Al-Faqih al-‘Arif billah al-‘Allamah as-Sayyid al-Habib Zain bin Ibrahim bin Sumaith hafidzahullahu ta’ala, menuturkan di dalam kitabnya, Manhajus Sawiy Syarah Ushul Thariqah As Saadatu Aali Ba’alawi, (Thariqah 'Alawiyah) dalam bab Keutamaan Ilmu...
Berkata sebagian Ulama’ Salaf,
"Sebaik-baiknya anugerah adalah akal, dan seburuk-buruknya musibah adalah kebodohan.”
Sebagian lagi berkata :
“Belajarlah! Karena tak seorang pun yang terlahir sebagai ulama’ dan tidaklah sama orang yang berilmu dengan orang yang bodoh."
Sesungguhnya pembesar suatu kaum yang tidak berilmu itu nampak kecil apabila berada padanya suatu kumpulan.
Berkata Sahl bin Abdillah at-Tustari rahimahullah : "Tiada kemaksiatan yang lebih besar daripada kebodohan”, beliau ditanya, ”Wahai Abu Muhammad, adakah engkau mengetahui perkara yang lebih dahsyat daripada kebodohan?”, beliau menjawab “Ada!!, Yaitu bodoh dengan kebodohan (sudah bodoh ditambah tidak mengetahui bahwa dirinya bodoh)”.
Hal senada diungkapkan oleh Al-Imam al-Ghazali, sebab bodoh dengan kebodohan akan menutup pintu belajar secara menyeluruh, dan orang yang merasa dirinya sudah berilmu akan enggan untuk belajar lagi.
Berkata Imam Khalil bin Ahmad rahimahullah, manusia itu ada empat jenis :
1. Orang yang mengetahui dan dia tahu bahwa dirinya mengetahui. Orang jenis ini adalah orang berilmu, maka ikutilah dia.
2. Orang yang mengetahui, akan tetapi dia tidak tahu bahwa dirinya mengetahui. Orang jenis ini adalah orang yang lalai, maka bangunkanlah dia.
3. Orang yang tidak mengetahui akan tetapi dia tahu bahwa dirinya tidak mengetahui. Orang jenis ini adalah orang yang butuh petunjuk, oleh karena itu berilah ia petunjuk.
4. Orang yang tidak mengetahui dan dia tidak tahu bahwa dirinya tidak mengetahui. Orang jenis ini adalah orang bodoh, bodohnya bertingkat-tingkat, maka tolaklah dia.
Berkata Al-Imam Abdullah bin Alawi al-Haddad, dalam kitabnya, Risalah Al-Mu’awanah :
“Ketahuilah bahwasanya seseorang yang beribadah kepada Allah tanpa dibekali dengan ilmu, niscaya kemudharatan yang diperoleh lebih banyak daripada manfaatnya. Dan kemudharatannya akan kembali menimpa dirinya disebabkan oleh ibadah yang diperoleh dari kejahilan. Betapa banyak orang beribadah, memayahkan diri dalam beribadah, padahal yang dia lakukan adalah menetapi perbuatan maksiat. Dia mengira apa yang dilakukannya adalah perbuatan taat, atau perbuatan yang bukan maksiat, padahal sebenarnya itu adalah perbuatan maksiat.”
Syaikh al-‘Arif Billah Muhammad Ibnu ‘Arabi bercerita dalam kitab Al-Futuhaat dalam bab Wasiat :
Beliau menceritakan tentang seorang laki-laki dari kebangsaan Maroko. Lak-laki tersebut sangat rajin dan bersungguh-sungguh dalam beribadah. Suatu ketika dia membeli keledai betina, keledai itu tidak pernah dipekerjakannya sama sekali, melainkan digaulinya seperti seorang budak belian. Kemudian ditanya kenapa dia tidak pernah mempekerjakan keledai betina itu, malah justeru digaulinya, dia menjawab, aku tidak mempergauli keledai betina ini melainkan demi untuk menjaga kemaluanku dari berbuat zina. Ternyata dia tidak tahu bahwa menggauli binatang adalah diharamkan, ketika diberitahu bahwa itu haram dan sama dosanya dengan berbuat zina, maka laki-laki ahli ibadah itu menangis sejadi-jadinya.
Orang yang tidak belajar ilmu niscaya tidak akan bisa melaksanakan hukum-hukum ibadah serta tak akan mampu melaksanakan hak-hak ibadah. Seandainya seseorang beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagaimana ibadahnya para malaikat yang ada di langit namun tanpa dibekali oleh ilmu, niscaya dia termasuk daripada orang-orang yang merugi.
Oleh karena itu singsingkan lengan baju dengan bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu. Kesampingkan rasa malas dan bosan. Jika tidak, maka dikhawatirkan berada dalam kesesatan, sebab kebodohan adalah perkara yang paling buruk.
Berkata Al-Imam Ali bin Muhammad al-Habsyi, nafa’allahu bihi :
“Hilangnya waktuku membuatku sedih dan susah. Bagaimana mungkin, seorang yang punya waktu membiarkan ilmu begitu saja. Sungguh aku heran pada orang yang memilih kebodohan sementara Tuhannya menyediakan anugrah kepahaman."
Wallahu a’lam wa ahkam.
(Sumber: Kitab Manhajus Sawiy dalam bab Ilmu dan Tercelanya Kebodohan)
Berkata sebagian Ulama’ Salaf,
خير المواهب العقل وشر المصائب الجهل
"Sebaik-baiknya anugerah adalah akal, dan seburuk-buruknya musibah adalah kebodohan.”
Sebagian lagi berkata :
تعلم فليس المرء يولد عالما … وليس أخو علم كمن هو جاهل وان كبير القوم لا علم عنده .. صغير إذا التفت عليه المحافل
“Belajarlah! Karena tak seorang pun yang terlahir sebagai ulama’ dan tidaklah sama orang yang berilmu dengan orang yang bodoh."
Sesungguhnya pembesar suatu kaum yang tidak berilmu itu nampak kecil apabila berada padanya suatu kumpulan.
Berkata Sahl bin Abdillah at-Tustari rahimahullah : "Tiada kemaksiatan yang lebih besar daripada kebodohan”, beliau ditanya, ”Wahai Abu Muhammad, adakah engkau mengetahui perkara yang lebih dahsyat daripada kebodohan?”, beliau menjawab “Ada!!, Yaitu bodoh dengan kebodohan (sudah bodoh ditambah tidak mengetahui bahwa dirinya bodoh)”.
Hal senada diungkapkan oleh Al-Imam al-Ghazali, sebab bodoh dengan kebodohan akan menutup pintu belajar secara menyeluruh, dan orang yang merasa dirinya sudah berilmu akan enggan untuk belajar lagi.
Berkata Imam Khalil bin Ahmad rahimahullah, manusia itu ada empat jenis :
1. Orang yang mengetahui dan dia tahu bahwa dirinya mengetahui. Orang jenis ini adalah orang berilmu, maka ikutilah dia.
2. Orang yang mengetahui, akan tetapi dia tidak tahu bahwa dirinya mengetahui. Orang jenis ini adalah orang yang lalai, maka bangunkanlah dia.
3. Orang yang tidak mengetahui akan tetapi dia tahu bahwa dirinya tidak mengetahui. Orang jenis ini adalah orang yang butuh petunjuk, oleh karena itu berilah ia petunjuk.
4. Orang yang tidak mengetahui dan dia tidak tahu bahwa dirinya tidak mengetahui. Orang jenis ini adalah orang bodoh, bodohnya bertingkat-tingkat, maka tolaklah dia.
Berkata Al-Imam Abdullah bin Alawi al-Haddad, dalam kitabnya, Risalah Al-Mu’awanah :
“Ketahuilah bahwasanya seseorang yang beribadah kepada Allah tanpa dibekali dengan ilmu, niscaya kemudharatan yang diperoleh lebih banyak daripada manfaatnya. Dan kemudharatannya akan kembali menimpa dirinya disebabkan oleh ibadah yang diperoleh dari kejahilan. Betapa banyak orang beribadah, memayahkan diri dalam beribadah, padahal yang dia lakukan adalah menetapi perbuatan maksiat. Dia mengira apa yang dilakukannya adalah perbuatan taat, atau perbuatan yang bukan maksiat, padahal sebenarnya itu adalah perbuatan maksiat.”
Syaikh al-‘Arif Billah Muhammad Ibnu ‘Arabi bercerita dalam kitab Al-Futuhaat dalam bab Wasiat :
Beliau menceritakan tentang seorang laki-laki dari kebangsaan Maroko. Lak-laki tersebut sangat rajin dan bersungguh-sungguh dalam beribadah. Suatu ketika dia membeli keledai betina, keledai itu tidak pernah dipekerjakannya sama sekali, melainkan digaulinya seperti seorang budak belian. Kemudian ditanya kenapa dia tidak pernah mempekerjakan keledai betina itu, malah justeru digaulinya, dia menjawab, aku tidak mempergauli keledai betina ini melainkan demi untuk menjaga kemaluanku dari berbuat zina. Ternyata dia tidak tahu bahwa menggauli binatang adalah diharamkan, ketika diberitahu bahwa itu haram dan sama dosanya dengan berbuat zina, maka laki-laki ahli ibadah itu menangis sejadi-jadinya.
Orang yang tidak belajar ilmu niscaya tidak akan bisa melaksanakan hukum-hukum ibadah serta tak akan mampu melaksanakan hak-hak ibadah. Seandainya seseorang beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagaimana ibadahnya para malaikat yang ada di langit namun tanpa dibekali oleh ilmu, niscaya dia termasuk daripada orang-orang yang merugi.
Oleh karena itu singsingkan lengan baju dengan bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu. Kesampingkan rasa malas dan bosan. Jika tidak, maka dikhawatirkan berada dalam kesesatan, sebab kebodohan adalah perkara yang paling buruk.
Berkata Al-Imam Ali bin Muhammad al-Habsyi, nafa’allahu bihi :
تنكر وقتي أورث الخزن والهما … وكيف وأهل الوقت قد أهملوا العلما عجبت لمن بالجهل يرضى وربه … أتاح له من فيض إفضاله فهما
“Hilangnya waktuku membuatku sedih dan susah. Bagaimana mungkin, seorang yang punya waktu membiarkan ilmu begitu saja. Sungguh aku heran pada orang yang memilih kebodohan sementara Tuhannya menyediakan anugrah kepahaman."
Wallahu a’lam wa ahkam.
(Sumber: Kitab Manhajus Sawiy dalam bab Ilmu dan Tercelanya Kebodohan)