(Kisah wafatnya Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha)
Dikatakan dalam sejarah bahwa Ummul Mukminin 'Aisyah radhiyallahu ‘anha wafat pada bulan Ramadhan tahun ke 58 Hijrah setelah menghadapi sakit kuat.
Sebelum itu Dzakwan bercerita bahwasanya Abdullah bin Abbas datang meminta izin kepada 'Aisyah, lalu aku datang, sementara di dekat kepala 'Aisyah ada putra saudaranya (keponakannya), yakni Abdullah bin Abdurrahman, lalu aku berkata; "Ada Ibnu Abbas meminta izin."
Abdullah, keponakannya, membisikkan kepadanya, ia berkata; "Ada Abdullah bin Abbas meminta izin."
Saat itu 'Aisyah hampir meninggal, lalu ia berkata; "Biarkan aku dari Ibnu Abbas." Abdullah (keponakannya) berkata; "Wahai Bunda, sesungguhnya Ibnu Abbas termasuk anak-anakmu yang shalih, biarkanlah dia mengucapkan salam kepadamu dan melepasmu." 'Aisyah berkata: "Berilah dia izin bila engkau mau."
Maka aku pun memasukkannya, tatkala Ibnu Abbas duduk, dia berkata; "Bergembiralah." 'Aisyah pun berkata; "Engkau juga." Ibnu Abbas berkata lagi; "Tidak ada (perbedaan) antara engkau dan perjumpaanmu kepada Muhammad ﷺ dan para kerabat, kecuali keluarnya ruh dari jasad. Engkaulah istri Rasulullah ﷺ yang paling dicintai oleh Rasulullah ﷺ dan Rasulullah ﷺ tidak mencintai kecuali yang baik. Ketika kalungmu terjatuh di malam hari di Abwa`, Rasulullah ﷺ tetap bertahan (di sana) hingga pagi hari masih di tempat, sedangkan orang-orang tidak mempunyai air, maka Allah menurunkan ayat: (Maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih)), itu adalah karena sebabmu. Dan tidaklah Allah 'Azza wa Jalla menurunkan rukhshah (keringanan) bagi umat ini (kecuali karena itu). Allah pun telah menurunkan kebebasanmu (dari tuduhan) dari atas tujuh langit, yang dibawakan oleh Ar-Ruh al-Amin (Jibril), sehingga tidak ada satu pun dari masjid-masjid Allah yang (di dalamnya) disebut nama Allah, kecuali (ayat itu) senantiasa dibaca di waktu malam dan di waktu siang."
Lalu 'Aisyah berkata; "Biarkan aku darimu wahai Ibnu Abbas, demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, aku ingin menjadi seseorang yang dilupakan." (Musnad Ahmad, no. 2366)
Sebelum wafat, 'Aisyah radhiyallahu ‘anha sempat mewasiatkan kepada Abdullah bin Az-Zubair radhiyallahu ‘anhuma supaya dirinya dimakamkan di perkuburan Baqi’ bersama kaum Muslimin yang lain.
Dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha bahwa ia berwasiat kepada 'Abdullah bin az-Zubair radhiyallahu 'anhuma: “Janganlah kamu mengubur aku bersama mereka (Nabi, Abu Bakar dan Umar), namun kuburkanlah aku bersama para isteri Nabi ﷺ di Baqi’ agar aku tidak dikeramatkan seorang pun selama-lamanya”. (Shahih Bukhari, no. 1304)
Dalam riwayat lain, Qais menceritakan bahwa 'Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah berwasiat:
“Sesungguhnya aku melakukan suatu kesalahan setelah wafatnya Rasulullah ﷺ. Maka kuburkanlah jasadku bersama isteri-isteri beliau yang lain.” (Riwayat Ibnu Sa’ad, vol. 8, hlm. 74)
Maksud ucapan 'Aisyah bahwa dia melakukan satu kesalahan adalah karena terlibat dalam Perang Jamal. 'Aisyah sangat menyesalinya walaupun niat asalnya ingin mencapai pendamaian antara kaum Muslimin setelah pembunuhan Khalifah Utsman bin Affan. Dia cuma berijtihad melakukan kebaikan, sebagaimana dilakukan oleh Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Al-Awwam dan sahabat-sahabat yang lain, semoga Allah meridhai mereka semuanya.
Ketika wafatnya 'Aisyah, Ummu Salamah radhiyallahu 'anha mengumumkan: “Demi Allah, dia adalah orang yang paling dicintai Rasulullah ﷺ, selain ayahnya."
Jenazah Ummul Mukminin 'Aisyah dishalatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dan kaum Muslimin selepas shalat Witir. Kemudian jenazah diiringi oleh Abdullah dan Urwah, anak Zubair bin al-Awwam, saudarinya, Asma’ binti Abu Bakar dan Al-Qasim serta Abdullah, anak saudaranya, Muhammad bin Abu Bakar. Jasadnya dimakamkan pada malam hari di Baqi’. (Al-Bidayah wan-Nihayah, jilid 8 m/s 137-141, Ibnu Katsir)
Semoga Allah meridhai Ummul Mukminin 'Aisyah, serta memberi balasan atas jasanya terhadap Islam dan kaum muslimin sebaik-baik balasan.
Wallahu a'lam bish-shawab
Dikatakan dalam sejarah bahwa Ummul Mukminin 'Aisyah radhiyallahu ‘anha wafat pada bulan Ramadhan tahun ke 58 Hijrah setelah menghadapi sakit kuat.
Sebelum itu Dzakwan bercerita bahwasanya Abdullah bin Abbas datang meminta izin kepada 'Aisyah, lalu aku datang, sementara di dekat kepala 'Aisyah ada putra saudaranya (keponakannya), yakni Abdullah bin Abdurrahman, lalu aku berkata; "Ada Ibnu Abbas meminta izin."
Abdullah, keponakannya, membisikkan kepadanya, ia berkata; "Ada Abdullah bin Abbas meminta izin."
Saat itu 'Aisyah hampir meninggal, lalu ia berkata; "Biarkan aku dari Ibnu Abbas." Abdullah (keponakannya) berkata; "Wahai Bunda, sesungguhnya Ibnu Abbas termasuk anak-anakmu yang shalih, biarkanlah dia mengucapkan salam kepadamu dan melepasmu." 'Aisyah berkata: "Berilah dia izin bila engkau mau."
Maka aku pun memasukkannya, tatkala Ibnu Abbas duduk, dia berkata; "Bergembiralah." 'Aisyah pun berkata; "Engkau juga." Ibnu Abbas berkata lagi; "Tidak ada (perbedaan) antara engkau dan perjumpaanmu kepada Muhammad ﷺ dan para kerabat, kecuali keluarnya ruh dari jasad. Engkaulah istri Rasulullah ﷺ yang paling dicintai oleh Rasulullah ﷺ dan Rasulullah ﷺ tidak mencintai kecuali yang baik. Ketika kalungmu terjatuh di malam hari di Abwa`, Rasulullah ﷺ tetap bertahan (di sana) hingga pagi hari masih di tempat, sedangkan orang-orang tidak mempunyai air, maka Allah menurunkan ayat: (Maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih)), itu adalah karena sebabmu. Dan tidaklah Allah 'Azza wa Jalla menurunkan rukhshah (keringanan) bagi umat ini (kecuali karena itu). Allah pun telah menurunkan kebebasanmu (dari tuduhan) dari atas tujuh langit, yang dibawakan oleh Ar-Ruh al-Amin (Jibril), sehingga tidak ada satu pun dari masjid-masjid Allah yang (di dalamnya) disebut nama Allah, kecuali (ayat itu) senantiasa dibaca di waktu malam dan di waktu siang."
Lalu 'Aisyah berkata; "Biarkan aku darimu wahai Ibnu Abbas, demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, aku ingin menjadi seseorang yang dilupakan." (Musnad Ahmad, no. 2366)
Sebelum wafat, 'Aisyah radhiyallahu ‘anha sempat mewasiatkan kepada Abdullah bin Az-Zubair radhiyallahu ‘anhuma supaya dirinya dimakamkan di perkuburan Baqi’ bersama kaum Muslimin yang lain.
عَنْ عَائِشَةَ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّهَا أَوْصَتْ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ الزُّبَيْرِ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا لَا تَدْفِنِّي مَعَهُمْ وَادْفِنِّي مَعَ
صَوَاحِبِي بِالْبَقِيعِ لَا أُزَكَّى بِهِ أَبَدًا
Dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha bahwa ia berwasiat kepada 'Abdullah bin az-Zubair radhiyallahu 'anhuma: “Janganlah kamu mengubur aku bersama mereka (Nabi, Abu Bakar dan Umar), namun kuburkanlah aku bersama para isteri Nabi ﷺ di Baqi’ agar aku tidak dikeramatkan seorang pun selama-lamanya”. (Shahih Bukhari, no. 1304)
Dalam riwayat lain, Qais menceritakan bahwa 'Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah berwasiat:
“Sesungguhnya aku melakukan suatu kesalahan setelah wafatnya Rasulullah ﷺ. Maka kuburkanlah jasadku bersama isteri-isteri beliau yang lain.” (Riwayat Ibnu Sa’ad, vol. 8, hlm. 74)
Maksud ucapan 'Aisyah bahwa dia melakukan satu kesalahan adalah karena terlibat dalam Perang Jamal. 'Aisyah sangat menyesalinya walaupun niat asalnya ingin mencapai pendamaian antara kaum Muslimin setelah pembunuhan Khalifah Utsman bin Affan. Dia cuma berijtihad melakukan kebaikan, sebagaimana dilakukan oleh Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Al-Awwam dan sahabat-sahabat yang lain, semoga Allah meridhai mereka semuanya.
Ketika wafatnya 'Aisyah, Ummu Salamah radhiyallahu 'anha mengumumkan: “Demi Allah, dia adalah orang yang paling dicintai Rasulullah ﷺ, selain ayahnya."
Jenazah Ummul Mukminin 'Aisyah dishalatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dan kaum Muslimin selepas shalat Witir. Kemudian jenazah diiringi oleh Abdullah dan Urwah, anak Zubair bin al-Awwam, saudarinya, Asma’ binti Abu Bakar dan Al-Qasim serta Abdullah, anak saudaranya, Muhammad bin Abu Bakar. Jasadnya dimakamkan pada malam hari di Baqi’. (Al-Bidayah wan-Nihayah, jilid 8 m/s 137-141, Ibnu Katsir)
Semoga Allah meridhai Ummul Mukminin 'Aisyah, serta memberi balasan atas jasanya terhadap Islam dan kaum muslimin sebaik-baik balasan.
Wallahu a'lam bish-shawab