Wudhu merupakan aktivitas yang dilakukan oleh orang untuk mensucikan diri dari hadats dan cara membersihkan najis kecil dengan menggunakan air yang dilakukan dalam agama Islam sebelum melakukan shalat. Wudhu biasanya dilakukan pada hendak melaksanakan shalat karena merupakan salah satu rukun shalat.
"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki"
Rasulullah ﷺ bersabda,
“Shalat salah seorang di antara kalian tidak akan diterima -ketika masih berhadats- sampai dia berwudhu.“ (HR. Abu Dawud no. 134, At Tirmidzi no. 37, Ibnu Majah no. 443, dan Ahmad no. 5/264).
Ar-Ribaath artinya menjaga perbatasan dari serangan musuh dan berjihad fii sabiilillah, yakni bahwa senantiasa menjaga kesucian dan menekuni ibadah seperti jihad fii sabiilillah.
Sama halnya dengan beberapa jenis shalat yaitu shalat wajib dan shalat sunnah. Hukum berwudhu terdapat dua jenis yaitu wudhu yang wajib dan sunnah:
1. Wajib
Melakukan wudhu merupakan hal yang wajib dilakukan oleh orang muslim sebelum melakukan kegiatan shalat, thawaf memutari Ka'bah dan sebelum memegang Kitab Suci Al-Qur'an. Hukum wajib berwudhu sebelum menyentuh Al-Qur'an sudah didaulat oleh empat madzhab Islam berdasarkan literature di dalam Al-Qur'an pada surat Al-Waqiah ayat 77-79, yang berbunyi:
“Sesungguhnya Al-Qur'an ini adalah bacaan yang sangat mulia, pada kitab yang telperihara (Lauhul Mahfuzh), tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan”.
Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu mengemukakan pendapat mengenai ayat tersebut dan telah ditafsirkan oleh Al-Hafidzt Ibnu Katsir. Ayat tersebut menurutnya merupakan “tidak ada yang dapat menyentuh Al-Qur'an yang ada di dalam Lauhul Mahfuzh kecuali mereka para malaikat yang telah disucikan”. Bukan berarti bahwa orang yang bisa menyentuh Al-Qur'an adalah orang yang telah terbebas dari berbegai hadast baik kecil maupun besar.
2. Sunnah
Wudhu juga digolongkan menjadi hal yang sunnah jika menjadi hal-hal berikut ini:
Dari Humran Maula (budak yang dimerdekakan) Utsman, bahwa Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu pernah meminta dibawakan air wudhu, ia pun berwudhu, membasuh kedua telapak tangannya tiga kali, lalu berkumur-kumur dan menghembuskan air dari hidung, dan membasuh mukanya tiga kali, kemudian membasuh tangan kanan sampai siku tiga kali, yang kiri juga seperti itu. Kemudian ia mengusap kepalanya, lalu membasuh kaki kanannya sampai mata kaki tiga kali, kaki kiri pun sama seperti itu. Setelah itu, ia berkata, “Aku melihat Rasulullah ﷺ berwudhu seperti wudhuku ini, kemudian Rasulullah ﷺ bersabda, “Barangsiapa yang berwudhu seperti wudhuku ini, lalu berdiri shalat dua raka’at dengan khusyu’, niscaya akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.”
Sebagaimana ibadah-ibadah lainnya wudhu juga memiliki beberapa rukun atau kefardhuan yang mesti dilakukan untuk mencapai keabsahannya. Dalam fikih madzhab Syafi’i ditetapkan ada enam hal yang menjadi rukun wudhu. Sebagaimana disebutkan Syeikh Salim bin Sumair al-Hadhrami dalam kitabnya, Safinatun Najah.
“Fardhu wudhu ada enam: (1) niat, (2) membasuh muka, (3) membasuh kedua tangan beserta kedua siku, (4) mengusap sebagian kepala, (5) membasuh kedua kaki beserta kedua mata kaki, dan (6) tertib,” (Lihat Salim bin Sumair al-Hadhrami, Safînatun Naja. Beirut, Darul Minhaj, 2009, hlm 18).
Keenam rukun tersebut dijelaskan oleh Syeikh Nawawi al-Bantani sebagai berikut.
1. Niat wudhu dilakukan secara berbarengan pada saat pertama kali membasuh bagian muka, baik yang pertama kali dibasuh itu bagian atas, tengah maupun bawah.
Bila orang yang berwudhu tidak memiliki suatu penyakit maka ia bisa berniat dengan salah satu dari tiga niat berikut:
a. Berniat menghilangkan hadats, bersuci dari hadats, atau bersuci untuk melakukan shalat.
b. Berniat untuk diperbolehkannya melakukan shalat atau ibadah lain yang tidak bisa dilakukan kecuali dalam keadaan suci.
c. Berniat melakukan fardhu wudhu, melakukan wudhu atau wudhu saja, meskipun yang berwudhu seorang anak kecil atau orang yang memperbarui wudhunya.
Orang yang dalam keadaan darurat seperti memiliki penyakit ayang-ayangen atau beser baginya tidak cukup berwudhu dengan niat menghilangkan hadats atau bersuci dari hadats. Baginya wudhu yang ia lakukan berfungsi untuk membolehkan dilakukannya shalat, bukan berfungsi untuk menghilangkan hadats.
Sedangkan orang yang memperbarui wudhunya tidak diperkenankan berwudhu dengan niat menghilangkan hadats, diperbolehkan melakukan shalat, atau bersuci dari hadats.
2. Membasuh muka
Sebagai batasan muka, panjangnya adalah antara tempat tumbuhnya rambut sampai dengan di bawah ujung kedua rahangnya. Sedangkan lebarnya adalah antara kedua telinganya. Termasuk muka adalah berbagai rambut yang tumbuh di dalamnya seperti alis, bulu mata, kumis, jenggot, dan godek. Rambut-rambut tersebut wajib dibasuh bagian luar dan dalamnya beserta kulit yang berada di bawahnya meskipun rambut tersebut tebal, karena termasuk bagian dari wajah. tetapi tidak wajib membasuh bagian dalam rambut yang tebal bila rambut tersebut keluar dari wilayah muka.
3. Membasuh kedua tangan beserta kedua sikunya.
Dianggap sebagai siku bila wujudnya ada meskipun di tempat yang tidak biasanya seperti bila tempat kedua siku tersebut bersambung dengan pundak.
4. Mengusap sebagian kecil kepala
Mengusap sebagian kecil kepala ini bisa hanya dengan sekadar mengusap sebagian rambut saja, dengan catatan rambut yang diusap tidak melebihi batas anggota badan yang disebut kepala. Seumpama seorang perempuan yang rambut belakangnya panjang sampai sepunggung tidak bisa hanya mengusap ujung rambut tersebut karena sudah berada di luar batas wilayah kepala. Dianggap cukup bila dalam mengusap kepala ini dengan cara membasuhnya, meneteskan air, atau meletakkan tangan yang basah di atas kepala tanpa menjalankannya.
5. Membasuh kedua kaki beserta kedua mata kaki
Dalam hal ini yang dibasuh adalah bagian telapak kaki beserta kedua mata kakinya. Tidak harus membasuh sampai ke betis atau lutut. Diwajibkan pula membasuh apa-apa yang ada pada anggota badan ini seperti rambut dan lainnya. Orang yang dipotong telapak kakinya maka wajib membasuh bagian yang tersisa. Sedangkan bila bagian yang dipotong di atas mata kaki maka tidak ada kewajiban membasuh baginya namun disunahkan membasuh anggota badan yang tersisa.
6. Tertib
Yang dimaksud dengan tertib di sini adalah melakukan kegiatan wudhu tersebut secara berurutan sebagaimana disebut di atas, yakni dimulai dengan membasuh muka, membasuh kedua tangan beserta kedua siku, mengusap sebagian kecil kepala, dan diakhiri dengan membasuh kedua kaki beserta kedua mata kaki.
Berikut penjelasan Abu Abdillah Muhammad bin Qasim al-Ghazi tentang sunnah-sunnah wudhu dalam kitabnya, Fathul Qarib.
Membaca Basmalah
Dalam Al-Qur'an surat Al-Ma’idah ayat 6, Allah Ta'ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ
"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki"
Rasulullah ﷺ bersabda,
لاَ يَقْبَلُ صَلاَةَ أَحَدِكُمْ إِذَا أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ
Banyak keutamaan dari berwudhu, diantaranya,
Dari Abdullah ash-Shunabihiy bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, “Apabila seorang hamba berwudhu lalu berkumur-kumur, maka akan keluar dosa-dosa dari mulutnya. Jika ia menghembuskan air dari hidung, maka akan keluar dosa-dosa dari hidungnya. Ketika ia membasuh mukanya, maka akan keluar dosa-dosa dari mukanya sampai keluar dari pinggir kelopak mata. Ketika ia membasuh kedua tangannya, maka akan keluar dosa-dosanya dari kedua tangannya sampai keluar dari bawah kuku tangannya. Ketika ia mengusap kepala, maka akan keluar dosa-dosa dari atas kepalanya sampai keluar dari kedua telinganya. Ketika ia membasuh kedua kakinya, maka akan keluar dosa-dosanya dari kedua kakinya sampai keluar dari bawah kuku kakinya. Kemudian dengan berjalannya menuju masjid dan shalat yang dilakukannya sebagai tambahan untuknya.” (HR. Malik, Nasa’i, Ibnu Majah dan Hakim)
Dan dari Abu Huirairah bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, “Maukah kamu aku tunjukkan perbuatan yang dengannya Allah akan menghapuskan dosa-dosa dan meninggikan derajat?” Para sahabat menjawab, “Ya, mau wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Menyempurnakan wudhu saat keadaan tidak menyenangkan, banyak melangkahkan kaki menuju masjid dan menunggu shalat yang berikutnya setelah melaksanakan suatu shalat; itulah Ar-Ribaath.” (HR. Malik, Muslim, Tirmidzi dan Nasa’i)
Dari Abdullah ash-Shunabihiy bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, “Apabila seorang hamba berwudhu lalu berkumur-kumur, maka akan keluar dosa-dosa dari mulutnya. Jika ia menghembuskan air dari hidung, maka akan keluar dosa-dosa dari hidungnya. Ketika ia membasuh mukanya, maka akan keluar dosa-dosa dari mukanya sampai keluar dari pinggir kelopak mata. Ketika ia membasuh kedua tangannya, maka akan keluar dosa-dosanya dari kedua tangannya sampai keluar dari bawah kuku tangannya. Ketika ia mengusap kepala, maka akan keluar dosa-dosa dari atas kepalanya sampai keluar dari kedua telinganya. Ketika ia membasuh kedua kakinya, maka akan keluar dosa-dosanya dari kedua kakinya sampai keluar dari bawah kuku kakinya. Kemudian dengan berjalannya menuju masjid dan shalat yang dilakukannya sebagai tambahan untuknya.” (HR. Malik, Nasa’i, Ibnu Majah dan Hakim)
Dan dari Abu Huirairah bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, “Maukah kamu aku tunjukkan perbuatan yang dengannya Allah akan menghapuskan dosa-dosa dan meninggikan derajat?” Para sahabat menjawab, “Ya, mau wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Menyempurnakan wudhu saat keadaan tidak menyenangkan, banyak melangkahkan kaki menuju masjid dan menunggu shalat yang berikutnya setelah melaksanakan suatu shalat; itulah Ar-Ribaath.” (HR. Malik, Muslim, Tirmidzi dan Nasa’i)
Baca juga : Syarat, Rukun dan Yang Membatalkan Shalat
|
Hukum Berwudhu
Sama halnya dengan beberapa jenis shalat yaitu shalat wajib dan shalat sunnah. Hukum berwudhu terdapat dua jenis yaitu wudhu yang wajib dan sunnah:
1. Wajib
Melakukan wudhu merupakan hal yang wajib dilakukan oleh orang muslim sebelum melakukan kegiatan shalat, thawaf memutari Ka'bah dan sebelum memegang Kitab Suci Al-Qur'an. Hukum wajib berwudhu sebelum menyentuh Al-Qur'an sudah didaulat oleh empat madzhab Islam berdasarkan literature di dalam Al-Qur'an pada surat Al-Waqiah ayat 77-79, yang berbunyi:
إِنَّهُ لَقُرْآنٌ كَرِيمٌ. فِي كِتَابٍ مَكْنُونٍ. لا يَمَسُّهُ إِلا الْمُطَهَّرُونَ
Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu mengemukakan pendapat mengenai ayat tersebut dan telah ditafsirkan oleh Al-Hafidzt Ibnu Katsir. Ayat tersebut menurutnya merupakan “tidak ada yang dapat menyentuh Al-Qur'an yang ada di dalam Lauhul Mahfuzh kecuali mereka para malaikat yang telah disucikan”. Bukan berarti bahwa orang yang bisa menyentuh Al-Qur'an adalah orang yang telah terbebas dari berbegai hadast baik kecil maupun besar.
2. Sunnah
Wudhu juga digolongkan menjadi hal yang sunnah jika menjadi hal-hal berikut ini:
- Mengulangi kegiatan wudhu untuk setiap kali shalat. Sebenarnya jika sudah wudhu satu kali dan wudhu itu belum batal maka tidak perlu diulangi lagi wudhunya. Namun jika tidak yakin apakah wudhu yang dilakukan sudah batal atau belum bisa melakukan wudhu kembali.
- Senantiasa melakukan wudhu setiap melakukan kegiatan sehari-hari. Hal ini biasanya dilakukan oleh beberapa orang jika akan melakukan kegiatan maka dilakukan dengan wudhu terlebih dahulu.
- Ketika orang hendak mau tidur, terutama saat tubuh dalam keadaan junub. Jadi orang yang sedang dalam keadaan junub disunnahkan untuk wudhu terlebih dahulu.
- Wudhu yang dilakukan ketika hendak mandi wajib. Seorang yang akan melakukan mandi wajib disunnahkan untuk melakukan wudhu terlebih dahulu.
- Wudhu yang dilakukan saat hendak mengulangi hubungan badan.
- Saat marah, seorang muslim disunnahkan untuk melakukan wudhu dan senantiasa mengingat Allah Subhanahu wa Ta'ala untuk meredakan amarah yang dirasakannya.
- Saat melakukan adzan dan iqamat, orang tersebut hendaknya mengambil wudhu terlebih dahulu.
- Orang muslim yang hendak menyentuh Kitab Suci Al-Qur'an sebaiknya mengambil wudhu terlebih dahulu.
Tata Cara Berwudhu
حُمْرَانَ مَوْلَى عُثْمَانَ أَخْبَرَهُ أَنَّ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ – رضى الله عنه – دَعَا بِوَضُوءٍ فَتَوَضَّأَ فَغَسَلَ كَفَّيْهِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ مَضْمَضَ وَاسْتَنْثَرَ ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ الْيُمْنَى إِلَى الْمِرْفَقِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ الْيُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ مَسَحَ رَأْسَهُ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَهُ الْيُمْنَى إِلَى الْكَعْبَيْنِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ غَسَلَ الْيُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ قَالَ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِى هَذَا ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِى هَذَا ثُمَّ قَامَ فَرَكَعَ رَكْعَتَيْنِ لاَ يُحَدِّثُ فِيهِمَا نَفْسَهُ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ ». قَالَ ابْنُ شِهَابٍ وَكَانَ عُلَمَاؤُنَا يَقُولُونَ هَذَا الْوُضُوءُ أَسْبَغُ مَا يَتَوَضَّأُ بِهِ أَحَدٌ لِلصَّلاَةِ
Ibnu Syihab berkata, “Para ulama kami berkata, “Wudhu ini merupakan wudhu paling sempurna yang dilakukan seseorang ketika hendak shalat.” (HR. Bukhari, Muslim (ini adalah lafaznya), Abu Dawud dan Nasa’i).
Rukun Wudhu
Sebagaimana ibadah-ibadah lainnya wudhu juga memiliki beberapa rukun atau kefardhuan yang mesti dilakukan untuk mencapai keabsahannya. Dalam fikih madzhab Syafi’i ditetapkan ada enam hal yang menjadi rukun wudhu. Sebagaimana disebutkan Syeikh Salim bin Sumair al-Hadhrami dalam kitabnya, Safinatun Najah.
فروض الوضوء ستة: الأول النية الثاني غسل الوجه الثالث غسل اليدين مع المرفقين الرايع مسح شيئ من الرأس الخامس غسل الرجلين مع الكعبين السادس الترتيب
Keenam rukun tersebut dijelaskan oleh Syeikh Nawawi al-Bantani sebagai berikut.
1. Niat wudhu dilakukan secara berbarengan pada saat pertama kali membasuh bagian muka, baik yang pertama kali dibasuh itu bagian atas, tengah maupun bawah.
Bila orang yang berwudhu tidak memiliki suatu penyakit maka ia bisa berniat dengan salah satu dari tiga niat berikut:
a. Berniat menghilangkan hadats, bersuci dari hadats, atau bersuci untuk melakukan shalat.
b. Berniat untuk diperbolehkannya melakukan shalat atau ibadah lain yang tidak bisa dilakukan kecuali dalam keadaan suci.
c. Berniat melakukan fardhu wudhu, melakukan wudhu atau wudhu saja, meskipun yang berwudhu seorang anak kecil atau orang yang memperbarui wudhunya.
Orang yang dalam keadaan darurat seperti memiliki penyakit ayang-ayangen atau beser baginya tidak cukup berwudhu dengan niat menghilangkan hadats atau bersuci dari hadats. Baginya wudhu yang ia lakukan berfungsi untuk membolehkan dilakukannya shalat, bukan berfungsi untuk menghilangkan hadats.
Sedangkan orang yang memperbarui wudhunya tidak diperkenankan berwudhu dengan niat menghilangkan hadats, diperbolehkan melakukan shalat, atau bersuci dari hadats.
2. Membasuh muka
Sebagai batasan muka, panjangnya adalah antara tempat tumbuhnya rambut sampai dengan di bawah ujung kedua rahangnya. Sedangkan lebarnya adalah antara kedua telinganya. Termasuk muka adalah berbagai rambut yang tumbuh di dalamnya seperti alis, bulu mata, kumis, jenggot, dan godek. Rambut-rambut tersebut wajib dibasuh bagian luar dan dalamnya beserta kulit yang berada di bawahnya meskipun rambut tersebut tebal, karena termasuk bagian dari wajah. tetapi tidak wajib membasuh bagian dalam rambut yang tebal bila rambut tersebut keluar dari wilayah muka.
3. Membasuh kedua tangan beserta kedua sikunya.
Dianggap sebagai siku bila wujudnya ada meskipun di tempat yang tidak biasanya seperti bila tempat kedua siku tersebut bersambung dengan pundak.
4. Mengusap sebagian kecil kepala
Mengusap sebagian kecil kepala ini bisa hanya dengan sekadar mengusap sebagian rambut saja, dengan catatan rambut yang diusap tidak melebihi batas anggota badan yang disebut kepala. Seumpama seorang perempuan yang rambut belakangnya panjang sampai sepunggung tidak bisa hanya mengusap ujung rambut tersebut karena sudah berada di luar batas wilayah kepala. Dianggap cukup bila dalam mengusap kepala ini dengan cara membasuhnya, meneteskan air, atau meletakkan tangan yang basah di atas kepala tanpa menjalankannya.
5. Membasuh kedua kaki beserta kedua mata kaki
Dalam hal ini yang dibasuh adalah bagian telapak kaki beserta kedua mata kakinya. Tidak harus membasuh sampai ke betis atau lutut. Diwajibkan pula membasuh apa-apa yang ada pada anggota badan ini seperti rambut dan lainnya. Orang yang dipotong telapak kakinya maka wajib membasuh bagian yang tersisa. Sedangkan bila bagian yang dipotong di atas mata kaki maka tidak ada kewajiban membasuh baginya namun disunahkan membasuh anggota badan yang tersisa.
6. Tertib
Yang dimaksud dengan tertib di sini adalah melakukan kegiatan wudhu tersebut secara berurutan sebagaimana disebut di atas, yakni dimulai dengan membasuh muka, membasuh kedua tangan beserta kedua siku, mengusap sebagian kecil kepala, dan diakhiri dengan membasuh kedua kaki beserta kedua mata kaki.
Sunnah-Sunnah Wudhu
Berikut penjelasan Abu Abdillah Muhammad bin Qasim al-Ghazi tentang sunnah-sunnah wudhu dalam kitabnya, Fathul Qarib.
(وسننه) أي الوضوء (عشرة أشياء) وفي بعض نسخ المتن عشر خصال (التسمية) أوله وأفلها بسم الله وأكملها بسم الله الرحمن الرحيم، فإن ترك التسمية أوله أتى بها في أثنائه، فإن فرغ من الوضوء لم يأت بها
(وغسل الكفين) إلى الكوعين قبل المضمضة ويغسلهما ثلاثاً إن تردد في طهرهما. (قبل إدخالهما الإناء) المشتمل على ماء دون القلتين، فإن لم يغسلهما كره له غمسهما في الإناء، وإن تيقن طهرهما لم يكره له غمسهما. (والمضمضة) بعد غسل الكفين، ويحصل أصل السنة فيها بإدخال الماء في الفم سواء أداره فيه ومجه أم لا، فإن أراد الأكمل مجه
(والاستنشاق) بعد المضمضة ويحصل أصل السنة فيه بإدخال الماء في الأنف سواء جذبه بنفسه إلى خياشمه ونثره أم لا، فإن أراد الأكمل نثره والجمع بين المضمضة والاستنشاق بثلاث غرف، يتمضمض من كل منها ثم يستنشق أفضل من الفصل بينهما.
(ومسح جميع الرأس) وفي بعض نسخ المتن واستيعاب الرأس بالمسح،أما مسح بعض الرأس، فواجب كما سبق، ولو لم يرد نزع ما على رأسه من عمامة ونحوها كمل بالمسح عليها. (ومسح) جميع (الأذنين ظاهرهما وباطنهما بماء جديد) أي غير بلل الرأس، والسنة في كيفية مسحهما أن يدخل مسبحتيه في صماخيه، ويديرهما، على المعاطف، ويمرّ إبهاميه على ظهورهما، ثم يلصق كفيه، وهما مبلولتان بالأذنين استظهاراً.
(وتخليل اللحية الكثة) بمثلثة من الرجل أما لحية الرجل الخفيفة، ولحية المرأة والخنثى، فيجب تخليلهما وكيفيته أن يدخل الرجل أصابعه من أسفل اللحية
(وتخليل أصابع اليدين والرجلين) إن وصل الماء إليها من غير تخليل، فإن لم يصل إلا به، كالأصابع الملتفة وجب تخليلها، وإن لم يتأت تخليلها لالتحامها حرم فتقها للتخليل، وكيفية تخليل اليدين بالتشبيك والرجلين بأن يبدأ بخنصر يده اليسرى من أسفل الرجل مبتدئاً بخنصر الرجل اليمنى خاتماً بخنصر اليسرى
(وتقديم اليمنى) من يديه ورجليه (على اليسرى) منهما أما العضوان اللذان يسهل غسلهما معاً كالخدين فلا يقدم اليمين منهما بل يطهران دفعة واحدة، وذكر المصنف سنية تثليث العضو المغسول والممسوح في قوله(والطهارة ثلاثاً ثلاثاً) وفي بعض النسخ التكرار، أي للمغسول والممسوح،
(والموالاة) ويعبر عنها بالتتابع، وهي أن لا يحصل بين العضوين تفريق كثير، بل يطهر العضو بعد العضو بحيث لا يجف المغسول قبله مع اعتدال الهواء والمزاج والزمان، وإذا ثلث فالاعتبار بآخر غسلة، وإنما تندب الموالاة في غير وضوء صاحب الضرورة، أما هو فالموالاة واجبة في حقه. وبقي للوضوء سنن أخرى مذكورة في المطولات.
Membaca Basmalah
Kesunnahan-kesunnahan wudhu’ ada sepuluh perkara. Dalam sebagian redaksi matan diungkapkan dengan bahasa ”sepuluh khishal”.
Yaitu membaca basmalah di awal pelaksanaan wudhu’. Minimal bacaan basmalah adalah bismillah. Dan yang paling sempurna adalah bismillahirrahmanirrahim.
Jika tidak membaca basmalah di awal wudhu’, maka sunnah melakukannya di pertengahan pelaksanaan. Jika sudah selesai melaksanakan wudhu’-dan belum sempat membaca basmalah-, maka tidak sunnah untuk membacanya.
Membasuh Kedua Telapak Tangan
Dan membasuh kedua telapak tangan hingga kedua pergelangan tangan sebelum berkumur.
Dan membasuh keduanya tiga kali jika masih ragu-ragu akan kesuciannya, sebelum memasukkannya ke dalam wadah yang menampung air kurang dari dua qullah.
Sehingga, jika belum membasuh keduanya, maka bagi dia dimakruhkan memasukkannya ke dalam wadah air.
Jika telah yakin akan kesucian keduanya, maka bagi dia tidak dimakruhkan untuk memasukkannya ke dalam wadah.
Jika telah yakin akan kesucian keduanya, maka bagi dia tidak dimakruhkan untuk memasukkannya ke dalam wadah.
Berkumur dan Memasukkan Air Ke Hidung
Dan berkumur setelah membasuh kedua telapak tangan.
Kesunnahan berkumur sudah bisa hasil / didapat dengan memasukkan air ke dalam mulut, baik di putar-putar di dalamnya kemudian dimuntahkan ataupun tidak. Jika ingin mendapatkan yang paling sempurna, maka dengan cara memuntahkannya.
Dan istinsyaq (memasukkan air ke dalam hidung) setelah berkumur.
Kesunnahan istinsyaq sudah bisa didapat dengan memasukkan air ke dalam hidung, baik ditarik dengan nafasnya hingga ke janur hidung lalu menyemprotkannya ataupun tidak. Jika ingin mendapatkan yang paling sempurna, maka dia harus mennyemprotkannya.
Mubalaghah (mengeraskan) dianjurkan saat berkumur dan istinsyaq.
Mengumpulkan berkumur dan istinsyaq dengan tiga cidukan air, yaitu berkumur dari setiap cidukan kemudian istinsyaq, adalah sesuatu yang lebih utama daripada memisah di antara keduanya.
Mubalaghah (mengeraskan) dianjurkan saat berkumur dan istinsyaq.
Mengumpulkan berkumur dan istinsyaq dengan tiga cidukan air, yaitu berkumur dari setiap cidukan kemudian istinsyaq, adalah sesuatu yang lebih utama daripada memisah di antara keduanya.
Mengusap Seluruh Kepala
Dan mengusap seluruh bagian kepala. Dalam sebagian redaksi matan diungkapkan dengan bahasa “dan meratakan kepala dengan usapan”.
Sedangkan untuk mengusap sebagian kepala hukumnya adalah wajib sebagaimana keterangan di depan.
Dan seandainya tidak ingin melepas sesuatu yang berada di kepalanya yaitu surban atau sesamanya, maka dia disunnahkan menyempurnakan usapan air itu ke seluruh surbannya.
Mengusap Kedua Telinga
Dan mengusap seluruh bagian kedua telinga, bagian luar dan dalamnya dengan menggunakan air yang baru, maksudnya bukan basah-basah sisa usapan kepala.
Dan yang sunnah di dalam cara mengusap keduanya adalah ia memasukkan kedua jari telunjuk ke lubang telinganya, memutar-mutar keduanya ke lipatan-lipatan telinga dan menjalankan kedua ibu jari di telinga bagian belakang, kemudian menempelkan kedua telapak tangannya yang dalam keadaan basah pada kedua telinganya guna memastikan meratanya usapan air ke telinga.
Menyelah-nyelahi Jenggot, Jari Kedua Tangan dan Kaki
Dan menyelah-nyelahi bulu jenggotnya orang laki-laki yang tebal. Lafadz ”al-katstsati” dengan menggunakan huruf yang diberi titik tiga (huruf tsa’).
Sedangkan jenggotnya laki-laki yang tipis, jenggotnya perempuan dan khuntsa, maka wajib untuk diselah-selahi.
Cara menyelah-nyelahi adalah seorang laki-laki memasukkan jari-jari tangannya dari arah bawah jenggot.
Dan sunnah menyelah-nyelahi jari-jari kedua tangan dan kaki, jika air sudah bisa sampai pada bagian-bagian tersebut tanpa diselah-selahi.
Jika air tidak bisa sampai pada bagian tersebut kecuali dengan cara diselah-selahi seperti jari-jari yang menempel satu sama lain, maka wajib untuk diselah-selahi.
Jika jari-jari yang menempel itu sulit untuk diselah-selahi karena terlalu melekat, maka haram disobek karena tujuan untuk diselah-selahi.
Cara menyelah-nyelahi kedua tangan adalah dengan tasybik. Dan cara menyelah-nyelahi kedua kaki adalah dengan menggunakan jari kelingking tangan kanan di masukkan dari arah bawah kaki, di mulai dari selah-selah jari kelingking kaki kanan dan di akhiri dengan jari kelingking kaki kiri.
Cara menyelah-nyelahi adalah seorang laki-laki memasukkan jari-jari tangannya dari arah bawah jenggot.
Dan sunnah menyelah-nyelahi jari-jari kedua tangan dan kaki, jika air sudah bisa sampai pada bagian-bagian tersebut tanpa diselah-selahi.
Jika air tidak bisa sampai pada bagian tersebut kecuali dengan cara diselah-selahi seperti jari-jari yang menempel satu sama lain, maka wajib untuk diselah-selahi.
Jika jari-jari yang menempel itu sulit untuk diselah-selahi karena terlalu melekat, maka haram disobek karena tujuan untuk diselah-selahi.
Cara menyelah-nyelahi kedua tangan adalah dengan tasybik. Dan cara menyelah-nyelahi kedua kaki adalah dengan menggunakan jari kelingking tangan kanan di masukkan dari arah bawah kaki, di mulai dari selah-selah jari kelingking kaki kanan dan di akhiri dengan jari kelingking kaki kiri.
Mendahulukan Bagian Kanan
Dan sunnah mendahulukan bagian kanan dari kedua tangan dan kaki sebelum bagian kiri dari keduanya.
Sedangkan untuk dua anggota yang mudah dibasuh secara bersamaan seperti kedua pipi, maka tidak disunnahkan untuk mendahulukan bagian yang kanan dari keduanya, akan tetapi keduanya di sucikan secara bersamaan.
Mengulangi Tiga Kali dan Muwalah (Terus Menerus)
Mushannif menyebutkan kesunnahan mengulangi basuhan dan usapan anggota wudlu’ sebanyak tiga kali di dalam perkataan beliau, “dan sunnah melakukan bersuci tiga kali tiga kali.” Dalam sebagian teks diungkapkan dengan bahasa “mengulangi anggota yang dibasuh dan yang diusap.”
Dan muwallah (terus menerus). Muwallah diungkapkan dengan bahasa “tatabbu’”(terus menerus). Muwallah adalah antara dua anggota wudlu’ tidak terjadi perpisahan yang lama, bahkan setiap anggota langsung disucikan setelah mensucikan anggota sebelumnya, sekira anggota yang dibasuh sebelumnya belum kering dengan keaadan angin, cuaca dan zaman dalam keadaan normal.
Ketika mengulangi basuhan hingga tiga kali, maka yang jadi patokan adalah basuhan yang terakhir.
Muwallah hanya disunnahkan di selain wudhu’nya shahibud dharurah (orang yang memiliki keadaan darurat). Sedangan untuk shahibur dharurah, maka muwallah hukumnya wajib bagi dia.
Dan masih ada lagi kesunnahan-kesunnahan wudhu’ lainnya yang disebutkan di dalam kitab-kitab yang panjang keterangannya
Dalam Fathul Muin : Adapun do'a-do'a yang dibaca pada tiap membasuh atau mengusap anggota wudhu, yaitu :
ketika mencuci kedua telapak tangan
ketika berkumur
ketika menghirup air ke hidung
ketika membasuh wajah
ketika membasuh tangan kanan
ketika membasuh tangan kiri
ketika mengusap kepala
ketika mengusap kedua telinga
ketika membasuh kedua kaki
tidak ada asalnya. Bila pun ada, hanya riwayat dari jalur-jalur dhaif dalam Tarikh Ibnu Hibban dan lain-lain. Berkata An-Nawawi : Do'a-do'a tersebut tidak ada asalnya, disebutkan oleh banyak ashab, tetapi tidak disebutkan oleh mutaqaddimin.
Adapun jenis-jenis air yang diperbolehkan untuk berwudhu diantaranya adalah air hujan, air sumur, air terjun, air laut, air sungai, air dari bekuan es atau salju serta air yang berada di dalam tangki atau bak dengan jumlah yang besar untuk memastikan bahwa najis yang terdapat pada air tersebut hilang.
Adapun jenis air yang tidak diperbolehkan untuk berwudhu antara lain air kotor atau air yang mengandung najis seperti air yang terkena air liur anjing dan jenis najis lainnya. air dari sari buah seperti air kelapa atau buah lainnya serta air dari dalam pohon juga tidak diperkenankan untuk digunakan dalam berwudhu.
Selain itu air yang telah mengalami perubahan warna menjadi keruh karena ada sesuatu yang direndam dalam kubangan air tersebut juga tidak boleh digunakan untuk wudhu. Air yang berjumlah sedikit atau kurang dari 100 liter terutama yang sudah terkena najis seperti air seni, darah atau minuman atau bahkan ada seekor binatang yang sudah mati di dalam air tersebut. Air bekas wudhu juga tidak boleh digunakan untuk wudhu lagi dan air yang merupakan sisa dari orang mabuk.
Jenis-Jenis Air Mustamal Menurut Empat Madzhab
1. Madzhab Al-Hanawiyah
Menurut madzhab Al-Hanawiyah mengemukakan pendapat bahwa air yang boleh digunakan untuk wudhu adalah air yang bisa membasahi bagian tubuh saja bukan merupakan air yang tersisa di dalam wadah atau bak. Air tersebut langsung dapat dikategorikan sebagai air mumtasal setelah menetas dari tubuh saat seseorang selesai melakukan wudhu atau mandi.
Menurut madzhab ini air yang digunakan oleh seseorang yang menggunakan air kemudian air tersebut yang sudah dijadikan sebagai pengangkat hadast baik dilakukan oleh wudhu maupun Cara Mandi Besar merupakan air yang suci namun tidak dapat mensucikan. Jadi air bekas wudhu dan mandi tidak bisa digunakan sebagai air untuk wudhu lagi meskipun air tersebut tidak memiliki najis.
2. Madzhab Al-Malikiyah
Air mumtasal menurut pandangan madzhab Al-Malikiyah ini adalah air yang sudah digunakan oleh seseorang untuk media wudhu dan mandi besar supaya hadast besar dan kecil di dalam tubuh hilang namun tidak dibedakan apakah itu sebagai tindakan wajib atau tindakan sunnah.
Air tersebut juga meliputi air yang telah digunakan untuk membersihkan najis dari tubuh maupun dari benda lainnya. menurut madzhab ini tidak ada bedanya antara wudhu dan mandi besar baik sunah maupun wajib karena semuanya telah tercampur dengan kotoran yang digunakan untuk membersihkan hadats sebelumnya di dalam tubuh.
3. Madzhab Asy-Syafi’iyah
Menurut pandangan dari madzhab ini, air mumtasal adalah air yang digunakan dari air yang digunakan untuk wudhu dan mandi besar atau air yang telah digunakan sebagai penghilang hadats dan kotoran. Air akan dikatakan mumtasal apabila didapatkan dalam jumlah yang sedikit saja dan niatnya sudah digunakan untuk wudhu atau mandi besar meskipun hanya dengan membasuh bagian tertentu saja.
Sedangkan jika air yang digunakan untuk membersihkan badan namun niatnya bukanlah untuk wudhu dan mandi besar maka air tersebut tidak termasuk dalam golongan air mumtasal. Air mumtasal diantaranya adalah air bekas memandikan mayit, memandikan orang gila atau sakit dan air yang baru saja digunakan untuk memandikan orang yang baru masuk islam. Air mumtasal menurut madzhab ini juga tidak bisa digunakan untuk wudhu dan mandi besar lagi meskipun airnya tidak dikatakan najis namun tetap saja tidak bisa mensucikan.
4. Madzhab Al-Hanabiyah
Menurut madzhab Al-Hanabiyah, air mumtasal merupakan air yang sudah digunakan untuk wudhu dan mandi besar atau air yang digunakan untuk menghilangkan segala najis dan hadast besar atau kecil dari tubuh meskipun air tersebut tidak mengalami perubahan warna, aroma dan rasanya.
Air bekas memandikan mayit juga telah termasuk dalam jenis air mumtasal. Namun menurut madzhab ini, air yang digunakan untuk membersihkan kotoran dan hadas namun tidak ada niatan sebagai ibadah maka air tersebut tidak termasuk dalam golongan air mumtasal.
Dalam kitab Safinatun Najah diterangkan,
Ketika mengulangi basuhan hingga tiga kali, maka yang jadi patokan adalah basuhan yang terakhir.
Muwallah hanya disunnahkan di selain wudhu’nya shahibud dharurah (orang yang memiliki keadaan darurat). Sedangan untuk shahibur dharurah, maka muwallah hukumnya wajib bagi dia.
Dan masih ada lagi kesunnahan-kesunnahan wudhu’ lainnya yang disebutkan di dalam kitab-kitab yang panjang keterangannya
Tentang Do'a Di Saat Mengusap Anggota Wudhu
Dalam Fathul Muin : Adapun do'a-do'a yang dibaca pada tiap membasuh atau mengusap anggota wudhu, yaitu :
ketika mencuci kedua telapak tangan
اللهم احفظ يدي عن معاصيك
اللهم أعني على ذكرك وشكرك
اللهم لا تحرمنى رائحة نعيمك وجناتك
اللهم بيض وجهي يوم تبيض وجوه وتسود وجوه
اللهم أعطني كتابي بيميني وحاسبني حسابا يسيرا
اللهم لا تعطني كتابي بشمالي ولا من وراء ظهري
اللهم حرم شعري وبشري على النار
اللهم اجعلني من الذين يستمعون القول فيتبعون أحسنه
اللهم ثبت قدمي على الصراط يوم تزل الاقدم
Jenis Air Untuk Berwudhu
Adapun jenis-jenis air yang diperbolehkan untuk berwudhu diantaranya adalah air hujan, air sumur, air terjun, air laut, air sungai, air dari bekuan es atau salju serta air yang berada di dalam tangki atau bak dengan jumlah yang besar untuk memastikan bahwa najis yang terdapat pada air tersebut hilang.
Adapun jenis air yang tidak diperbolehkan untuk berwudhu antara lain air kotor atau air yang mengandung najis seperti air yang terkena air liur anjing dan jenis najis lainnya. air dari sari buah seperti air kelapa atau buah lainnya serta air dari dalam pohon juga tidak diperkenankan untuk digunakan dalam berwudhu.
Selain itu air yang telah mengalami perubahan warna menjadi keruh karena ada sesuatu yang direndam dalam kubangan air tersebut juga tidak boleh digunakan untuk wudhu. Air yang berjumlah sedikit atau kurang dari 100 liter terutama yang sudah terkena najis seperti air seni, darah atau minuman atau bahkan ada seekor binatang yang sudah mati di dalam air tersebut. Air bekas wudhu juga tidak boleh digunakan untuk wudhu lagi dan air yang merupakan sisa dari orang mabuk.
Jenis-Jenis Air Mustamal Menurut Empat Madzhab
1. Madzhab Al-Hanawiyah
Menurut madzhab Al-Hanawiyah mengemukakan pendapat bahwa air yang boleh digunakan untuk wudhu adalah air yang bisa membasahi bagian tubuh saja bukan merupakan air yang tersisa di dalam wadah atau bak. Air tersebut langsung dapat dikategorikan sebagai air mumtasal setelah menetas dari tubuh saat seseorang selesai melakukan wudhu atau mandi.
Menurut madzhab ini air yang digunakan oleh seseorang yang menggunakan air kemudian air tersebut yang sudah dijadikan sebagai pengangkat hadast baik dilakukan oleh wudhu maupun Cara Mandi Besar merupakan air yang suci namun tidak dapat mensucikan. Jadi air bekas wudhu dan mandi tidak bisa digunakan sebagai air untuk wudhu lagi meskipun air tersebut tidak memiliki najis.
2. Madzhab Al-Malikiyah
Air mumtasal menurut pandangan madzhab Al-Malikiyah ini adalah air yang sudah digunakan oleh seseorang untuk media wudhu dan mandi besar supaya hadast besar dan kecil di dalam tubuh hilang namun tidak dibedakan apakah itu sebagai tindakan wajib atau tindakan sunnah.
Air tersebut juga meliputi air yang telah digunakan untuk membersihkan najis dari tubuh maupun dari benda lainnya. menurut madzhab ini tidak ada bedanya antara wudhu dan mandi besar baik sunah maupun wajib karena semuanya telah tercampur dengan kotoran yang digunakan untuk membersihkan hadats sebelumnya di dalam tubuh.
3. Madzhab Asy-Syafi’iyah
Menurut pandangan dari madzhab ini, air mumtasal adalah air yang digunakan dari air yang digunakan untuk wudhu dan mandi besar atau air yang telah digunakan sebagai penghilang hadats dan kotoran. Air akan dikatakan mumtasal apabila didapatkan dalam jumlah yang sedikit saja dan niatnya sudah digunakan untuk wudhu atau mandi besar meskipun hanya dengan membasuh bagian tertentu saja.
Sedangkan jika air yang digunakan untuk membersihkan badan namun niatnya bukanlah untuk wudhu dan mandi besar maka air tersebut tidak termasuk dalam golongan air mumtasal. Air mumtasal diantaranya adalah air bekas memandikan mayit, memandikan orang gila atau sakit dan air yang baru saja digunakan untuk memandikan orang yang baru masuk islam. Air mumtasal menurut madzhab ini juga tidak bisa digunakan untuk wudhu dan mandi besar lagi meskipun airnya tidak dikatakan najis namun tetap saja tidak bisa mensucikan.
4. Madzhab Al-Hanabiyah
Menurut madzhab Al-Hanabiyah, air mumtasal merupakan air yang sudah digunakan untuk wudhu dan mandi besar atau air yang digunakan untuk menghilangkan segala najis dan hadast besar atau kecil dari tubuh meskipun air tersebut tidak mengalami perubahan warna, aroma dan rasanya.
Air bekas memandikan mayit juga telah termasuk dalam jenis air mumtasal. Namun menurut madzhab ini, air yang digunakan untuk membersihkan kotoran dan hadas namun tidak ada niatan sebagai ibadah maka air tersebut tidak termasuk dalam golongan air mumtasal.
Yang Membatalkan Wudhu
Dalam kitab Safinatun Najah diterangkan,
نوا قض الوضوء أربعة أشياء : الأول الخارج من أحد السبيلين من قبل أو دبر ريح أو غيره إلا المنى ، الثاني زوال العقل بنوم أو غيره إلا نوم قاعد ، ممكن مقعده من الأرض ، الثالث التقاء بشرتي رجل وامرأة كبيرين من غير حائل ، الرابع مس قبل الآدمي أو حلقة دبره ببطن الراحة أو بطون الأصابع
Yang membatalkan wudhu` ada empat, yaitu:
- Apabila keluar sesuatu dari salahsatu kemaluan seperti angin dan lainnya, kecuali air mani.
- Hilang akal seperti tidur dan lain lain, kecuali tidur dalam keadaan duduk rapat bagian punggung dan pantatnya dengan tempat duduknya, sehingga yakin tidak keluar angin sewaktu tidur tersebut.
- Bersentuhan antara kulit laki-laki dengan kulit perempuan yang bukan muhrim baginya dan tidak ada penghalang antara dua kulit tersebut seperti kain dll. ”Mahram”: (orang yang haram dinikahi seperti saudara kandung).
- Menyentuh kemaluan orang lain atau dirinya sendiri atau menyentuh tempat pelipis dubur (kerucut sekeliling) dengan telapak tangan atau telapak jarinya.
Wallahu a'lam.