✅ Muhasabah
"Engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, jika engkau tidak dapat melihat-Nya maka sesungguhnya Ia melihatmu" (HR. Muslim)
Allah berfirman:
" يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. 59: 18)
Umar bin Khaththab radhiyallahu 'anhu pernah berkata, "Hisablah dirimu sebelum kamu dihisab dan timbanglah ia sebelum kamu ditimbang."
Al-Hasan al-Bashri mengatakan, seorang mukmin bertanggungjawab terhadap dirinya, ia menghisabnya karena Allah. Sesungguhnya proses hisab (di akhirat) menjadi ringan bagi orang-orang yang telah menghisab diri mereka di dunia dan proses hisab itu menjadi berat bagi orang-orang yang mengambil perkara ini tanpa muhasabah.
Oleh karena itu seorang mukmin hendaknya melakukan muhasabah dengan menghisab amal-amal perbuatannya, apakah ia layak mendapatkan 'hadiah' dari Allah kelak atau sebaliknya.
✅ Mujahadah
Mujahadah adalah proses melaksanakan ibadah dengan sungguh-sungguh. Benar-benar mengharap kasih sayang-Nya dengan upaya yang optimal. Berupaya dengan sekuat tenaga mempersembahkan ibadah terbaik kepada-Nya.
Salah seorang sahabat dari Ali radhiyallahu 'anhu meriwayatkan, "Aku pernah shalat subuh di belakang Ali ra. Ketika salam ia menoleh ke kanannya dan tampak bersedih. Lalu ia berdiam hingga matahari terbit kemudian membalikkan tangannya seraya berkata, 'Demi Allah, dahulu aku tidak melihat sesuatu yang menyerupai mereka. Dahulu mereka di waktu pagi kusut, berdebu, dan pucat pasi. Mereka mengisi malam hari dengan sujud dan berdiri karena Allah. Mereka membaca kitab Allah sambil bergantian pijakan kaki dan jidat mereka. Apabila menyebut Allah, mereka bergetar seperti pohon bergetar di hari banyak angin. Mata mereka bercucuran air mata sehingga membasahi baju mereka. Tetapi seakan-akan orang sekarang melewati malam mereka dengan lalai."
✅ Mu'ahadah
Mu’ahadah adalah mengingat perjanjian dengan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Sebelum manusia lahir ke dunia, masih berada pada alam ghaib, yaitu di alam arwah, Allah telah membuat “kontrak” tauhid dengan ruh.
Kontrak tauhid ini terjadi ketika manusia masih dalam keadaan ruh belum berupa materi (badan jasmani). Karena itu, logis sekali jika manusia tidak pernah merasa membuat kontrak tauhid tersebut.
Mu’ahadah konkritnya diikrarkan oleh manusia mukmin kepada Allah setelah kelahirannya ke dunia, berupa ikrar janji kepada Allah. Wujudnya terefleksi minimal 17 kali dalam sehari dan semalam, bagi yang menunaikan shalat wajib, sebagaimana tertera di dalam surat Al-Fatihah ayat 5 yang berbunyi: “Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in”. Artinya, engkau semata wahai Allah yang kami sembah, dan engkau semata pula tempat kami menyandarkan permohonan dan permintaan pertolongan.
Ikrar janji ini mengandung ketinggian dan kemantapan aqidah. Mengakui tidak ada lain yang berhak disembah dan dimintai pertolongan, kecuali hanya Allah semata.
Tidak ada satupun bentuk ibadah dan isti’anah (permintaan pertolongan) yang boleh dialamatkan kepada selain Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Mu’ahadah yang lain adalah ikrar manusia ketika mengucapkan kalimat “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanya kuperuntukkan (ku-abdikan) bagi Allah Subhanahu wa Ta'ala, Tuhan semesta alam.”
✅ Muroqobah
Untuk memahami keutamaan muroqobah, Malaikat Jibril pernah bertanya kepada Rasulullah ﷺ mengenai ihsan, lalu Rasulullah menjawab, ihsan adalah
ان تعبد الله كانك تراه فان لم تكن تراه فانه يراك
"Engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, jika engkau tidak dapat melihat-Nya maka sesungguhnya Ia melihatmu" (HR. Muslim)
Manusia dalam segala ihwal keadaannya tidak lepas dari gerak dan diam. Maka hendaknya ia merasakan pengawasan Allah (muroqobatullah) terhadap dirinya dalam segala hal dengan niat, perbuatan baik, serta menjaga adab.
Dalam keseharian, seorang hamba tidak terlepas dari 3 keadaan, yaitu dalam ketaatan, dalam kemaksiatan, dan dalam hal yang mubah. Muroqobah dalam ketaatan adalah dengan ikhlas, menyempurnakannya, menjaga adab dan memeliharanya dari berbagai cacat. Jika melakukan kemaksiatan, maka muroqobahnya adalah dengan bertaubat, menyesal, meninggalkan kemaksiatan tersebut, merasa malu dan sibuk melakukan tafakkur. Dan jika berada dalam hal yang mubah, maka muroqobahnya dengan menjaga adab dan mensyukuri pemberi nikmat tersebut.
✅ Mu'aqobah
Mu'aqobah adalah menghukum.diri atas segala kelalainnya.
Mu'aqobah penting dilakukan agar orientasi diri dalam hal keikhlasan beribadah kepada Allah. Seperti sahabat Abu Thalhah, ketika kekhusyuannya terganggu oleh seekor burung di kebunnya saat shalat, maka ia menyedekahkan kebun itu sebagai penebus ketidakkhusyuannya. Demikian.juga Umar, memukul kedua kakinya dengan cemeti setiap malam, lalu berkata, " Apa yang telah engkau perbuat hari ini?"
Mari kita berdo'a kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala agar kita selalu dalam naungan-Nya untuk bisa melaksanakan tahap demi tahapnya untuk menjadi hamba yang terbaik bagi-Nya. Aamiin.
وَاللّهُ أعلَم بِالصَّوَاب