Pada suatu saat ketika Rasulullah ﷺ sedang berthawaf di Ka'bah, seorang lelaki bernama Fudhalah bin Umair bermaksud hendak membunuh Baginda ﷺ. Dia menyelinap dalam rombongan orang-orang yang berthawaf dan mendekati Rasulullah ﷺ.
Saat itu dia sudah berada dekat di samping Rasulullah ﷺ dan mempunyai peluang untuk membunuh Baginda. Tiba-tiba dia terkejut saat Rasulullah ﷺ memandangnya.
Kemudian Rasulullah ﷺ menoleh kepadanya saat ia sedang berthawaf, Baginda ﷺ bertanya “Wahai Fudhalah, apa yang engkau bicarakan di dalam hatimu?”
Fudhalah menjawab, “Wahai Rasulullah saya berthawaf. Saya mengingati Allah.”
Lalu Rasulullah ﷺ diam dan meneruskan thawafnya. Fudhalah mengikuti Baginda lagi untuk kedua kalinya dan berjalan dengan thawaf di belakang Rasulullah ﷺ.
Tidak selang beberapa lama, Rasulullah ﷺ menoleh lagi kepadanya dan berkata “Apa yang engkau bicarakan di dalam hatimu?”
Bagaimanakah wajah Rasulullah ﷺ memandang kepada lelaki itu (Fudhalah).
Termasuk dalam budi pekerti Baginda ﷺ bahwasanya Baginda ﷺ tidak pernah menyembunyikan senyumannya kepada siapapun.
Seseorang lelaki yang penuh dengan kebencian dan ingin membunuh Rasulullah, tetapi dibalas Rasulullah dengan menoleh kepadanya dan memandangnya dengan tersenyum.
Saat pertama kali, memandangnya dengan tersenyum. Saat kedua, memandangnya dengan tersenyum kepadanya.
Kali ketiga Rasulullah ﷺ menoleh kepadanya dan berkata, “Wahai Fudhalah, apa yang engkau bicarakan dengan hatimu?”
Fudhalah menjawab, “Wahai Rasulullah, aku mengingat Allah.” Kemudian Baginda ﷺ menoleh kepadanya. Disebutkan dalam budi pekerti Rasulullah ﷺ bahwa kalau Baginda menoleh artinya Baginda ﷺ menoleh dengan seluruh badannya.
Rasulullah ﷺ menoleh kepadanya dan meletakkan tangan Baginda ﷺ yang amat mulia di dada Fudhalah. Dada yang penuh kebencian dan kemarahan.
Fudhalah menyembunyikan pisau di badannya. Begitu Rasulullah ﷺ menaruh tangannya (yang amat mulia) di dadanya.
Fudhalah berkata, “Demi Allah, saat Baginda ﷺ meletakkan tangannya (yang amat mulia) di dadaku, tidak seorang pun di muka bumi ini yang aku paling benci melebihi dirinya. Namun setelah Baginda ﷺ mengangkat tangannya (yang amat mulia) dari dadaku, tidak ada seorang pun di muka bumi ini yang paling aku cintai melebihi dirinya Nabi ﷺ.
Kita banyak menjumpai orang-orang yang mewarisi karakter Fudhalah. Mereka ada di tengah-tengah masyarakat di mana kalian hidup di sana. Akan tetapi dada-dada mereka terlalu sangat memerlukan orang-orang yang mewarisi pribadi Rasulullah ﷺ untuk menghilangkan sifat-sifat jelek dari dada-dada mereka yang penuh dengan kebencian. Mereka yang mewarisi karakter Fudhalah menunggu kalian yang bisa mewarisi karakter Rasulullah ﷺ.
(Disampaikan Al-Habib Ali al-Jufri) -via Abu Nawas Majdzub-
Saat itu dia sudah berada dekat di samping Rasulullah ﷺ dan mempunyai peluang untuk membunuh Baginda. Tiba-tiba dia terkejut saat Rasulullah ﷺ memandangnya.
Kemudian Rasulullah ﷺ menoleh kepadanya saat ia sedang berthawaf, Baginda ﷺ bertanya “Wahai Fudhalah, apa yang engkau bicarakan di dalam hatimu?”
Fudhalah menjawab, “Wahai Rasulullah saya berthawaf. Saya mengingati Allah.”
Lalu Rasulullah ﷺ diam dan meneruskan thawafnya. Fudhalah mengikuti Baginda lagi untuk kedua kalinya dan berjalan dengan thawaf di belakang Rasulullah ﷺ.
Tidak selang beberapa lama, Rasulullah ﷺ menoleh lagi kepadanya dan berkata “Apa yang engkau bicarakan di dalam hatimu?”
Bagaimanakah wajah Rasulullah ﷺ memandang kepada lelaki itu (Fudhalah).
Termasuk dalam budi pekerti Baginda ﷺ bahwasanya Baginda ﷺ tidak pernah menyembunyikan senyumannya kepada siapapun.
Seseorang lelaki yang penuh dengan kebencian dan ingin membunuh Rasulullah, tetapi dibalas Rasulullah dengan menoleh kepadanya dan memandangnya dengan tersenyum.
Saat pertama kali, memandangnya dengan tersenyum. Saat kedua, memandangnya dengan tersenyum kepadanya.
Kali ketiga Rasulullah ﷺ menoleh kepadanya dan berkata, “Wahai Fudhalah, apa yang engkau bicarakan dengan hatimu?”
Fudhalah menjawab, “Wahai Rasulullah, aku mengingat Allah.” Kemudian Baginda ﷺ menoleh kepadanya. Disebutkan dalam budi pekerti Rasulullah ﷺ bahwa kalau Baginda menoleh artinya Baginda ﷺ menoleh dengan seluruh badannya.
Rasulullah ﷺ menoleh kepadanya dan meletakkan tangan Baginda ﷺ yang amat mulia di dada Fudhalah. Dada yang penuh kebencian dan kemarahan.
Fudhalah menyembunyikan pisau di badannya. Begitu Rasulullah ﷺ menaruh tangannya (yang amat mulia) di dadanya.
Fudhalah berkata, “Demi Allah, saat Baginda ﷺ meletakkan tangannya (yang amat mulia) di dadaku, tidak seorang pun di muka bumi ini yang aku paling benci melebihi dirinya. Namun setelah Baginda ﷺ mengangkat tangannya (yang amat mulia) dari dadaku, tidak ada seorang pun di muka bumi ini yang paling aku cintai melebihi dirinya Nabi ﷺ.
Kita banyak menjumpai orang-orang yang mewarisi karakter Fudhalah. Mereka ada di tengah-tengah masyarakat di mana kalian hidup di sana. Akan tetapi dada-dada mereka terlalu sangat memerlukan orang-orang yang mewarisi pribadi Rasulullah ﷺ untuk menghilangkan sifat-sifat jelek dari dada-dada mereka yang penuh dengan kebencian. Mereka yang mewarisi karakter Fudhalah menunggu kalian yang bisa mewarisi karakter Rasulullah ﷺ.
(Disampaikan Al-Habib Ali al-Jufri) -via Abu Nawas Majdzub-