Cara Shalat Khauf (Saat Perang)
(فصل): في كيفية صلاة الخوف. وإنما أفردها المصنف عن غيرها من الصلوات بترجمة، لأنه يحتمل في إقامة الفرض في الخوف ما لا يحتمل في غيره (وصلاة الخوف) أنواع كثيرة تبلغ ستة أضرب كما في صحيح مسلم اقتصر المصنف منها (على ثلاثة أضرب:
أحدها أن يكون العدو في غير جهة القبلة) وهو قليل وفي المسلمين كثرة بحيث تقاوم كل فرقة منهم العدو (فيفرقهم الإمام فرقتين فرقة تقف في وجه العدو) تحرسه (وفرقة تقف خلفه) أي الإمام (فيصلي بالفرقة التي خلفه ركعة ثم) بعد قيامه للركعة الثانية (تتم لنفسها) بقية صلاتها (وتمضي) بعد فراغ صلاتها (إلى وجه العدو) تحرسه (وتأتي الطائفة الأخرى) التي كانت حارسة في الركعة الأولى. (فيصلي) الإمام (بها ركعة) فإذا جلس الإمام للتشهد تفارقه (وتتم لنفسها) ثم ينتظرها الإمام (ويسلم بها) وهذه صلاة رسول الله بذات الرقاع، سميت بذلك لأنهم رقعوا فيها راياتهم وقيل غير ذلك
(والثاني أن يكون في جهة القبلة) في مكان لا يسترهم عن أعين المسلمين شيء، وفي المسلمين كثرة تحتمل تفرقهم (فيصفهم الإمام صفين) مثلاً (ويحرم بهم) جميعاً (فإذا سجد) الإمام في الركعة الأولى (سجد معه أحد الصفين) سجدتين (ووقف الصف الآخر يحرسهم فإذا رفع) الإمام رأسه (سجدوا ولحقوه) ويتشهد الإمام بالصفين ويسلم بهم وهذه صلاة رسول الله بعسفان، وهي قرية في طريق الحاج المصري بينها وبين مكة مرحلتان، سميت بذلك لعسف السيول فيها.
(والثالث أن يكون في شدة الخوف والتحام الحرب) هو كناية عن شدة الاختلاط بين القوم بحيث يلتصق لحم بعضهم ببعض، فلا يتمكنون من ترك القتال ولا يقدرون على النزول إن كانوا ركباناً، ولا على الانحراف إن كانوا مشاة (فيصلي) كل من القوم (كيف أمكنه راجلاً) أي ماشياً (أو راكباً مستقبل القبلة وغير مستقبل لها) ويعذرون في الأعمال الكثيرة في الصلاة كضربات متوالية.
Pasal menjelaskan tata cara shalat khauf
Mushannif menyendirikan penjelasan shalat ini tidak beserta dengan shalat-shalat yang lain, karena sesungguhnya ada hal-hal yang ditolelir di dalam pelaksanaan shalat fardhu saat khauf yang tidak ditolelir saat tidak khauf
Macam-Macam Shalat Khauf
Shalat khauf ada beberapa macam yang cukup banyak hingga mencapai enam macam sebagaimana yang terdapat di dalam kitab Shahih Muslim.
Dari semuanya, mushannif hanya menjelaskan tiga macam saja.
Shalat Dzatirriqa’
Salah satunya adalah posisi musuh berada di selain arah kiblat, dan jumlah mereka terhitung sedikit sedangkan jumlah orang muslim relatif banyak, sekira setiap kelompok dari pihak muslim bisa sebanding dengan musuh.
Maka seorang imam membagi pasukan muslim menjadi dua kelompok, satu kelompok berada di arah musuh untuk memantau mereka, dan satu kelompok berdiri di belakang imam.
Maka imam melaksanakan sholat satu raka'at bersama kelompok yang berada di belakangnya. Kemudian setelah selesai rakaat pertama, kelompok tersebut menyempurnakan sisa shalatnya sendiri, dan setelah selesai langsung berangkat ke posisi arah musuh untuk memantaunya.
Kemudian kelompok yang satunya datang, yaitu kelompok yang memantau musuh saat pelaksanaan raka'at pertama.
Kemudian imam melaksanakan satu raka'at bersama dengan kelompok tersebut. Ketika imam sedang melaksanakan duduk tasyahud, maka kelompok tersebut memisahkan diri dan menyempurnakan shalatnya sendiri, kemudian imam menanti mereka dan melakukan salam bersama mereka.
Ini adalah bentuk shalat yang dilaksanakan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam di daerah Dzatirriqa’. Disebut dengan nama ini, karena sesungguhnya para sahabat menambal bendera mereka di sana. Namun ada yang mengatakan alasan yang lain.
Shalat al-‘Asfan
Bentuk shalat khauf kedua adalah posisi musuh berada di arah kiblat, di tempat yang bisa terlihat oleh pandangan orang muslim. Jumlah pasukan muslim cukup banyak yang mungkin untuk dibagi.
Maka imam membagi mereka menjadi dua shof misalnya. Imam melakukan takbiratul ihram bersama mereka semuanya.
Ketika imam sujud di raka'at pertama, maka salah satuh shaf melakukan sujud dua kali bersamanya, sedangkan shaf yang lain tetap berdiri mengawasi musuh.
Ketika imam mengangkat kepala, maka shof yang lain ini melakukan sujud dan menyusul imam.
Imam melakukan tasyahud dan salam bersama kedua shaf tersebut.
Dan ini adalah shalat yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam di daerah ‘Asfan, yaitu suatu desa yang berada di jalur jama’ah haji yang datang dari dari Mesir, dan berjarak dua marhalah dari Makkah.
Daerah tersebut diberi nama demikian karena di sana terlalu sering terjadi banjir yang besar.
Shalat Syiddah Al-Khauf
Bentuk shalat Khauf ke tiga adalah saat berada dalam keadaan sangat genting dan berkecamuknya peperangan.
“Iltihamul harbi” adalah bentuk kiasan dari sangat bercampurnya antara kaum sekira badan sebagian dari mereka bertemu dengan badan sebagian yang lain, sehingga mereka tidak bisa menghindar dari peperangan dan tidak mampu untuk turun dari kendaraan jika naik kendaraan dan tidak mampu berpaling jika mereka berjalan kaki.
Sehingga masing-masing pasukan melakukan sholat semampunya, berjalan atau naik kendaraan, menghadap kiblat ataupun tidak menghadap kiblat.
Mereka dimaafkan di dalam melakukan gerakan-gerakan yang cukup banyak saat sholat seperti beberapa pukulan secara terus menerus.
Bab Baju Sutera
(فصل): في اللباس (ويحرم على الرجال لبس الحرير والتختم بالذهب) والقز في حالة الاختيار، وكذا يحرم استعمال ما ذكر على جهة الافتراش وغير ذلك من وجوه الاستعمالات،
ويحل للرجال لبسه للضرورة كحرّ وبرد مهلكين، (ويحل للنساء) لبس الحرير وافتراشه ويحل للوليّ إلباس الصبي الحرير قبل سبع سنين وبعدها
(وقليل الذهب وكثيره) أي استعمالهما (في التحريم سواء وإذا كان بعض الثوب إبريسماً) أي حريراً (وبعضه) الآخر (قطناً أو كتاناً) مثلاً (جاز) للرجل (لبسه ما لم يكن الإبريسم غالباً) على غيره فإن كان غير الإبريسم غالباً حلّ وكذا إن استويا في الأصح.
Pakaian Sutera dan Cincin Emas
Bagi kaum laki-laki haram mengenakan pakaian sutra dan mengenakan cincin emas saat keadaan normal.
Begitu juga haram menggunakan barang-barang yang telah disebutkan sebagai alas dan bentuk-bentuk pemakaian yang lain.
Bagi orang-orang laki-laki halal menggunakan barang-barang yang telah dijelaskan sebab darurat seperti panas dan dingin yang membahayakan.
Bagi kaum wanita halal mengenakan sutra dan menggunakannya sebagai alas.
Bagi seorang wali halal mengenakan sutra pada anak laki-laki kecil sebelum dan setelah usia tujuh tahun.
Emas sedikit dan banyak, maksudnya menggunakannya, sama di dalam hukum haramnya.
Ketika sebagian bahan pakaian terbuat dari sutra dan sebagian lagi dari kapas atau kattun semisal, maka bagi orang laki-laki diperkenankan mengenakannya selama kadar sutranya tidak lebih banyak daripada bahan yang lainnya.
Sehingga, jika bahan selain sutra lebih banyak, maka hukumnya halal. Begitu juga halal jika ukurannya sama -antara sutra dan yang lainnya- menurut pendapat al ashah.