putri Rasulullah tidak mungkin dikumpulkan dengan putri musuh Allah di bawah satu orang laki-laki."
Ali bin Abi Thalib pun membatalkan lamaran tersebut. Dari perkawinan Ali bin Abi Thalib dan Fathimah ini, Fathimah melahirkan enam anak, tiga laki-laki dan tiga perempuan. Laki-laki: Hasan, Husein dan Muhsin (ada yang menyebutnya Muhassin) yang meninggal ketika masih kecil. Sedangkan yang perempuan ialah, Zainab, Ummu Kultsum dan Ruqayyah. Demikian diriwayatkan oleh Laits bin Sa’ad.
Setelah peristiwa terbunuhnya khalifah Utsman bin Affan radhiyallahu 'anhu, masyarakat Arab kemudian meminta dan membai'at Ali bin Abi Thalib untuk menjadi khalifah.
Ali bin Abi Thalib wafat saat usianya menginjak 63 tahun dan diketahui bahwa beliau meninggal karena dibunuh oleh Abdurrahman bin Muljam yang merupakan anggota dari Khawarijmi atau kaum pembangkang pada tanggal 19 Ramadhan, dan akhirnya Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 21 Ramadhan pada tahun ke 40 Hijriyah.
5. Thalhah bin Ubaidillah radhiyallahu 'anhu
Nama lengkapnya adalah Thalhah bin Ubaidillah bin Utsman bin Ka'ab bin Sa’ad bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay. Ibunya bernama Ash-Sha’bah binti Abdullah bin Abbad bin Malik, saudara perempuan Al-‘Ala’ bin Al-Hadrami.
Thalhah radhiyallahu 'anhu masuk Islam dengan perantaraan Abu Bakar Shiddiq radhiyallahu 'anhu. Pada waktu mengikuti Perang Uhud, ia menderita luka parah yang luar biasa. Dia menggunakan dirinya menjadi perisai bagi Nabi Muhammad ﷺ dan mengalihkan panah yang akan menancap diri Rasulullah ﷺ dengan tangannya sehingga semua jari-jarinya terputus. Sehingga ia mendapat gelar Assyahidul Hayy, atau syahid yang hidup.
Rasulullah ﷺ pernah berkata kepada para sahabat, “Orang ini termasuk yang gugur dan barangsiapa senang melihat seorang syahid berjalan di atas bumi maka lihatlah Thalhah bin Ubaidillah”.
Thalhah radhiyallahu 'anhu akhirnya menemui syahidnya di Perang Jamal di masa khalifah Ali bin AbiThalib. Ironinya, dalam peperangan tersebut ia bersama Az-Zubair bin Awwam dan Ummul Mu'minin 'Aisyah memimpin pasukan dari Bashrah untuk melakukan perlawanan kepada Ali bin Abi Thalib, dengan dalih menuntut balas kematian Utsman. Padahal beberapa waktu sebelumnya mereka ikut memba’iat Ali sebagai khalifah. Inilah memang dahsyatnya bahaya fitnah, sehingga orang-orang terpilih di masa Rasulullah ﷺ saling berperang satu sama lainnya.
Sewaktu terjadi pertempuran “Al-Jamal (Perang Unta)” tersebut, sebuah panah beracun mengenai betisnya, maka dia segera dipindahkan ke Bashrah dan tak berapa lama kemudian karena lukanya ia wafat. Thalhah bin Ubaidillah radhiyallahu 'anhu wafat pada usia 60 tahun dan dikubur di suatu tempat dekat padang rumput di Bashrah.Thalhah bin Ubaidillah meninggal dunia pada tahun 36 Hijrah.
Sesungguhnya Thalhah bin Ubaidillah berharap bisa gugur ketika berjuang bersama Rasulullah ﷺ saat menghadapi musuh Islam. Namun, ketentuan Ilahi menghendaki dia tewas di tangan orang Islam sendiri.
6. Az-Zubair bin Awwam radhiyallahu 'anhu
Az-Zubair radhiyallahu 'anhu merupakan keponakan dari Sayyidah Khadijah radhiyallahu ‘anha, karena ayahnya adalah saudara laki-laki sang Ummul Mukminin. Adapun ibunya adalah bibi Rasulullah ﷺ, Shafiyyah binti Abdul Muththalib. Nasab laki-laki Quraisy ini adalah sebagai berikut: Zubair bin Awwam bin Khuwailid bin Asad bin Abdul Uzza bin Qushay bin Kilab al-Qurasyi al-Asadi. Kunyahnya adalah Abu Abdullah.
Az-Zubair bin Awwam dilahirkan 28 tahun sebelum hijrah, masuk Islam di Mekkah saat berusia 15 tahun melalui perantara Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu.
Ketika pamannya, Naufal bin Khuwailid, mengetahui Az-Zubair telah memeluk Islam, ia sangat marah dan berusaha menyiksanya, Az-Zubair dimasukkan ke dalam karung tikar, kemudian dipanaskan dengan api agar ia kembali ke agama nenek moyangnya. Namun itu tak menyurutkan tekadnya untuk tetap memeluk Islam.
Di antara keistimewaan Az-Zubair yang lainnya adalah ia turut serta dalam dua kali hijrah, hijrah ke Habasyah lalu menikah dengan putri Abu Bakar, Asma' binti Abu Bakar radhiyallahu ‘anha, kemudian ke Madinah dan mendapat anugerah putra pertama yang diberi nama Abdullah dan putra kedua, Mush’ab radhiyallahu ‘anhuma.
Az-Zubair radhiyallahu 'anhu adalah hawari Rasulullah ﷺ sebagaimana dinyatakan dalam hadits dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda di hari Perang Ahzab, “Siapa yang akan memerangi Bani Quraidhah?” Zubair menjawab, “Saya (ya Rasulullah)” Beliau kembali bertanya, “Siapa yang akan memerangi Bani Quraidhah?” Zubair kembali merespon, “Saya”. Lalu Rasulullah ﷺ bersabda, “Sesungguhnya setiap nabi memiliki hawari (teman-teman setia), dan hawariku adalah Zubair.”
Az-Zubair bin Awwam radhiyallahu ‘anhu wafat pada bulan Rabi'ul Awwal tahun 36 Hijriyah. Saat itu beliau berusia 66 atau 67 tahun. Ia dibunuh oleh seorang yang bernama Amr bin Jurmuz pada saat terjadinya Perang Jamal.. Kabar wafatnya Zubair membawa duka yang mendalam bagi Amirul Mu'minin Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, ia mengatakan, “Nerakalah bagi pembunuh putra Shafiyyah ini.” Saat pedang Zubair dibawakan ke hadapannya, Ali pun menciumi pedang tersebut sambil berurai air mata, lalu berucap “Demi Allah, pedang yang membuat pemiliknya mulia (dengan berjihad) dan dekat dengan Rasulullah (sebagai hawari)."
7. Sa'ad bin Abi Waqqash radhiyallahu 'anhu
Sa'ad bin Abi Waqqash radhiyallahu 'anhu berasal dari kabilah Bani Zuhrah, dan paman Nabi Muhammad ﷺ dari garis pihak ibu. Abdurrahman bin Auf, sahabat Nabi yang lain, merupakan sepupu. Nama lengkapnya adalah Sa'ad bin Malik bin Wuhaib bin Abdi Manaf bin Zuhrah bin Kilab bin Murah bin Ka’ab bin Lu'ay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin Nadhar bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Amir bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’d bin Adnan.
Malik, ayah Sa'ad, adalah anak paman Aminah binti Wahab, ibu Rasulullah ﷺ. Malik juga merupakan paman dari Hamzah bin Abdul Muththalib dan Shafiyyah binti Abdul Muththalib. Sehingga nasab Sa'ad termasuk nasab yang terhormat dan mulia. Dan memiliki hubungan kekerabatan dengan Nabi ﷺ.
Ibunya adalah Hamnah binti Sufyan bin Umayyah al-Akbar bin Abdu asy-Syams bin Abdu Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin Nadhar bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Amir bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’d bin Adnan.
Ketika Umar ditikam, sebelum wafat, ia memerintahkan enam orang sahabat yang diridhai oleh Nabi ﷺ - salah satunya Sa'ad - untuk bermusyawarah memilih khalifah penggantinya. Umar berkata, “Jika yang terpilih adalah Sa'ad, maka dialah orangnya. Jika selainnya, hendaklah meminta tolong (dalam pemerintahannya) kepada Sa'ad”.
Sa'ad bin Abi Waqqash termasuk sahabat yang berumur panjang. Ia juga dianugerahi Allah ﷻ harta yang banyak. Namun ketika akhir hayatnya, ia mengenakan pakaian dari wol. Jenis kain yang dikenal murah kala itu. Ia berkata, “Kafani aku dengan kain ini, karena pakaian inilah yang aku pakai saat memerangi orang-orang musyrik di Perang Badar”.
Sa'ad radhiyallahu 'anhu wafat pada tahun 55 Hijriyah. Ia adalah kaum Muhajirin yang paling akhir wafatnya.
8. Sa’id bin Zaid radhiyallahu 'anhu
Sa'id bin Zaid radhiyallahu 'anhu adalah seorang sahabat Nabi dari golongan Muhajirin. Nama lengkapnya adalah Sa'id bin Zaid bin Amr bin Nufail al-Adawi.
Dia adalah suami dari Fathimah binti al-Khaththab, yaitu adik Umar bin al-Khaththab. Keislaman mereka berdua itu terjadi pada awal munculnya Islam, sebelum masuknya Rasulullah ﷺ ke dalam rumah Arqam bin Abi Arqam (Daarul Arqam). Dia termasuk orang yang sangat menjunjung tinggi adab Islam. Sebelum dia masuk Islam dia mengikuti agama ayahnya, Zaid bin Amr bin Nufail, yang mengikuti agama Nabi Ibrahim.
Pada masa Dinasti Bani Umayyah, Sa’id bin Zaid menangisi sahabat-sahabat Nabi yang telah meninggal sebelumnya. Tinggalah dia seorang diri menyaksikan terjadinya fitnah (kerusuhan) dan menyaksikan bagaimana kehidupan dunia dengan segala macam perhiasannya telah masuk ke dalam hati kaum muslimin, maka Sa’id pun lebih memilih untuk kembali ke Madinah dan tinggal di sana. Pada waktu itu yang menjadi gubernur di Madinah adalah Marwan bin Hakam bin ‘Ash.
Sa'id bin Zaid radhiyallahu 'anhu wafat pada masa kekhalifahan Mu'awiyah bin Abi Sufyan, tepatnya pada tahun ke-50 Hijriyah. Dia dikuburkan oleh Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu dan ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhu.
9. Abdurrahman bin Auf radhiyallahu 'anhu
Abdurrahman bin Auf radhiyallahu 'anhu lahir 10 tahun setelah Tahun Gajah adalah salah seorang dari sahabat Nabi Muhammad ﷺ yang terkenal. Ia adalah salah seorang dari delapan orang pertama (As-Sabiqunal Awwalun) yang menerima agama Islam, yaitu dua hari setelah Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu 'anhu.
Nama lengkapnya adalah Abdurrahman bin Auf bin Abdul Harits bin Zuhrah bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luayyi al-Quraisy az-Zuhri. Adapun ibunya bernama Asy-Syifa’ yang mana ia juga jalur keturunan dari Zahrah bin Kilab. Ia juga memeluk agama Islam dan ikut hijrah bersama kaum muslimin lainnya.
Abdurrahman bin Auf radhiyallahu 'anhu terkenal karena kekayaannya yang luar biasa. Setiap perniagaan yang beliau lakukan, menghasilkan keuntungan yang amat besar. Jika kita konversikan dengan nilai Rupiah saat ini, infak yang beliau keluarkan semasa hidup saja jumlahnya sudah sangat dahsyat.
Imam Abdullah bin Mubarak, Ath-Thabarani, Abu Nu’aim al-Ashbahani dan Ibnu ‘Asakir meriwayatkan dari Ulama besar hadits dan sejarah, Imam Muhammad bin Muslim bin Syihab az-Zuhri yang berkata:
“Abdurrahman bin Auf radhiyallahu ‘anhu bersedekah pada masa hidup Rasulullah ﷺ sebanyak setengah hartanya yaitu 4000 dinar. Sepeninggal beliau, Abdurrahman bin Auf radhiyallahu ‘anhu menyedekahkan 40.000 dinar (setara dengan 17 kilogram emas), membiayai perbekalan perang di jalan Allah sebanyak 500 ekor kuda dan kemudian membiayai perbekalan perang di jalan Allah sebanyak 500 ekor unta. Mayoritas kekayaan berasal dari dunia perdagangan.” (Adz-Dzahabi, Siyar A’lam An-Nubala’, 1/81)
Abdurrahmana bin Auf radhiyallahu 'anhu adalah salah satu sahabat Nabi yang memiliki kedudukan yang tinggi dalam perang. Nabi ﷺ pernah memilihnya untuk memimpin 700 pasukan menuju “Daumatil Jandal” pada tahun ke-6 Hijriyah.
Sesampainya di tempat tujuan, beliau lalu mengajak kepada penduduknya untuk memeluk agama Islam (sebanyak tigak kali), namun mereka menolak. Akhirnya, melakukan serangan yang akhirnya memperoleh kemenangan. Adapun pimpinan dari kaum tersebut, Al-Ashbagh bin Amrin al-Kulayyi, yang beragama Nasrani akhirnya menyerahkan diri dan masuk Islam.
Dan setelah mengabarkan kemenangannya pada Nabi ﷺ, ia pun akhirnya diperintahkan untuk menikah dengan Tumadlir binti Ashbagh yang kemudian dikaruniai seorang putra bernama Abu Salamah bin Abdurrahman.
Peristiwa yang juga tercatat dalam sejarah adalah pada saat Perang Tabuk sewaktu kaum muslimin sudah sampai antara Al-Hijr dan Tabuk dan hendak melaksanakn shalat subuh, namun karena waktu itu Nabi ﷺ belum hadir karena mencari wudhu, sedang waktu sudah akan beranjak pagi, hingga akhirnya kaum muslimin mempersilahkan Abdurrahman bin Auf untuk memimpin shalat. Akan tetapi, di tengah mengerjakan shalat Nabi ﷺ akhirnya datang dan ikut shalat pada raka'at terakhir. Setelah salam selesai, Nabi ﷺ kemudian melanjutkan shalatnya. Setelah selesai shalat, Nabi lalu berbalik ke ummat dan bersabda : "Sungguh kamu semua memperoleh kebenaran dan kebaikan." Ya, karena mereka memilih mengerjakan shalat tepat waktu.
Setelah itu Nabi juga bersabda mengenai Abdurrahman bin Auf, bahwa “Tiada dicabut (ruh) seorang Nabi sehingga ia shalat di belakang seorang lelaki yang shaleh dari umatnya."
Menjelang wafatnya, Ia meminta dikuburkan disamping Utsman bin Madz’un radhiyallahu 'anhu. Ummul Mu’minin 'Aisyah ingin memberinya kemuliaan khusus yang tidak diberikannya kepada orang lain, maka diusulkannya kepadanya sewaktu ia masih terbaring di ranjang menuju kematian, agar Abdurrahman bersedia dikuburkan di perkarangan rumahnya berdekatan dengan Rasulullah ﷺ, Abu Bakar dan Umar. Akan tetapi Abdurrahman memang seorang Muslim yang telah dididik Islam dengan sebaik-baiknya, ia merasa malu diangkat dirinya pada kedudukan tersebut. Pada tahun 32 Hijriyah, dalam umur 75 tahun, Abdurrahman bin Auf radhiyallahu 'anhu wafat.
10. Abu Ubaidah bin al-Jarrah radhiyallahu 'anhu
Nama lengkapnya adalah Amir bin Abdullah bin al-Jarrah bin Hilal al-Fahry al-Qursy, biasanya dipanggil dengan sebutan Abu Ubaidah. Dia adalah salah satu sahabat Rasulullah ﷺ yang berasal dari kaum Quraisy. Lahir di Makkah dari sebuah keluarga yang terhormat.
Abu Ubaidah bin al-Jarrah radhiyallahu 'anhu adalah Muhajirin dari kaum Quraisy Mekkah yang termasuk paling awal memeluk agama Islam. Ia ikut berhijrah ke Habasyah dan kemudian, Ia hijrah ke Madinah. Ia mengikuti setiap pertempuran dalam membela Islam. Setelah wafatnya Nabi Muhammad ﷺ, ia merupakan salah satu calon khalifah bersama dengan Abu Bakar dan Umar bin al-Khaththab.
Abu Ubaidah bin al-Jarrah radhiyallahu 'anhu memiliki beberapa keutamaan dalam Islam, di antaranya adalah apa yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,
إِنَّ لَكُمْ أُمَّةً أَمِيْنًا، وَإِنَّ أَمِيْنَ هذِهِ اْلأُمَّةِ أَبُوْ عُبَيْدَةَ بْنُ اْلجَرَّاحِ
“Sesungguhnya setiap umat memiliki orang kepercayaan, dan orang kepercayaan umat ini adalah Abu Ubaidah bin al-Jarrah."
Setelah terpilihnya Abu Bakar radhiyallahu 'anhu sebagai khalifah, ia ditunjuk untuk menjadi panglima perang memimpin pasukan Muslim untuk berperang melawan Kekaisaran Romawi.
Pada masa kekhalifahan Umar bin al-Khaththab radhiyallahu 'anhu, Abu Ubaidah diangkat menjadi gubernur Syam. Ketika di negeri Syam sedang terjangkit wabah penyakit, Umar bin al-Khaththab mengirim surat untuk memanggil Abu Ubaidah untuk kembali ke Madinah. Namun Abu Ubaidah menolak dan tetap tinggal di Syam.
Akhirnya Abu Ubaidah radhiyallahu 'anhu meninggal karena wabah penyakit tersebut dan beliau dimakamkan di Syam.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala meridhai mereka semua.
Wallahu a'lam bish-shawab
**
وَالسَّابِقُونَ
الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ
اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ
وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ
فِيهَا أَبَدًا ۚ ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
"Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar". (QS. At-Taubah : 100)