1. Yang paling memahami Al-Qur'an adalah Nabi Muhammad ﷺ.
"Katakanlah (wahai Nabi Muhammad), "Jikalau engkau mencintai Allah, maka ikutilah aku (Nabi Muhammad)." (QS. Ali Imran ayat 31).
2. Yang paling memahami Nabi Muhammad ﷺ adalah para Sahabat.
"Pegang teguhlah kepada Sunnahku dan Sunnah Khulafaur Rasyidin." (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad, Ibnu Hibban dan Al-Hakim).
3. Yang paling paham tentang Sahabat adalah Ulama Tabi'in dan Tabi'ut Tabi'in.
"Sebaik-baik manusia adalah masaku, kemudian masa sesudah mereka, kemudian masa sesudah mereka." (HR. Bukhari Muslim).
Imam an-Nawawi menjelaskan:
"Maksud dari urutan yang disabdakan Nabi ﷺ (setelah masa Nabi) adalah, pertama masa Sahabat, kedua masa Tabi'in, dan ketiga adalah masa Tabi'ut Tabi'in". (Syarh Shahih Muslim/XVI:85).
Konklusinya, Nabi ﷺ mengharuskan kita untuk belajar ilmu agama (Islam) melalui "RANTAI/SANAD KEILMUAN", bukan langsung ke Al-Qur'an ataupun Al-Hadits. Makanya sekelas Imam Bukhari dan Imam Muslim saja adalah ulama yang BERMADZHAB. Sekelas Imam ath-Thabari dan Ibn Katsir pun seorang ulama yang BERMADZHAB.
Bahasa sederhananya, orang yang dianuti dalam ke-Islamannya harus jelas mata rantai/sanad keilmuannya. Sanad ini adalah bentuk dari adab/tata krama. Tanpa sanad sama halnya maling/mencuri, karena mengambil sesuatu tidak lewat pintu. Menjadi jelas bahwa "asy-Syaraf bil adab, la binnasab" (mulia itu dengan adab, bukan sekadar nasab). Dan memiliki sanad keguruan yang jelas bukanlah untuk sombong-sombongan melainkan pertanggungjawaban.
#Nahdlatululama #alanu
قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي
"Katakanlah (wahai Nabi Muhammad), "Jikalau engkau mencintai Allah, maka ikutilah aku (Nabi Muhammad)." (QS. Ali Imran ayat 31).
2. Yang paling memahami Nabi Muhammad ﷺ adalah para Sahabat.
عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ
"Pegang teguhlah kepada Sunnahku dan Sunnah Khulafaur Rasyidin." (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad, Ibnu Hibban dan Al-Hakim).
3. Yang paling paham tentang Sahabat adalah Ulama Tabi'in dan Tabi'ut Tabi'in.
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ
"Sebaik-baik manusia adalah masaku, kemudian masa sesudah mereka, kemudian masa sesudah mereka." (HR. Bukhari Muslim).
Imam an-Nawawi menjelaskan:
الصَّحِيحُ أَنَّ قَرْنَهُ ﷺ : الصَّحَابَةُ ، وَالثَّانِي : التَّابِعُونَ ، وَالثَّالِثُ : تَابِعُوهُمْ
"Maksud dari urutan yang disabdakan Nabi ﷺ (setelah masa Nabi) adalah, pertama masa Sahabat, kedua masa Tabi'in, dan ketiga adalah masa Tabi'ut Tabi'in". (Syarh Shahih Muslim/XVI:85).
Konklusinya, Nabi ﷺ mengharuskan kita untuk belajar ilmu agama (Islam) melalui "RANTAI/SANAD KEILMUAN", bukan langsung ke Al-Qur'an ataupun Al-Hadits. Makanya sekelas Imam Bukhari dan Imam Muslim saja adalah ulama yang BERMADZHAB. Sekelas Imam ath-Thabari dan Ibn Katsir pun seorang ulama yang BERMADZHAB.
Bahasa sederhananya, orang yang dianuti dalam ke-Islamannya harus jelas mata rantai/sanad keilmuannya. Sanad ini adalah bentuk dari adab/tata krama. Tanpa sanad sama halnya maling/mencuri, karena mengambil sesuatu tidak lewat pintu. Menjadi jelas bahwa "asy-Syaraf bil adab, la binnasab" (mulia itu dengan adab, bukan sekadar nasab). Dan memiliki sanad keguruan yang jelas bukanlah untuk sombong-sombongan melainkan pertanggungjawaban.
آللهم صل على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه وسلم