Hikmatul Islam | Nurul Hikmah

  • Adab dan Akhlak
  • Mutiara Hikmah
  • Kisah Hikmah
    • Kisah Hikmah
    • Hikmah Sufi
    • Biografi Ulama
    • Sirah Nabawi
  • Kalam Hikmah
    • Untaian Kalam Hikmah
    • Muhasabah
    • Mahfudzot
    • Tadzkirah
  • Qur'an dan Hadits
    • Nurul Qur'an
    • Mutiara Hadits
  • Do'a dan Shalawat
    • Do'a Harian
    • Shalawat Nabi
    • Lainnya
Home » Archive for April 2017

5 Masjid Bersejarah Di Yogyakarta


Masjid Gedhe Mataram Kotagede


Foto visitingjogja.com

Masjid Kotagede adalah salah satu masjid tertua di Yogyakarta. Bangunan ini merupakan masjid peninggalan Mataram yang masih bisa dilihat sekarang dan juga masih dipakai sebagaimana fungsinya . Masjid Gedhe Mataram sendiri berada di komplek pemakaman raja-raja Mataram yang beralamatkan di Dusun Sayangan RT 04 Jagalan, Kecamatan Baguntapan, Kabupaten Bantul.

Masjid Gedhe Mataram Kotagede dibangun pada zaman Kerajaan Mataram pada tahun 1640 oleh Sultan Agung bergotong-royong dengan masyarakat setempat yang pada umumnya waktu itu beragama Hindu dan Budha. Ciri khas Hindu dan Budha terlihat dari tiang dari kayu yaitu gapura masjid yang berbentuk Paduraksa.

Ornament serta semua perangkat yang ada dalam masjid cukup unik dan menarik. Memasuki halaman masjid, akan ditemui sebuah prasasti yang berwarna hijau. Prasasti bertinggi 3 meter itu merupakan pertanda bahwa Paku Buwono pernah merenovasi masjid ini. Bagian dasar prasasti berbentuk bujur sangkar dan di bagian puncaknya terdapat mahkota lambang Kasunanan Surakarta. Sebuah jam diletakkan di sisi selatan prasasti sebagai acuan waktu shalat.

Adanya prasasti itu membuktikan bahwa masjid Kotagede mengalami dua tahap pembangunan. Tahap pertama yang dibangun pada masa Sultan Agung hanya merupakan bangunan inti masjid yang berukuran kecil. Karena kecilnya, masjid itu dulunya disebut Langgar. Bangunan kedua dibangun oleh raja Kasunanan Surakarta, Paku Buwono X. Perbedaan bagian masjid yang dibangun oleh Sultan Agung dan Paku Buwono X ada pada tiangnya. Bagian yang dibangun Sultan Agung tiangnya berbahan kayu sedangkan yang dibangun Paku Buwono tiangnya berbahan besi.

Bangunan inti masjid merupakan bangunan Jawa berbentuk limasan. Cirinya dapat dilihat pada atap yang berbentuk limas dan ruangan yang terbagi dua, yaitu inti dan serambi.

Sebuah parit yang mengelilingi masjid akan dijumpai sebelum memasuki bangunan inti masjid. Parit itu di masa lalu digunakan sebagai saluran drainase setelah air digunakan wudlu di sebelah utara masjid. Kini, warga setempat memperbaiki parit dengan memasang porselen di bagian dasar parit dan menggunakannya sebagai tempat memelihara ikan. Untuk memudahkan warga yang ingin beribadah, dibuat sebuah jembatan kecil yang terbuat dari kayu-kayu yang disusun berderet.

Pada bagian luar inti masjid terdapat bedug tua yang bersebelahan dengan kentongan. Bedug yang usianya tak kalah tua dengan masjidnya itu merupakan hadiah dari seseorang bernama Nyai Pringgit yang berasal dari Desa Dondong, wilayah di Kabupaten Kulon Progo. Atas jasanya memberikan bedug itu, keturunan Nyai Pringgit diberi hak untuk menempati wilayah sekitar masjid yang kemudian dinamai Dondongan. Sementara bedug pemberiannya, hingga kini masih dibunyikan sebagai penanda waktu shalat.

Sebuah mimbar untuk berkhotbah yang terbuat dari bahan kayu yang diukir indah dapat dijumpai di bagian dalam masjid, sebelah tempat imam memimpin sholat. Mimbar itu juga merupakan pemberian. Saat Sultan Agung menunaikan ibadah haji, ia mampir ke Palembang untuk menjenguk salah satu adipati di tempat itu. Sebagai penghargaannya, adipati Palembang memberikan mimbar tersebut. Mimbar itu kini jarang digunakan karena sengaja dijaga agar tidak rusak. Sebagai pengganti mimbar itu, warga setempat menggunakan mimbar kecil untuk kepentingan ibadah sehari-hari.

Berjalan mengitari masjid maka akan ditemukan perbedaan tembok di sebelah kiri halaman masjid. Tembok kiri tersusun atas batu-bata merah dan terdapat batu marmer bertuliskan kalimat dalam aksara jawa. Ternyata tembok sebelah kiri merupakan tembok yang dibangun pada mas Sultan Agung yang menggunakan air aren yang dapat membatu sebagai perekatnya sehingga tembok lebih kuat.

Menuju Masjid Gedhe Mataram Kotagede bisa dari jalan sebelah barat pasar, setelah itu lurus mengikuti Jl. Watu Gilang ke arah selatan sampai menemukan sebuah papan nama Masjid Agung Kotagede dan makam Raja Mataram Kotagede.
.
Baca juga : Masjid-Masjid Bersejarah Di Indonesia 

Masjid Gedhe Kauman


Foto masjidgedhe.or.id

Masjid Gede dibangun sejak masa Sri Sultan Hamengkubuwono I bersama Kyai Faqih Ibrahim Diponingrat (penghulu kraton pertama) dan Kyai Wiryokusumo sebagai arsiteknya. Masjid ini dibangun pada hari Ahad Wage, 29 Mei 1773 M atau 6 Rabi’ul Akhir 1187 H.

Masjid ini merupakan Masjid Raya dari Prov DIY dan merupakan benda cagar budaya. Pada awal pembangunannya, masjid ini didirikan sebagai tempat ibadah bagi keluarga raja dan rakyatnya juga sebagai simbol identitas kerajaan Islam. Serambi yang terdapat pada Masjid Gedhe difungsikan sebagai "Al Mahkamah Al Kabiroh" yang berarti lokasi pertemuan semua alim ulama, lokasi tempat pengajian dan dakwah serta tempat pengadilan agama.

Kompleks Mesjid Gedhe Kauman dikelilingi oleh suatu dinding yang tinggi. Pintu utama kompleks terdapat di sisi timur dengan konstruksi semar tinandu. Arsitektur bangunan induk berbentuk tajug persegi tertutup dengan atap bertumpang tiga. Untuk masuk ke dalam terdapat pintu utama di sisi timur dan utara. Di sisi dalam bagian barat terdapat mimbar bertingkat tiga yang terbuat dari kayu, mihrab (tempat imam memimpin ibadah), dan sebuah bangunan mirip sangkar yang disebut maksura. Pada zamannya (untuk alasan keamanan) di tempat ini sultan melakukan ibadah. Serambi masjid berbentuk limas persegi panjang terbuka.

Lantai ruang utama dibuat lebih tinggi dari serambi masjid dan lantai serambi sendiri lebih tinggi dibandingkan dengan halaman masjid. Di sisi utara-timur-selatan serambi terdapat kolam kecil. Pada zaman dahulu kolam ini untuk mencuci kaki orang yang hendak masuk masjid.

Di depan masjid terdapat sebuah halaman yang ditanami pohon tertentu. Di sebelah utara dan selatan halaman (timur laut dan tenggara bangunan masjid raya) terdapat sebuah bangunan yang agak tinggi yang dinamakan Pagongan (tempat gamelan). Pagongan di timur laut masjid disebut dengan Pagongan Ler (Pagongan Utara) dan yang berada di tenggara disebut dengan Pagongan Kidul (Pagongan Selatan). Saat upacara Sekaten, Pagongan Ler digunakan untuk menempatkan gamelan sekati Kangjeng Kyai (KK) Naga Wilaga dan Pagongan Kidul untuk gamelan sekati KK Guntur Madu.

Setiap bulan Maulid, gamelan tersebut dimainkan dan digunakan untuk menarik minat masyarakat Jawa agar menggemari music tradisional, tidak hanya itu, pertunjukkan gamelan tersebut juga disisipi berbagai dakwah yang dilakukan oleh ulama.

Di barat daya Pagongan Kidul terdapat pintu untuk masuk kompleks Masjid Gedhe yang digunakan dalam upacara Jejak Bata pada rangkaian acara Sekaten setiap tahun Dal. Selain itu terdapat Pengulon, tempat tinggal resmi kangjeng kyai pengulu di sebelah utara masjid dan pemakaman tua di sebelah barat masjid.

Baca juga : 3 Masjid Tertua Di Semarang 

Masjid Agung Puro Pakualaman


Foto kebudayaan.kemdikbud.go.id

Masjid Agung Puro Pakualaman berada di Kauman, Gunung Ketur, Pakualaman, Kota Yogyakarta. Pemilik adalah Kadipaten Pakualaman dan dikelola oleh Yayasan Pakualaman. Masjid Pakualaman dibangun pada masa pemerintahan Sri Paku Alam II (1829-1858 M) setelah perang Diponegoro yaitu pada tahun 1850 M.

Pendirian masjid ini ditandai dengan adanya batu tulis yang terdapat pada dinding serambi masjid tersebut. Prasasti berjumlah 4 buah ditulis dalam huruf Arab 2 buah dan dalam huruf Jawa 2 buah. Setelah adanya perbaikan serambi masjid, prasasti huruf Jawa tetap terletak di sebelah utara dan selatan masjid, sementara prasasti dengan huruf Arab tetap terletak di sebelah utara dan selatan pintu masuk.

Dengan usianya yang sudah mendekati dua abad, kondisi masjid Puro Pakualaman ini sangat terawat. Bangunan utama masjidnya berupa bangunan joglo dengan empat sokoguru ditengah ruangan sebagai penyanggah struktur atap, bangunan ini memiliki luas luas 144 m2 dan dilengkapi dengan empat buah serambi dengan luas 238 m2. Didalam masjid dilengkapi dengan mihrab dan sebuah mimbar kayu berukir dibalut dengan warna emas.

Baca juga : Masjid-Masjid Bersejarah Di Jakarta 

Masjid Jami Sulthoni Plosokuning


Foto jogjasiana.net

Selain dikenal sebagai Majid Jami Sulthoni Plosokuning, masjid ini juga disebut sebagai Masjid Pathok Negara. Masjid ini merupakan salah satu masjid tertua yang dimiliki oleh Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat.

Masjid ini terletak di Jl. Plosokuning Raya Desa Minomartani, Kecamatan Ngaglik Sleman. Usia dari masjid ini tidak tanggung-tanggung yaitu sudah lebih dari 200 tahun. Awal pendirian masjid dimulai dari abad 19 M ketika Sultan Hamengkubuwono III bertahta. Bangunan dari masjid ini cukup menarik, masjid ini didirikan di empat penjuru angin yang memiliki filosofis sebagai benteng perlindungan rohani kraton.

Masjid ini merupakan salah satu Masjid Pathok Negoro Kasultanan Yogyakarta selain Masjid Jami’ An-Nur Mlangi, Masjid Sultan Agung Babadan Baru, Masjid Nurul Huda Dongkelan, dan Masjid Taqwa Wonokromo.

Masjid Sulthoni Plosokuning telah mengalami beberapa kali renovasi, dan beberapa arsitektur tradisionalnya ada yang berubah, seperti halnya lantai saat ini sudah berubah dari plesteran biasa menjadi lantai keramik. Renovasi tersebut terjadi pada tahun 1976 berupa penggantian lantai dari plesteran menjadi tegel biasa. Kemudian tahun 1984 dilakukan penggantian daun pintu dan juga temboknya. Pada tahun 2000 kembali dilakukan renovasi pada empat tiang utamanya dan beberapa elemen, pada tahun 2001 kembali mengalami renovasi pada bagian serambi dan tempat wudhu, yang oleh dilakukan Dinas Kebudayaan Propinsi DIY.

Masjid Syuhada


Foto muallafjogja.com

Masjid Syuhada terletak di Kotabaru, DIY, dibangun pada tanggal 20 September 1952 dan merupakan masjid pemberian dari Presiden Soekarno kepada para pejuang yang sudah bertempur di Jogja. Oleh karena itu, masjid ini diberi nama Syuhada (pahlawan).

Masjid Syuhada menggabungkan berbagai gaya arsitektur. Arsitektur bangunan menyimpan sengkalan, pengingat atas suatu peristiwa dalam tradisi Jawa. Dalam hal ini, peringatan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Hal tersebut digambarkan dalam bagian-bagian penting bangunan seperti 17 anak tangga di bagian depan, delapan segi tiang gapuranya dan empat kupel bawah serta lima kupel atas. Bangunan ini juga dilengkapi 20 jendela yang diharapkan menjadi peringatan atas 20 sifat Allah SWT.

Bentuk kubah bawang masjid mengambil bentuk yang berkembang di Persia dan India. Kubah utama berada di bagian tengah dikelilingi kubah kecil di empat penjuru.

Sejak tahun 2002 masjid Syuhada sudah ditunjuk sebagai benda cagar budaya Jogja dan menjadi tempat wisata religi. Kegiatan yang dilakukan di dalam masjid juga beragam, mulai dari pendidikan hingga dakwah dan pengembangan ilmu pengetahuan.

(dari berbagai sumber)

Baca Selengkapnya »


Newer Posts Older Posts

Jangan Putus Asa


Kajian Islam bersama Habib Novel al-'Aydrus, Pengasuh Majelis Ilmu dan Dzikir Ar-Raudhah SOLO, Jawa Tengah



Baca Selengkapnya »



Newer Posts Older Posts

KISAH RASA LAPAR BAGINDA NABI SAW DAN MUKJIZAT MENYAMBUNGKAN TANGAN YANG TERPUTUS


Diriwayatkan oleh sahabat Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu; Suatu hari Nabi Muhammad ﷺ masuk ke rumah puterinya Sayyidah Fathimah radhiyallahu 'anha, Sayyidah Fathimah mengeuhkan rasa laparnya kepada Nabi, ia berkata : "Wahai ayah, sudah tiga hari kami tidak memakan sesuatupun".

Nabi menyibakkan baju beliau pada bagian perutnya, dan terlihat ada batu yang terikat di bagian perutnya (untuk menahan rasa lapar), "Wahai Fathimah, jika kalian tiga hari belum menemukan makanan, maka ayahmu ini sudah empat hari".

(Mendengar Sayyidah Fathimah mengatakan sudah tiga hari tidak makan) maka Nabi ﷺ keluar rumah, namun rupanya yang sangat terbayang adalah kedua cucu beliau, Hasan dan Husain.

Nabi berjalan hingga sampai di pinggiran kota, dan ia menemukan seorang Arobiy (Arab baduy pinggiran) yang akan menyirami dari sumur dengan menimba.

Nabi berdiri dan Arobiy tidak mengetahui bahwa beliau adalah Nabi Muhammad ﷺ.
Nabi : "Wahai Arobiy, apakah engkau butuh orang yang bisa engkau pekerjakan?"
"Ya," jawab Arobiy.
Nabi : "Apa yang harus aku lakukan?"
Arobiy : "Menyirami dari sumur ini".

Kemudian Arobiy memberikan timbaan tersebut pada Nabi, dan Nabi mendapat upah tiga buah kurma dari satu timbaan itu dan kemudian Nabi memakannya.

Kemudian Nabi melanjutkan timbaannya hingga mendapat delapan timbaan, dan ketika akan mengangkat timbaan kesembilan ternyata tali timbaannya putus sehingga timbaannya jatuh ke dalam sumur, dan Nabi pun merasa bingung

Datanglah si Arobiy dengan keadaan marah dan ia menampar wajah mulia Nabi ﷺ dan memberikan upah duapuluh empat biji kurma, Nabi menerimanya kemudian Nabi merogohkan tangannya ke dalam sumur (yang dalam) dan mengambil timbaan yang tadi putus, dan setelah dapat kemudian timbaan itu dilemparkan pada Arobiy dan Nabi meninggalkan si Arobiy.

Sejenak si Arobiy tertegun dan berkata, "Ini adalah seorang Nabi yang haq".
Kemudian ia mengambil golok dan memotong tangan kanannya, tangan yang dipakai untuk menampar wajah Nabi ﷺ hingga ia pingsan, dan ia siuman ketika ada orang yang memercikan air ke wajahnya.
Orang itu bertanya pada si Arobiy : "Apa yang terjadi padamu?"
Arobiy : "Tadi aku menampar wajah seseorang, dan aku sangat menyangka bahwa orang itu adalah Nabi Muhammad, aku takut terkena adzab, lalu aku memotong tanganku yang digunakan untuk menamparnya".

Lalu Arobiy membawa tangan kanannya yang terputus dengan tangan kirinya, dan ia menuju mesjid dan berkata : "Wahai para sahabat Muhammad, dimanakah Muhammad berada?"

Dalam mesjid ada sahabat Abu Bakar, Umar dan Utsman yang sedang duduk, dan mereka bertanya kepada Arobiy : "Ada gerangan apakah engkau menanyakan Nabi Muhammad?"
Arobiy : "Aku mempunyai keperluan kepadanya".

Kemudian sahabat Salman menuntun tangan Arobiy dan menuju rumah Fathimah radhiyallahu 'anha.
Ketika itu Nabi Muhammad ﷺ sedang memangku kedua cucu beliau di rumah Fathimah, Hasan duduk di atas pangkuan paha Nabi sebelah kanan dan Husain di atas pangkuan paha sebelah kiri, dan beliau menyuapi keduanya dengan kurma hasil kerja beliau.

Di luar rumah Arobiy memanggil : "Wahai Muhammad".

Nabi meminta pada Fathimah radhiyallahu 'anha untuk melihat siapa yang memanggil beliau di luar, ketika Fathimah radhiyallahu 'anha membuka pintu, ia melihat seorang Arobiy yang sedang menenteng tangan kanannya dengan tangan kirinya dan terlihat darah masih terus menetes.
Kemudian Fathimah radhiyallahu 'anha kembali dan mengabarkannya kepada Nabi ﷺ.

Lalu Nabi berdiri dan menemui Arobiy, dan Arobiy berkata : "Wahai Muhammad... maafkanlah aku, sungguh aku (tadi) tidak mengetahui bahwa engkau adalah Nabi".
Nabi : "Mengapa engkau sampai memotong tanganmu?"
Arobiy : "Aku tak akan membiarkan tanganku yang telah menampar wajahmu".
Nabi : "Masuklah ke dalam Islam, engkau selamat".
Arobiy : "Wahai Muhammad, jika engkau seorang Nabi, obatilah mashlahatkan tanganku".

Kemudian Nabi mengambil tangan kanan Arobiy yang terputus dan menempelkannya ke tempat asalnya kemudian Nabi mengusapnya, maka tangan itupun tersambung kembali, layaknya sediakala dengan izin Allah, maka Arobiy pun masuk Islam.
Alhamdulillah.

Ditukil dari kitab An-Nawadir 46-47.

**

(حكى) عن أنس بن مالك رضى الله عنه قال دخل سيدنا النبى ﷺ منزلة فاطمة رضى الله عنها فشكت إليه الجوع وقالت : يا أبت لنا منذ ثلاثة أيام لم نذق طعاماً

فكشف النبى عن بطنه واذا عليه حجر مشدود وقال يافاطمة ان كان لكم ثلاثة أيام فلأبيك أربعة أيام ثم خرج رسول الله ﷺ من منزلها وهو يقول وأغمه بجوع الحسن والحسين

ولم يزل ﷺ يمشى حتى خرج من سكك المدينة واذا هو باعرابى على بئر يستسقى الماءمنها فوقف ﷺ عليه وهو لايعرف انه النبى ﷺ

فقال له : يا اعرابى هل لك فى جير تستأجره قال نعم نستأجره فيماذا قال يستقى من هذا البئر فدفع الاعرابى له الدلو فاستقى له دلوا فدفع له ثلاث تمرات فاكلها ﷺ ثم استقى له ثمانية أدلية فلما استقاء التسعة انقطع الرشا فوقع الدلو فى البئر فوقع سيدنا النبى ﷺ متحيرا فجاء الاعرابى غضبان ولطم وجه سيدنا النبى ﷺ ودفع له أربعة وعشرون تمرة

فاخذها منه ثم تناول الدلو من البئر بيده الشريفة ورماه للأعرابى وانطلق من عنده فتفكر الاعرابى ساعة

ثم قال ان هذا نبى حقا ثم أخذ مديه وقطع بها يمينه التى لطم بها سيدنا النبى ﷺ فوقع مغشيا عليه فمر عليه ركب فرشوا عليه الماء حتى أفاق فقالوا ما أصابك فقال لطمت وجه إنسان ثم ظننت أنه محمد وأخاف أن تصيبنى العقوبة

فقطعت يدى التى لطمته بها ثم أخذ يده المقطوعه بيساره وأقبل الى المسجد ونادى ياأصحاب محمد أيم محمد وكان أبو بكر وعمر وعثمان قعودا فيه فقالوا له ماذا تسأل على محمد فقال لى إليه حاجةفجاء سليمان وأخذ بيد الاعرابى وأنطلق الى بيت فاطمة وكان النبى ﷺ لما أخذ التمر جاء به الى بيتها وأجلس الحسن على فخذه الايمن والحسن على فخذه الايسر وصار يلقمهما من التمر الذى معه

فنادى الاعرابى يا محمد فقال لفاطمة انظرى من فى الباب فخرجت فوجدت الاعرابى ويده تقطر دما فرجعت اليه وأخبرته بما رأت فقام النبى ﷺ

فلما رآه قال يامحمد أعذرنى فانى لا أعرفك فقال له لم قطعت يدك قال لم يكن لى أن أبقى على يد لطمت بها وجهك فقال له النبى أسلم تسلم فقال يامحمد ان كنت نبيا فأصلح يدى فأخذها النبى ووضعها فى مكانها وألصقها ومسحها بيده وتفل عليها وسمى فالتأمت بإذن الله تعالى فأسلم الاعرابى

Wallahu a'lam

اللهم صل على سيدنا محمد وعلى اله واصحابه واهل بيته اجمعين

Baca Selengkapnya »

Newer Posts Older Posts

Bulughul Maram



BAB WASIAT
بَابُ اَلْوَصَايَا
Hadits No. 984
Dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, "Seorang muslim tidak berhak mewasiatkan sesuatu yang ia miliki kurang dari dua malam (hari), kecuali jika wasiat itu tertulis disisinya."
Muttafaq 'alaihi.
ََعَنْ اِبْنِ عُمَرَ - رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا- ; أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ : ( مَا حَقُّ اِمْرِئٍ مُسْلِمٍ لَهُ شَيْءٌ يُرِيدُ أَنْ يُوصِيَ فِيهِ يَبِيتُ لَيْلَتَيْنِ إِلَّا وَوَصِيَّتُهُ مَكْتُوبَةٌ عِنْدَهُ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ 
Hadits No. 985
Saad ibnu Waqqash radhiyallahu 'anhu berkata, Aku berkata, wahai Rasulullah, aku mempunyai harta dan tidak ada yang mewarisiku kecuali anak perempuanku satu-satunya. Bolehkah aku bersedekah dengan dua pertiga hartaku? Beliau menjawab, "Tidak boleh." Aku bertanya, Apakah aku menyedekahkan setengahnya? Beliau menjawab, "Tidak boleh." Aku bertanya lagi, Apakah aku sedekahkan sepertiganya? Beliau menjawab, "Ya, sepertiga, da sepertiga itu banyak. Sesungguhnya engkau meninggalkan ahli warismu kaya lebih baik daripada engkau meninggalkan mereka dalam keadaan fakit meminta-minta kepada orang."
Muttafaq 'alaihi.
َوَعَنْ سَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ رضي الله عنه قَالَ : قُلْتُ : ( يَا رَسُولَ اَللَّهِ ! أَنَا ذُو مَالٍ , وَلَا يَرِثُنِي إِلَّا اِبْنَةٌ لِي وَاحِدَةٌ , أَفَأَتَصَدَّقُ بِثُلُثَيْ مَالِي? قَالَ : لَا قُلْتُ : أَفَأَتَصَدَّقُ بِشَطْرِهِ ? قَالَ : لَا قُلْتُ : أَفَأَتَصَدَّقُ بِثُلُثِهِ ? قَالَ : اَلثُّلُثُ , وَالثُّلُثُ كَثِيرٌ , إِنَّكَ أَنْ تَذَرَ وَرَثَتَكَ أَغْنِيَاءَ خَيْرٌ مِنْ أَنْ تَذَرَهُمْ عَالَةً يَتَكَفَّفُونَ اَلنَّاسَ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ 
Hadits No. 986
Dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha bahwa ada seorang laki-laki menghadap Rasulullah ﷺ dan berkata, Wahai Rasulullah, ibuku telah mati secara mendadak dan ia belum berwasiat. Aku kira, bila ia sempat berbicara ia akan bersedekah. Apakah ia mendapat pahala jika aku bersedekah untuknya? Beliau bersabda, "Ya."
Muttafaq 'alaihi dan lafadznya menurut Muslim.
َوَعَنْ عَائِشَةَ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا- ( أَنَّ رَجُلاً أَتَى اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: يَا رَسُولَ اَللَّهِ ! إِنَّ أُمِّي اُفْتُلِتَتْ نَفْسُهَا وَلَمْ تُوصِ , وَأَظُنُّهَا لَوْ تَكَلَّمَتْ تَصَدَّقَتْ , أَفَلَهَا أَجْرٌ إِنْ تَصَدَّقْتُ عَنْهَا ? قَالَ : نَعَمْ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ , وَاللَّفْظُ لِمُسْلِمٍ
Hadits No. 987
Abu Umamah al-Bahily radhiyallahu 'anhu berkata, Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, "Sesungguhnya Allah telah memberi hak kepada tiap-tiap yang berhak dan tidak ada wasiat untuk ahli waris."
Riwayat Ahmad dan Imam Empat kecuali Nasa'i. Hadits hasah menurut Ahmad dan Tirmidzi, dan dikuatkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Ibnu al-Jarud.
َوَعَنْ أَبِي أُمَامَةَ اَلْبَاهِلِيِّ رضي الله عنه سَمِعْتُ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ : ( إِنَّ اَللَّهَ قَدْ أَعْطَى كُلَّ ذِي حَقٍّ حَقَّهُ , فَلَا وَصِيَّةَ لِوَارِثٍ )  رَوَاهُ أَحْمَدُ , وَالْأَرْبَعَةُ إِلَّا النَّسَائِيَّ , وَحَسَّنَهُ أَحْمَدُ وَاَلتِّرْمِذِيُّ , وَقَوَّاهُ اِبْنُ خُزَيْمَةَ , وَابْنُ اَلْجَارُودِ
Hadits No. 988
Daruquthni meriwayatkan dair hadits Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma dengan tambahan di akhir hadits: "Kecuali ahli waris menyetujui." Dan sanadnya hasan.
َوَرَوَاهُ اَلدَّارَقُطْنِيُّ مِنْ حَدِيثِ اِبْنِ عَبَّاسٍ - رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا- , وَزَادَ فِي آخِرِهِ : ( إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اَلْوَرَثَةُ )  وَإِسْنَادُهُ حَسَنٌ
Hadits No. 989
Dari Muadz ibnu Jabal radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, "Sesungguhnya Allah mengizinkan kepadamu bersedekah sepertiga dari hartamu waktu kamu akan meninggal untuk menambah kebaikanmu."
Riwayat Daruquthni.
َوَعَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم ( إِنَّ اَللَّهَ تَصَدَّقَ عَلَيْكُمْ بِثُلُثِ أَمْوَالِكُمْ عِنْدَ وَفَاتِكُمْ ; زِيَادَةً فِي حَسَنَاتِكُمْ )  رَوَاهُ اَلدَّارَقُطْنِيُّ
Hadits No. 990
Ahmad dan Al-Bazzar juga meriwayatkan dari hadits Abu Darda'.
َوَأَخْرَجَهُ أَحْمَدُ , وَالْبَزَّارُ مِنْ حَدِيثِ أَبِي اَلدَّرْدَاءِ 
Hadits No. 991
Ibnu Majah meriwayatkan dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu dan semuanya dha'if, namun saling menguatkan. Wallahu a'lam.

َوَابْنُ مَاجَهْ : مِنْ حَدِيثِ أَبِي هُرَيْرَةَ وَكُلُّهَا ضَعِيفَةٌ , لَكِنْ قَدْ يَقْوَى بَعْضُهَا بِبَعْضٍ. وَاَللَّهُ أَعْلَمُ


Ke halaman utama >>

Baca Selengkapnya »

Newer Posts Older Posts

Tata Cara Berwudhu


Wudhu merupakan aktivitas yang dilakukan oleh orang untuk mensucikan diri dari hadats dan cara membersihkan najis kecil dengan menggunakan air yang dilakukan dalam agama Islam sebelum melakukan shalat. Wudhu biasanya dilakukan pada hendak melaksanakan shalat karena merupakan salah satu rukun shalat.

Dalam Al-Qur'an surat Al-Ma’idah ayat 6, Allah Ta'ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ

"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki"

Rasulullah ﷺ bersabda,

لاَ يَقْبَلُ صَلاَةَ أَحَدِكُمْ إِذَا أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ

“Shalat salah seorang di antara kalian tidak akan diterima -ketika masih berhadats- sampai dia berwudhu.“ (HR. Abu Dawud no. 134, At Tirmidzi no. 37, Ibnu Majah no. 443, dan Ahmad no. 5/264).

Banyak keutamaan dari berwudhu, diantaranya,

Dari Abdullah ash-Shunabihiy bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, “Apabila seorang hamba berwudhu lalu berkumur-kumur, maka akan keluar dosa-dosa dari mulutnya. Jika ia menghembuskan air dari hidung, maka akan keluar dosa-dosa dari hidungnya. Ketika ia membasuh mukanya, maka akan keluar dosa-dosa dari mukanya sampai keluar dari pinggir kelopak mata. Ketika ia membasuh kedua tangannya, maka akan keluar dosa-dosanya dari kedua tangannya sampai keluar dari bawah kuku tangannya. Ketika ia mengusap kepala, maka akan keluar dosa-dosa dari atas kepalanya sampai keluar dari kedua telinganya. Ketika ia membasuh kedua kakinya, maka akan keluar dosa-dosanya dari kedua kakinya sampai keluar dari bawah kuku kakinya. Kemudian dengan berjalannya menuju masjid dan shalat yang dilakukannya sebagai tambahan untuknya.” (HR. Malik, Nasa’i, Ibnu Majah dan Hakim)

Dan dari Abu Huirairah bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, “Maukah kamu aku tunjukkan perbuatan yang dengannya Allah akan menghapuskan dosa-dosa dan meninggikan derajat?” Para sahabat menjawab, “Ya, mau wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Menyempurnakan wudhu saat keadaan tidak menyenangkan, banyak melangkahkan kaki menuju masjid dan menunggu shalat yang berikutnya setelah melaksanakan suatu shalat; itulah Ar-Ribaath.” (HR. Malik, Muslim, Tirmidzi dan Nasa’i)

Ar-Ribaath artinya menjaga perbatasan dari serangan musuh dan berjihad fii sabiilillah, yakni bahwa senantiasa menjaga kesucian dan menekuni ibadah seperti jihad fii sabiilillah.

Baca juga : Syarat, Rukun dan Yang Membatalkan Shalat  

Hukum Berwudhu


Sama halnya dengan beberapa jenis shalat yaitu shalat wajib dan shalat sunnah. Hukum berwudhu terdapat dua jenis yaitu wudhu yang wajib dan sunnah:

1. Wajib

Melakukan wudhu merupakan hal yang wajib dilakukan oleh orang muslim sebelum melakukan kegiatan shalat, thawaf memutari Ka'bah dan sebelum memegang Kitab Suci Al-Qur'an. Hukum wajib berwudhu sebelum menyentuh Al-Qur'an sudah didaulat oleh empat madzhab Islam berdasarkan literature di dalam Al-Qur'an pada surat Al-Waqiah ayat 77-79, yang berbunyi:

إِنَّهُ لَقُرْآنٌ كَرِيمٌ. فِي كِتَابٍ مَكْنُونٍ. لا يَمَسُّهُ إِلا الْمُطَهَّرُونَ

“Sesungguhnya Al-Qur'an ini adalah bacaan yang sangat mulia, pada kitab yang telperihara (Lauhul Mahfuzh), tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan”.

Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu mengemukakan pendapat mengenai ayat tersebut dan telah ditafsirkan oleh Al-Hafidzt Ibnu Katsir. Ayat tersebut menurutnya merupakan “tidak ada yang dapat menyentuh Al-Qur'an yang ada di dalam Lauhul Mahfuzh kecuali mereka para malaikat yang telah disucikan”. Bukan berarti bahwa orang yang bisa menyentuh Al-Qur'an adalah orang yang telah terbebas dari berbegai hadast baik kecil maupun besar.

2. Sunnah

Wudhu juga digolongkan menjadi hal yang sunnah jika menjadi hal-hal berikut ini:
  • Mengulangi kegiatan wudhu untuk setiap kali shalat. Sebenarnya jika sudah wudhu satu kali dan wudhu itu belum batal maka tidak perlu diulangi lagi wudhunya. Namun jika tidak yakin apakah wudhu yang dilakukan sudah batal atau belum bisa melakukan wudhu kembali.
  • Senantiasa melakukan wudhu setiap melakukan kegiatan sehari-hari. Hal ini biasanya dilakukan oleh beberapa orang jika akan melakukan kegiatan maka dilakukan dengan wudhu terlebih dahulu. 
  • Ketika orang hendak mau tidur, terutama saat tubuh dalam keadaan junub. Jadi orang yang sedang dalam keadaan junub disunnahkan untuk wudhu terlebih dahulu. 
  • Wudhu yang dilakukan ketika hendak mandi wajib. Seorang yang akan melakukan mandi wajib disunnahkan untuk melakukan wudhu terlebih dahulu. 
  • Wudhu yang dilakukan saat hendak mengulangi hubungan badan. 
  • Saat marah, seorang muslim disunnahkan untuk melakukan wudhu dan senantiasa mengingat Allah Subhanahu wa Ta'ala untuk meredakan amarah yang dirasakannya. 
  • Saat melakukan adzan dan iqamat, orang tersebut hendaknya mengambil wudhu terlebih dahulu. 
  • Orang muslim yang hendak menyentuh Kitab Suci Al-Qur'an sebaiknya mengambil wudhu terlebih dahulu. 

Tata Cara Berwudhu


حُمْرَانَ مَوْلَى عُثْمَانَ أَخْبَرَهُ أَنَّ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ – رضى الله عنه – دَعَا بِوَضُوءٍ فَتَوَضَّأَ فَغَسَلَ كَفَّيْهِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ مَضْمَضَ وَاسْتَنْثَرَ ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ الْيُمْنَى إِلَى الْمِرْفَقِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ الْيُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ مَسَحَ رَأْسَهُ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَهُ الْيُمْنَى إِلَى الْكَعْبَيْنِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ غَسَلَ الْيُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ قَالَ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِى هَذَا ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِى هَذَا ثُمَّ قَامَ فَرَكَعَ رَكْعَتَيْنِ لاَ يُحَدِّثُ فِيهِمَا نَفْسَهُ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ ». قَالَ ابْنُ شِهَابٍ وَكَانَ عُلَمَاؤُنَا يَقُولُونَ هَذَا الْوُضُوءُ أَسْبَغُ مَا يَتَوَضَّأُ بِهِ أَحَدٌ لِلصَّلاَةِ

Dari Humran Maula (budak yang dimerdekakan) Utsman, bahwa Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu pernah meminta dibawakan air wudhu, ia pun berwudhu, membasuh kedua telapak tangannya tiga kali, lalu berkumur-kumur dan menghembuskan air dari hidung, dan membasuh mukanya tiga kali, kemudian membasuh tangan kanan sampai siku tiga kali, yang kiri juga seperti itu. Kemudian ia mengusap kepalanya, lalu membasuh kaki kanannya sampai mata kaki tiga kali, kaki kiri pun sama seperti itu. Setelah itu, ia berkata, “Aku melihat Rasulullah ﷺ berwudhu seperti wudhuku ini, kemudian Rasulullah ﷺ bersabda, “Barangsiapa yang berwudhu seperti wudhuku ini, lalu berdiri shalat dua raka’at dengan khusyu’, niscaya akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.”
Ibnu Syihab berkata, “Para ulama kami berkata, “Wudhu ini merupakan wudhu paling sempurna yang dilakukan seseorang ketika hendak shalat.” (HR. Bukhari, Muslim (ini adalah lafaznya), Abu Dawud dan Nasa’i).

Rukun Wudhu


Sebagaimana ibadah-ibadah lainnya wudhu juga memiliki beberapa rukun atau kefardhuan yang mesti dilakukan untuk mencapai keabsahannya. Dalam fikih madzhab Syafi’i ditetapkan ada enam hal yang menjadi rukun wudhu. Sebagaimana disebutkan Syeikh Salim bin Sumair al-Hadhrami dalam kitabnya, Safinatun Najah.

فروض الوضوء ستة: الأول النية الثاني غسل الوجه الثالث غسل اليدين مع المرفقين الرايع مسح شيئ من الرأس الخامس غسل الرجلين مع الكعبين السادس الترتيب

“Fardhu wudhu ada enam: (1) niat, (2) membasuh muka, (3) membasuh kedua tangan beserta kedua siku, (4) mengusap sebagian kepala, (5) membasuh kedua kaki beserta kedua mata kaki, dan (6) tertib,” (Lihat Salim bin Sumair al-Hadhrami, Safînatun Naja. Beirut, Darul Minhaj, 2009, hlm 18).

Keenam rukun tersebut dijelaskan oleh Syeikh Nawawi al-Bantani sebagai berikut.

1. Niat wudhu dilakukan secara berbarengan pada saat pertama kali membasuh bagian muka, baik yang pertama kali dibasuh itu bagian atas, tengah maupun bawah.

Bila orang yang berwudhu tidak memiliki suatu penyakit maka ia bisa berniat dengan salah satu dari tiga niat berikut:
a. Berniat menghilangkan hadats, bersuci dari hadats, atau bersuci untuk melakukan shalat.
b. Berniat untuk diperbolehkannya melakukan shalat atau ibadah lain yang tidak bisa dilakukan kecuali dalam keadaan suci.
c. Berniat melakukan fardhu wudhu, melakukan wudhu atau wudhu saja, meskipun yang berwudhu seorang anak kecil atau orang yang memperbarui wudhunya.

Orang yang dalam keadaan darurat seperti memiliki penyakit ayang-ayangen atau beser baginya tidak cukup berwudhu dengan niat menghilangkan hadats atau bersuci dari hadats. Baginya wudhu yang ia lakukan berfungsi untuk membolehkan dilakukannya shalat, bukan berfungsi untuk menghilangkan hadats.

Sedangkan orang yang memperbarui wudhunya tidak diperkenankan berwudhu dengan niat menghilangkan hadats, diperbolehkan melakukan shalat, atau bersuci dari hadats.

2. Membasuh muka

Sebagai batasan muka, panjangnya adalah antara tempat tumbuhnya rambut sampai dengan di bawah ujung kedua rahangnya. Sedangkan lebarnya adalah antara kedua telinganya. Termasuk muka adalah berbagai rambut yang tumbuh di dalamnya seperti alis, bulu mata, kumis, jenggot, dan godek. Rambut-rambut tersebut wajib dibasuh bagian luar dan dalamnya beserta kulit yang berada di bawahnya meskipun rambut tersebut tebal, karena termasuk bagian dari wajah. tetapi tidak wajib membasuh bagian dalam rambut yang tebal bila rambut tersebut keluar dari wilayah muka.

3. Membasuh kedua tangan beserta kedua sikunya.

Dianggap sebagai siku bila wujudnya ada meskipun di tempat yang tidak biasanya seperti bila tempat kedua siku tersebut bersambung dengan pundak.

4. Mengusap sebagian kecil kepala

Mengusap sebagian kecil kepala ini bisa hanya dengan sekadar mengusap sebagian rambut saja, dengan catatan rambut yang diusap tidak melebihi batas anggota badan yang disebut kepala. Seumpama seorang perempuan yang rambut belakangnya panjang sampai sepunggung tidak bisa hanya mengusap ujung rambut tersebut karena sudah berada di luar batas wilayah kepala. Dianggap cukup bila dalam mengusap kepala ini dengan cara membasuhnya, meneteskan air, atau meletakkan tangan yang basah di atas kepala tanpa menjalankannya.

5. Membasuh kedua kaki beserta kedua mata kaki

Dalam hal ini yang dibasuh adalah bagian telapak kaki beserta kedua mata kakinya. Tidak harus membasuh sampai ke betis atau lutut. Diwajibkan pula membasuh apa-apa yang ada pada anggota badan ini seperti rambut dan lainnya. Orang yang dipotong telapak kakinya maka wajib membasuh bagian yang tersisa. Sedangkan bila bagian yang dipotong di atas mata kaki maka tidak ada kewajiban membasuh baginya namun disunahkan membasuh anggota badan yang tersisa.

6. Tertib

Yang dimaksud dengan tertib di sini adalah melakukan kegiatan wudhu tersebut secara berurutan sebagaimana disebut di atas, yakni dimulai dengan membasuh muka, membasuh kedua tangan beserta kedua siku, mengusap sebagian kecil kepala, dan diakhiri dengan membasuh kedua kaki beserta kedua mata kaki.

Sunnah-Sunnah Wudhu


Berikut penjelasan Abu Abdillah Muhammad bin Qasim al-Ghazi tentang sunnah-sunnah wudhu dalam kitabnya,  Fathul Qarib.

(وسننه) أي الوضوء (عشرة أشياء) وفي بعض نسخ المتن عشر خصال (التسمية) أوله وأفلها بسم الله وأكملها بسم الله الرحمن الرحيم، فإن ترك التسمية أوله أتى بها في أثنائه، فإن فرغ من الوضوء لم يأت بها 

(وغسل الكفين) إلى الكوعين قبل المضمضة ويغسلهما ثلاثاً إن تردد في طهرهما. (قبل إدخالهما الإناء) المشتمل على ماء دون القلتين، فإن لم يغسلهما كره له غمسهما في الإناء، وإن تيقن طهرهما لم يكره له غمسهما. (والمضمضة) بعد غسل الكفين، ويحصل أصل السنة فيها بإدخال الماء في الفم سواء أداره فيه ومجه أم لا، فإن أراد الأكمل مجه 

(والاستنشاق) بعد المضمضة ويحصل أصل السنة فيه بإدخال الماء في الأنف سواء جذبه بنفسه إلى خياشمه ونثره أم لا، فإن أراد الأكمل نثره والجمع بين المضمضة والاستنشاق بثلاث غرف، يتمضمض من كل منها ثم يستنشق أفضل من الفصل بينهما. 

(ومسح جميع الرأس) وفي بعض نسخ المتن واستيعاب الرأس بالمسح،أما مسح بعض الرأس، فواجب كما سبق، ولو لم يرد نزع ما على رأسه من عمامة ونحوها كمل بالمسح عليها. (ومسح) جميع (الأذنين ظاهرهما وباطنهما بماء جديد) أي غير بلل الرأس، والسنة في كيفية مسحهما أن يدخل مسبحتيه في صماخيه، ويديرهما، على المعاطف، ويمرّ إبهاميه على ظهورهما، ثم يلصق كفيه، وهما مبلولتان بالأذنين استظهاراً. 

(وتخليل اللحية الكثة) بمثلثة من الرجل أما لحية الرجل الخفيفة، ولحية المرأة والخنثى، فيجب تخليلهما وكيفيته أن يدخل الرجل أصابعه من أسفل اللحية 

(وتخليل أصابع اليدين والرجلين) إن وصل الماء إليها من غير تخليل، فإن لم يصل إلا به، كالأصابع الملتفة وجب تخليلها، وإن لم يتأت تخليلها لالتحامها حرم فتقها للتخليل، وكيفية تخليل اليدين بالتشبيك والرجلين بأن يبدأ بخنصر يده اليسرى من أسفل الرجل مبتدئاً بخنصر الرجل اليمنى خاتماً بخنصر اليسرى

(وتقديم اليمنى) من يديه ورجليه (على اليسرى) منهما أما العضوان اللذان يسهل غسلهما معاً كالخدين فلا يقدم اليمين منهما بل يطهران دفعة واحدة، وذكر المصنف سنية تثليث العضو المغسول والممسوح في قوله(والطهارة ثلاثاً ثلاثاً) وفي بعض النسخ التكرار، أي للمغسول والممسوح،

(والموالاة) ويعبر عنها بالتتابع، وهي أن لا يحصل بين العضوين تفريق كثير، بل يطهر العضو بعد العضو بحيث لا يجف المغسول قبله مع اعتدال الهواء والمزاج والزمان، وإذا ثلث فالاعتبار بآخر غسلة، وإنما تندب الموالاة في غير وضوء صاحب الضرورة، أما هو فالموالاة واجبة في حقه. وبقي للوضوء سنن أخرى مذكورة في المطولات.

Membaca Basmalah

Kesunnahan-kesunnahan wudhu’ ada sepuluh perkara. Dalam sebagian redaksi matan diungkapkan dengan bahasa ”sepuluh khishal”.

Yaitu membaca basmalah di awal pelaksanaan wudhu’. Minimal bacaan basmalah adalah bismillah. Dan yang paling sempurna adalah bismillahirrahmanirrahim.

Jika tidak membaca basmalah di awal wudhu’, maka sunnah melakukannya di pertengahan pelaksanaan. Jika sudah selesai melaksanakan wudhu’-dan belum sempat membaca basmalah-, maka tidak sunnah untuk membacanya.

Membasuh Kedua Telapak Tangan

Dan membasuh kedua telapak tangan hingga kedua pergelangan tangan sebelum berkumur.
Dan membasuh keduanya tiga kali jika masih ragu-ragu akan kesuciannya, sebelum memasukkannya ke dalam wadah yang menampung air kurang dari dua qullah.

Sehingga, jika belum membasuh keduanya, maka bagi dia dimakruhkan memasukkannya ke dalam wadah air.

Jika telah yakin akan kesucian keduanya, maka bagi dia tidak dimakruhkan untuk memasukkannya ke dalam wadah.

Berkumur dan Memasukkan Air Ke Hidung

Dan berkumur setelah membasuh kedua telapak tangan.

Kesunnahan berkumur sudah bisa hasil / didapat dengan memasukkan air ke dalam mulut, baik di putar-putar di dalamnya kemudian dimuntahkan ataupun tidak. Jika ingin mendapatkan yang paling sempurna, maka dengan cara memuntahkannya.

Dan istinsyaq (memasukkan air ke dalam hidung) setelah berkumur.

Kesunnahan istinsyaq sudah bisa didapat dengan memasukkan air ke dalam hidung, baik ditarik dengan nafasnya hingga ke janur hidung lalu menyemprotkannya ataupun tidak. Jika ingin mendapatkan yang paling sempurna, maka dia harus mennyemprotkannya.

Mubalaghah (mengeraskan) dianjurkan saat berkumur dan istinsyaq.

Mengumpulkan berkumur dan istinsyaq dengan tiga cidukan air, yaitu berkumur dari setiap cidukan kemudian istinsyaq, adalah sesuatu yang lebih utama daripada memisah di antara keduanya.

Mengusap Seluruh Kepala

Dan mengusap seluruh bagian kepala. Dalam sebagian redaksi matan diungkapkan dengan bahasa “dan meratakan kepala dengan usapan”.

Sedangkan untuk mengusap sebagian kepala hukumnya adalah wajib sebagaimana keterangan di depan.

Dan seandainya tidak ingin melepas sesuatu yang berada di kepalanya yaitu surban atau sesamanya, maka dia disunnahkan menyempurnakan usapan air itu ke seluruh surbannya.

Mengusap Kedua Telinga

Dan mengusap seluruh bagian kedua telinga, bagian luar dan dalamnya dengan menggunakan air yang baru, maksudnya bukan basah-basah sisa usapan kepala.

Dan yang sunnah di dalam cara mengusap keduanya adalah ia memasukkan kedua jari telunjuk ke lubang telinganya, memutar-mutar keduanya ke lipatan-lipatan telinga dan menjalankan kedua ibu jari di telinga bagian belakang, kemudian menempelkan kedua telapak tangannya yang dalam keadaan basah pada kedua telinganya guna memastikan meratanya usapan air ke telinga.

Menyelah-nyelahi Jenggot, Jari Kedua Tangan dan Kaki

Dan menyelah-nyelahi bulu jenggotnya orang laki-laki yang tebal. Lafadz ”al-katstsati” dengan menggunakan huruf yang diberi titik tiga (huruf tsa’).

Sedangkan jenggotnya laki-laki yang tipis, jenggotnya perempuan dan khuntsa, maka wajib untuk diselah-selahi.

Cara menyelah-nyelahi adalah seorang laki-laki memasukkan jari-jari tangannya dari arah bawah jenggot.

Dan sunnah menyelah-nyelahi jari-jari kedua tangan dan kaki, jika air sudah bisa sampai pada bagian-bagian tersebut tanpa diselah-selahi.

Jika air tidak bisa sampai pada bagian tersebut kecuali dengan cara diselah-selahi seperti jari-jari yang menempel satu sama lain, maka wajib untuk diselah-selahi.

Jika jari-jari yang menempel itu sulit untuk diselah-selahi karena terlalu melekat, maka haram disobek karena tujuan untuk diselah-selahi.

Cara menyelah-nyelahi kedua tangan adalah dengan tasybik. Dan cara menyelah-nyelahi kedua kaki adalah dengan menggunakan jari kelingking tangan kanan di masukkan dari arah bawah kaki, di mulai dari selah-selah jari kelingking kaki kanan dan di akhiri dengan jari kelingking kaki kiri.

Mendahulukan Bagian Kanan

Dan sunnah mendahulukan bagian kanan dari kedua tangan dan kaki sebelum bagian kiri dari keduanya.

Sedangkan untuk dua anggota yang mudah dibasuh secara bersamaan seperti kedua pipi, maka tidak disunnahkan untuk mendahulukan bagian yang kanan dari keduanya, akan tetapi keduanya di sucikan secara bersamaan.

Mengulangi Tiga Kali dan Muwalah (Terus Menerus)

Mushannif menyebutkan kesunnahan mengulangi basuhan dan usapan anggota wudlu’ sebanyak tiga kali di dalam perkataan beliau, “dan sunnah melakukan bersuci tiga kali tiga kali.” Dalam sebagian teks diungkapkan dengan bahasa “mengulangi anggota yang dibasuh dan yang diusap.”

Dan muwallah (terus menerus). Muwallah diungkapkan dengan bahasa “tatabbu’”(terus menerus). Muwallah adalah antara dua anggota wudlu’ tidak terjadi perpisahan yang lama, bahkan setiap anggota langsung disucikan setelah mensucikan anggota sebelumnya, sekira anggota yang dibasuh sebelumnya belum kering dengan keaadan angin, cuaca dan zaman dalam keadaan normal.

Ketika mengulangi basuhan hingga tiga kali, maka yang jadi patokan adalah basuhan yang terakhir.

Muwallah hanya disunnahkan di selain wudhu’nya shahibud dharurah (orang yang memiliki keadaan darurat). Sedangan untuk shahibur dharurah, maka muwallah hukumnya wajib bagi dia.

Dan masih ada lagi kesunnahan-kesunnahan wudhu’ lainnya yang disebutkan di dalam kitab-kitab yang panjang keterangannya

Tentang Do'a Di Saat Mengusap Anggota Wudhu


Dalam Fathul Muin : Adapun do'a-do'a yang dibaca pada tiap membasuh atau mengusap anggota wudhu, yaitu :

ketika mencuci kedua telapak tangan

اللهم احفظ يدي عن معاصيك

ketika berkumur

اللهم أعني على ذكرك وشكرك

ketika menghirup air ke hidung

اللهم لا تحرمنى رائحة نعيمك وجناتك

ketika membasuh wajah

اللهم بيض وجهي يوم تبيض وجوه وتسود وجوه

ketika membasuh tangan kanan

اللهم أعطني كتابي بيميني وحاسبني حسابا يسيرا

ketika membasuh tangan kiri

اللهم لا تعطني كتابي بشمالي ولا من وراء ظهري

ketika mengusap kepala

اللهم حرم شعري وبشري على النار

ketika mengusap kedua telinga

اللهم اجعلني من الذين يستمعون القول فيتبعون أحسنه

ketika membasuh kedua kaki

اللهم ثبت قدمي على الصراط يوم تزل الاقدم

tidak ada asalnya. Bila pun ada, hanya riwayat dari jalur-jalur dhaif dalam Tarikh Ibnu Hibban dan lain-lain. Berkata An-Nawawi : Do'a-do'a tersebut tidak ada asalnya, disebutkan oleh banyak ashab, tetapi tidak disebutkan oleh mutaqaddimin.

Jenis Air Untuk Berwudhu


Adapun jenis-jenis air yang diperbolehkan untuk berwudhu diantaranya adalah air hujan, air sumur, air terjun, air laut, air sungai, air dari bekuan es atau salju serta air yang berada di dalam tangki atau bak dengan jumlah yang besar untuk memastikan bahwa najis yang terdapat pada air tersebut hilang.

Adapun jenis air yang tidak diperbolehkan untuk berwudhu antara lain air kotor atau air yang mengandung najis seperti air yang terkena air liur anjing dan jenis najis lainnya. air dari sari buah seperti air kelapa atau buah lainnya serta air dari dalam pohon juga tidak diperkenankan untuk digunakan dalam berwudhu.

Selain itu air yang telah mengalami perubahan warna menjadi keruh karena ada sesuatu yang direndam dalam kubangan air tersebut juga tidak boleh digunakan untuk wudhu. Air yang berjumlah sedikit atau kurang dari 100 liter terutama yang sudah terkena najis seperti air seni, darah atau minuman atau bahkan ada seekor binatang yang sudah mati di dalam air tersebut. Air bekas wudhu juga tidak boleh digunakan untuk wudhu lagi dan air yang merupakan sisa dari orang mabuk.

Jenis-Jenis Air Mustamal Menurut Empat Madzhab

1. Madzhab Al-Hanawiyah

Menurut madzhab Al-Hanawiyah mengemukakan pendapat bahwa air yang boleh digunakan untuk wudhu adalah air yang bisa membasahi bagian tubuh saja bukan merupakan air yang tersisa di dalam wadah atau bak. Air tersebut langsung dapat dikategorikan sebagai air mumtasal setelah menetas dari tubuh saat seseorang selesai melakukan wudhu atau mandi.

Menurut madzhab ini air yang digunakan oleh seseorang yang menggunakan air kemudian air tersebut yang sudah dijadikan sebagai pengangkat hadast baik dilakukan oleh wudhu maupun Cara Mandi Besar merupakan air yang suci namun tidak dapat mensucikan. Jadi air bekas wudhu dan mandi tidak bisa digunakan sebagai air untuk wudhu lagi meskipun air tersebut tidak memiliki najis.

2. Madzhab Al-Malikiyah

Air mumtasal menurut pandangan madzhab Al-Malikiyah ini adalah air yang sudah digunakan oleh seseorang untuk media wudhu dan mandi besar supaya hadast besar dan kecil di dalam tubuh hilang namun tidak dibedakan apakah itu sebagai tindakan wajib atau tindakan sunnah.

Air tersebut juga meliputi air yang telah digunakan untuk membersihkan najis dari tubuh maupun dari benda lainnya. menurut madzhab ini tidak ada bedanya antara wudhu dan mandi besar baik sunah maupun wajib karena semuanya telah tercampur dengan kotoran yang digunakan untuk membersihkan hadats sebelumnya di dalam tubuh.

3. Madzhab Asy-Syafi’iyah

Menurut pandangan dari madzhab ini, air mumtasal adalah air yang digunakan dari air yang digunakan untuk wudhu dan mandi besar atau air yang telah digunakan sebagai penghilang hadats dan kotoran. Air akan dikatakan mumtasal apabila didapatkan dalam jumlah yang sedikit saja dan niatnya sudah digunakan untuk wudhu atau mandi besar meskipun hanya dengan membasuh bagian tertentu saja.

Sedangkan jika air yang digunakan untuk membersihkan badan namun niatnya bukanlah untuk wudhu dan mandi besar maka air tersebut tidak termasuk dalam golongan air mumtasal. Air mumtasal diantaranya adalah air bekas memandikan mayit, memandikan orang gila atau sakit dan air yang baru saja digunakan untuk memandikan orang yang baru masuk islam. Air mumtasal menurut madzhab ini juga tidak bisa digunakan untuk wudhu dan mandi besar lagi meskipun airnya tidak dikatakan najis namun tetap saja tidak bisa mensucikan.

4. Madzhab Al-Hanabiyah

Menurut madzhab Al-Hanabiyah, air mumtasal merupakan air yang sudah digunakan untuk wudhu dan mandi besar atau air yang digunakan untuk menghilangkan segala najis dan hadast besar atau kecil dari tubuh meskipun air tersebut tidak mengalami perubahan warna, aroma dan rasanya.

Air bekas memandikan mayit juga telah termasuk dalam jenis air mumtasal. Namun menurut madzhab ini, air yang digunakan untuk membersihkan kotoran dan hadas namun tidak ada niatan sebagai ibadah maka air tersebut tidak termasuk dalam golongan air mumtasal.

Yang Membatalkan Wudhu


Dalam kitab Safinatun Najah diterangkan,

نوا قض الوضوء أربعة أشياء : الأول الخارج من أحد السبيلين من قبل أو دبر ريح أو غيره إلا المنى ، الثاني زوال العقل بنوم أو غيره إلا نوم قاعد ، ممكن مقعده من الأرض ، الثالث التقاء بشرتي رجل وامرأة كبيرين من غير حائل ، الرابع مس قبل الآدمي أو حلقة دبره ببطن الراحة أو بطون الأصابع

Yang membatalkan wudhu` ada empat, yaitu:
  1. Apabila keluar sesuatu dari salahsatu kemaluan seperti angin dan lainnya, kecuali air mani.
  2. Hilang akal seperti tidur dan lain lain, kecuali tidur dalam keadaan duduk rapat bagian punggung dan pantatnya dengan tempat duduknya, sehingga yakin tidak keluar angin sewaktu tidur tersebut.
  3. Bersentuhan antara kulit laki-laki dengan kulit perempuan yang bukan muhrim baginya dan tidak ada penghalang antara dua kulit tersebut seperti kain dll. ”Mahram”: (orang yang haram dinikahi seperti saudara kandung).
  4. Menyentuh kemaluan orang lain atau dirinya sendiri atau menyentuh tempat pelipis dubur (kerucut sekeliling) dengan telapak tangan atau telapak jarinya.

Wallahu a'lam.

Baca Selengkapnya »

Newer Posts Older Posts

Jangan Bersandar Kepada Amal Shaleh


Kajian Islam bersama Habib Novel al-'Aydrus, Pengasuh Majelis Ilmu dan Dzikir Ar-Raudhah SOLO, Jawa Tengah


Baca Selengkapnya »



Newer Posts Older Posts

Amalan-Amalan Malam Nifsu Sya'ban


Sya’ban merupakan bulan kedelapan dalam hitungan kalender Hijriyah. Secara harfiah, ia berasal dari sya‘a ban yang bermakna terpancarnya keutamaan. Ada juga yang mengatakan, Sya‘ban berasal dari kata asy-syi‘bu’ yang bermakna sebuah jalan di gunung. Secara umum Sya’ban diyakini mengandung keistimewaan, terlebih menjelang tibanya bulan suci Ramadhan

Sya’ban berarti bulan penuh berkah dan kebaikan. Pada bulan ini Allah membuka pintu rahmat dan ampunan seluas-luasnya. Karenanya, dianjurkan untuk memperbanyak ibadah sunnah seperti puasa sunnah. Hal ini sebagaimana yang dicontohkan Nabi Muhammad ﷺ. Sebuah hadits mengatakan bahwa Nabi ﷺ lebih sering puasa sunah di bulan Sya’ban dibandingkan pada bulan lainnya, (HR Al-Bukhari).

Selain puasa, menghidupkan malam Sya’ban juga sangat dianjurkan khususnya malam Nisfu Sya’ban (pertengahan bulan Sya’ban). Maksud menghidupkan malam di sini ialah memperbanyak ibadah dan melakukan amalan baik pada malam Nisfu Sya’ban.

Sayyid Muhammad bin ‘Alawi al-Maliki menegaskan bahwa terdapat banyak kemuliaan di malam Nisfu Sya’ban; Allah Subhanahu wa Ta'ala akan mengampuni dosa orang yang minta ampunan pada malam itu, mengasihi orang yang minta kasih, menjawab do’a orang yang meminta, melapangkan penderitaan orang susah, dan membebaskan sekelompok orang dari neraka.

Amalan-amalan Malam Nifsu Sya'ban

Setidaknya terdapat tiga amalan yang dapat dilakukan pada malam Nisfu Sya’ban. Tiga amalan ini disarikan dari kitab Madza fi Sya’ban karya Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki.

Pertama, memperbanyak doa. Anjuran ini didasarkan pada hadits riwayat Abu Bakar bahwa Nabi Muhammad ﷺ bersabda,

ينزل الله إلى السماء الدنيا ليلة النصف من شعبان فيغفر لكل شيء، إلا لرجل مشرك أو رجل في قلبه شحناء 

“(Rahmat) Allah Subhanahu wa Ta'ala turun ke bumi pada malam Nisfu Sya’ban. Dia akan mengampuni segala sesuatu kecuali dosa musyrik dan orang yang di dalam hatinya tersimpan kebencian (kemunafikan),” (HR Al-Baihaqi).

Kedua, membaca dua kalimat syahadat sebanyak-banyaknya. Dua kalimat syahadat termasuk kalimat mulia. Dua kalimat ini sangat baik dibaca kapan pun dan di mana pun terlebih lagi pada malam Nisfu Sya’ban. Sayyid Muhammad bin Alawi mengatakan,

وينبغي للمسلم أن يغتنم الأوقات المباركة والأزمنة الفاضلة، وخصوصا شهر شعبان وليلة النصف منه، بالاستكثار فيها من الاشتغال بكلمة الشهادة "لا إله إلا الله محمد رسول الله"

“Seyogyanya seorang muslim mengisi waktu yang penuh berkah dan keutamaan dengan memperbanyak membaca dua kalimat syahadat, Laa Ilaha Illallah Muhammad Rasululullah, khususnya bulan Sya’ban dan malam pertengahannya.”

Ketiga, memperbanyak istighfar. Tidak ada satu pun manusia yang bersih dari dosa dan salah. Itulah manusia. Kesehariannya bergelimang dosa. Namun kendati manusia berdosa, Allah Subhanahu wa Ta'ala senantiasa membuka pintu ampunan kepada siapa pun. Karenaya, meminta ampunan (istighfar) sangat dianjurkan terlebih lagi di malam Nisfu Sya’ban. Sayyid Muhammad bin Alawi menjelaskan,

الاستغفار من أعظم وأولى ما ينبغي على المسلم الحريص أن يشتغل به في الأزمنة الفاضلة التي منها: شعبان وليلة النصف، وهو من أسباب تيسير الرزق، ودلت على فضله نصوص الكتاب، وأحاديث سيد الأحباب صلى الله عليه وسلم، وفيه تكفير للذنوب وتفريج للكروب، وإذهاب للهموم ودفع للغموم

“Istighfar merupakan amalan utama yang harus dibiasakan orang Islam, terutama pada waktu yang memiliki keutamaan, seperti Sya’ban dan malam pertengahannya. Istighfar dapat memudahkan rezeki, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an dan hadits. Pada bulan Sya’ban pula dosa diampuni, kesulitan dimudahkan, dan kesedihan dihilangkan.

Demikianlah tiga amalan utama di malam Nisfu Sya’ban menurut Sayyid Muhammad. Semua amalan itu berdampak baik dan memberi keberkahan kepada orang yang mengamalkannya.

Semoga kita termasuk orang yang menghidupkan malam Nisfu Sya’ban dengan memperbanyak do’a, membaca dua kalimat syahadat, istighfar, dan kalimat mulia lainnya.

Wallahu a’lam

Baca Selengkapnya »


Newer Posts Older Posts

Jangan Berhenti Mendo'akan Orang Tua


Kajian Islam bersama Habib Novel al-'Aydrus, Pengasuh Majelis Ilmu dan Dzikir Ar-Raudhah SOLO, Jawa Tengah



Baca Selengkapnya »



Newer Posts Older Posts

Ismullaah Al-A'dhom


Kajian Islam bersama Habib Novel al-'Aydrus, Pengasuh Majelis Ilmu dan Dzikir Ar-Raudhah SOLO, Jawa Tengah



Baca Selengkapnya »



Newer Posts Older Posts

Mengangkat Tangan Ketika Berdo'a dan Mengusapkannya ke Wajah


Kajian Islam Ahlussunnah wal Jama'ah bersama Habib Novel al-'Aydrus

Berdo'a sambil mengangkat tangan dan mengusapkannya ke wajah atau mengusap wajah setelah berdo'a hukumnya bagaimana?



Baca Selengkapnya »



Newer Posts Older Posts

Ya Rasulallah Salamun ‘Alaik


Berkata Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Alawy al-Maliki, menukil salah satu riwayat sahabat bahwa Allah tidak menampakkan keindahan wajah Rasulullah secara keseluruhan di muka bumi, hanya 1 keindahan dari 10 bagian yang diperlihatkan, jika seandainya yang 9 bagian itu ditampakkan juga, maka orang-orang akan mengiris hatinya tanpa terasa karena indahnya wajah Sayyidina Muhammad, dan itu kelak akan diperlihatkan di telaga Haudh.

Semoga kita bisa memandang wajah yang indah itu, aamiin….

يارسول الله سلام عليك

۰۰۰۰۰۰۰۰۰۰۰۰۰۰۰۰۰۰۰۰۰۰۰۰۰۰۰۰٠

يارسول الله سلام عليك ، يارفيع الشان والدرج
Ya Rosulallah salamun ‘alaik, ya rofî’asy-syani waddaroji

Wahai utusan Allah, semoga keselamatan tetap padamu, Wahai yang berbudi luhur dan bermartabat tinggi.

عطفة ياجيرة العلم ، ياأهيل الجود والگرم
‘Athfatan ya jirotal ‘alami, ya uhailal judi wal karomi

Rasa kasihmu wahai pemimpin tetangga, Wahai ahli dermawan dan pemurah hati.

نحن جيران بذا الحرم ، حرم الإحسان والحسن
Nahnu jîronu bidzal haromi, haromil ihsani wal hasani

Kami tetangga di tanah haram ini. Tanah haram tempat berbuat baik dan memberi kebaikan.

نحن من قوم به سگنوا ، وبه من خوفهم امنوا
Nahnu min qoumin bihî sakanu, wa bihî min khoufihim aminu

Kami dari kaum yang tinggal di tempat itu. Tempat yang mereka merasa aman dari ketakutan.

وبأيات القرآن عنوا ، فاتئد فينا أخا الوهن
Wa bi ayatil qur-ani ‘unu, fatta-id fîna akhol wahani

Dengan ayat-ayat Al-Qur’an mereka mendapat inayah.
Renungkanlah di hati kita, wahai yang berjiwa lemah.

نعرف البطحا وتعرفنا ، والصفا والبيت يألفنا
Na’riful bath-ha wa ta’rifuna, wash-shofa wal baitu ya,lafuna

Kami mengenal padang pasir dan ia mengenal kami,
Bukit Shafa dan Baitil-Haram menawan hati kami.

ولنا المعلی وخيف منا ، فاعلمن هذا وکن زکن
Wa lanal Ma’la wa khoifu mina, fa’laman hadza wakun zakini

Kami punya Ma’la dan masjid Kha’if di kota Mina.
Ketahuilah ini, beradalah dan beribadahlah di sana.

ولنا خير الأنام أب ، وعلي المرتضی حسب
Wa lana khoirul anami abu, wa ‘Aliyyul murtadlo hasabu

Kami mempunyai ayah sebaik-baik makhluk.
Dan adalah keturunan Ali yang diridhai.

وإلی السبطين ننتسب ، نسبا ما فيه من دخن

Wa ilas-sibthoini nantasibu, nasabân ma fîhi min dakhuni

Kepada kedua cucunya kami berketurunan,
Keturunan suci bersih dari kotoran.

گم إمام بعده خلفوا ، منه سادات بذا عرفوا
Kam imamin ba’dahu kholafu, minhu Sadatun bidza ‘urifu

Banyak Imam yang menggantikan sesudahnya,
dengan gelar Sayyid mereka dikenal.

وبهذا الوصف قد وصفوا ، من قديم الدهر والزمن
Wa bihadzal washfi qod wushifu, min qodîmid-dahri wazzamani

Dengan gelar itu benar-benar mereka disebut.
Dari sepanjang tahun dan zaman.

مثل زين العابدين علی ، وابنه الباقر خير ولی
Mitslu Zainil ‘Abidîna ‘Alî, wabnihil-Baqiri khoiri walî

Seperti Zainal Abidin yakni Ali, dan putranya Baqir itu sebaik-baiknya wali.

والإمام الصادق الحفل ، وعلي ذی العلا اليقن
Wal imamish-Shodiqil hafili, wa ‘Aliyyin dzîl ‘ulal yaqini

Dan Imam Ja’far Ash-Shodiq yang penuh keberkahan. Dan Ali yang mempunyai ketinggian dan keyakinan.

فهم القوم الذين هدوا ، وبفضل الله قد سعدوا
Fahumul qoumulladzîna hudu, wa bifadl-lillahi qod sa’idu

Merekalah kaum yang memperoleh hidayah. Dan dengan karunia Allah mereka benar-benar bahagia.

ولغير الله ما قصدوا ، ومع القران فی قرن
Wa lighoirillahi ma qoshodu, wa ma’al qur-ani fî qoroni

Kepada selain Allah mereka tak bertujuan. Dan beserta Al-Qur’an mereka berpegangan.

أهل بيت المصطفی الطهر ، هم أمان الأرض فالدکر
Ahlu baitil Mushthofath-thuhuri, hum amanul ardli faddakiri

Ahli rumah nabi pilihan yang disucikan. Mereka itu pengaman bumi, maka ingatlah

شبهوا بالأنجم الزهر ، مثل ماقد جاء فی السنن
Syubbihu bil anjumiz-zuhuri, mitsla ma qod ja,a fîs-sunani

Mereka itu bagaikan bintang gemerlapan.
Perumpamaan itu telah benar-benar datang di dalam hadits Nabi.

و سفين للنجاة إذا ، خفت من طوفان کل أذی
Wa safînun linnajati idza khifta min thufani kulli adza
Dan bagaikan bahtera penyelamat ketika engkau takut dari topan badai segala duka.

فانج فيها لاتکون گذا ، واعتصم بالله واستعن
Fanju fîha la takunu kadza, wa’tashim billahi wasta’ini

Maka selamatlah engkau di dalamnya tiada khawatir lagi. Dan berpegang teguhlah kepada Allah serta mohonlah pertolongan.

رب فانفعنا ببرگتهم ، واهدناالحسنی بحرمتهم
Robbi fanfa’na bibarkatihim wahdinal husna bi hurmatihim

Ya Allah, dengan barokah mereka, berilah kami kemanfaatan. Dan dengan kehormatan mereka, tunjukkan kami kepada kebaikan.

وأمتنا فی طريقتهم ، ومعافاة من الفتن
Wa amitna fî thoriqotihim, wa mu’afatin minal fitani

Dan wafatkanlah kami di jalan mereka, dan selamat dari segala fitnah.

Baca Selengkapnya »

Newer Posts Older Posts

SHALAWAT PASTI DITERIMA


Para Ulama sepakat bahwa semua amal itu ada yang diterima dan ada juga yang ditolak kecuali SHALAWAT kepada Nabi Muhammad ﷺ.

Sesungguhnya shalawat kepada Nabi Muhammad ﷺ itu pasti diterima, karena Allah sangat memuliakan beliau ﷺ.

Seorang penyair berkata,

ادم الصلاة على النبي محمد # فقبولها حتما بغير تردد
اعمالنا بين القبول وردها # الا الصلاة على النبي محمد

"Terus meneruslah kamu membaca shalawat kepada Nabi Muhammad ﷺ, maka diterimanya shalawatmu itu pasti tanpa keraguan, amal-amal kita itu diantaranya ada yang diterima dan ditolak kecuali membaca shalawat kepada Nabi Muhammad ﷺ"

Membaca shalawat itu guru tanpa guru, tidak butuh pada guru, dan tidak harus khusyu' seandainya khusyu' lebih sempurna, dan apabila membaca shalawat itu karena riya' pahala shalawat masih tetap dan tidak hancur pahalanya.

Syaikh Abdul Qadir menerangkan bahwasanya tak seorang pun hamba yang berdo’a, kecuali antara dia dan langit ada penghalang, sampai ia membaca shalawat kepadaku. Jika dia membaca shalawat kepadaku, maka penghalang itu terbedah dan do’anya menjadi terangkat.

Walahu 'alam

[Madras Ribath]

۞ اَللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ ۞

Related Post
  • Shalawat Adalah Ibadah Terdahsyat
  • Pahala Yang Tak Sanggup Dihitung Malaikat
  • Shalawat Yang Tak Akan Sirna Pahalanya

Baca Selengkapnya »

Newer Posts Older Posts

Mengapa Kita Harus Bermadzhab?


Kajian Islam bersama Habib Novel al-'Aydrus, Pengasuh Majelis Ilmu dan Dzikir Ar-Raudhah SOLO, Jawa Tengah



Baca Selengkapnya »



Newer Posts Older Posts

Al-Arifin Billah al-Habib Ali bin Husein al-Atthas (Habib Ali Bungur)


Al-Habib Ali bin Husein al-Atthas atau lebih dikenal dengan nama Habib Ali Bungur lahir di Huraidhah, Hadhramaut, 1 Muharram 1309 H atau sekitar 1891 M. Beliau hidup dalam keluarga yang sangat taat beragama dan menjunjung tinggi tradisi para shalafunassalihin dari kalangan Ba'alawi. Pendidikan pertama kali Beliau dapatkan dari kedua orangtuanya. Saat usia 6 tahun telah hafal 30 Juzz Al-Qur'an di tangan Ibundanya, dan pada usia 12 tahun sudah hafal Kitab Shahih Bukhari dan Muslim serta kitab-kitab lain seperti : Minhaj, Bahjah, Tuhfah dan Fatawa Qubro. Semenjak usia 6 tahun beliau belajar berbagai ilmu keislaman pada para ulama dan 'auliya yang hidup di Hadhramaut saat itu.

Setelah menempuh pendidikan belasan tahun, pada tahun 1912 dalam usia 21 tahun, Habib Ali pun menunaikan ibadah haji di Makkah, serta berziarah ke makam datuknya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di Madinah. Habib Ali menetap selama lima tahun di Makkah, yang waktunya dihabiskan untuk menuntut ilmu pada sejumlah ulama, yang berada di Hijaz. Pada tahun 1917, beliau kembali ke Huraidhah, dan mengajar di kota yang banyak memiliki pesantren itu, selama tiga tahun..

Pada 1920, dalam usia 29 tahun, Habib Ali berangkat ke Jakarta. Hanya dalam waktu singkat, almarhum yang selalu dekat dengan rakyat itu, telah dapat menguasai bahasa Indonesia. Beliau mula-mula tinggal di Cikini, berdekatan dengan Masjid Cikini, yang dibangun oleh pelukis Raden Saleh. Ia dengan cepat dapat menarik perhatian masyarakat setempat. Setelah menetap di Jakarta, beliau berguru kepada para ulama yang berada di tanah air, di antaranya :
  • Al-Habib Abdullah bin Muhsin al-Atthas (Empang-Bogor)
  • Al-Habib Ahmad bin Abdullah bin Thalib al-Atthas (Pekalongan)
  • Al-Habib Muhammad bin Idrus Aa-Habsyi (Surabaya)
  • Al-Habib Muhammad bin Ahmad al-Muhdhor (Bondowoso)

Semasa hidupnya, Habib Ali tidak pernah berhenti dan tak kenal lelah dalam berdakwah. Salah satu karya terbesarnya adalah kitab Tajul A’ras fi Manaqib al-Quthub al-Habib Sholeh bin Abdullah al-Atthas, sebuah kitab sejarah para ulama Hadhramaut yang pernah beliau jumpai, dari masa penjajahan Inggris di Hadhramaut, hingga sekilas perjalanan para ulama Hadramaut di Indonesia dan juga buku itu juga berisi tentang beberapa kandungan ilmu tasawuf dan Thariqah Alawiyah.

Habib yang dikenal sebagai guru dari sejumlah ulama terkemuka di Betawi itu, pada masa hidupnya dikenal sebagai ulama ahli dalam bidang fikih, falsafah, tasawuf, dan perbandingan madzhab. Menguasai berbagai kitab kuning dari berbagai madzhab, Habib Ali al-Atthas, selama 56 tahun telah mengabdikan diri untuk perjuangan agama. Bukan saja di Indonesia, juga di Malaysia dan Singapura, banyak muridnya.

Al-Habib Ali bin Husin al-Atthas semasa hidupnya tak pernah berhenti memberikan pengajaran kepada Muslimin. Dengan jubah dan serban serta selempang hijau (radi), Habib Ali Cikini selalu naik becak atau kendaraan umum, karena sikap beliau yang ingin berdiri di atas kaki sendiri. Sering di antara murid-muridnya memaksa beliau untuk menaiki mobilnya karena becak telah sukar dan melihat umur Habib Ali sudah lanjut. Haji Abu Bakar Aceh, anggota MPR, secara tepat menyatakan bahwa almarhum Habib Ali bin Husin al-Atthas telah memanifestasikan sikap hidup keluarga Ahlil Bait, yakni menunjukkan sikap kerakyatan, tidak berlebihan dan dicintai Rakyat semuanya.

Sekitar tahun 1940 Jakarta atau dulu disebut Betawi punya banyak tokoh ulama dan pejuang dan yang paling menjadi panutan dan memiliki banyak murid yang tersebar di tanah air adalah Habib Ali bin Abdurrahman al Habsyi (Habib Ali Kwitang), Habib Ali bin Husen al-Atthas dan Habib Salim bin Jindan. Tiga Serangkai (triumvirat) Ulama tersebut yang dengan gencar memperjuangkan syiar-syiar agama Ijlam. Habib Salim bin Jindan mengatakan bahwa Al-Habib Ali bin Husein al-Atthas dan Al-Habib Ali Kwitang bagaikan kedua bola matanya, dikarenakan keluasan khazanah keilmuan kedua habib itu.

Al-Habib Ali bin Husin al-Atthas wafat pada tanggal 16 Februari 1976, jam 06:10 pagi dam usia 88 tahun dan dimakamkan di pemakaman Al-Hawi, Condet, Jakarta Timur.

Semoga  rahmat Allah senantiasa tercurahkan ke atas roh beliau, diampuni segala khilaf dan dosa-dosanya, dan ditempatkan beliau bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam di tempat terbaik di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala. Al-Fatihah....

Baca Selengkapnya »




Newer Posts Older Posts
Subscribe to: Comments (Atom)

Adnow Ads

loading...

Post Terbaru

Translate

SAYANGI YANG ADA DI BUMI, ENGKAU DISAYANGI PENDUDUK LANGIT

قال رسول الله  ﷺ : مَنْ لَا يَرْحَمْ مَنْ فِي الْاَرْضِ لَا يَرْحَمْهُ مَنْ فِي السَّمَاءِ –الطبراني Rasulullah ﷺ telah bersabda, ”Ba...


Daftar Pondok Pesantren
se-Indonesia


Subscribe To

Posts
Atom
Posts
All Comments
Atom
All Comments

Sparkline


guest counter
Flag Counter

Adnow1

loading...

Jadwal Waktu Shalat dan Imsyakiyah



Silahkan Pilih Kota untuk melihat Jadwal Waktu Shalat
di Kota Anda.


Post Populer

  • SHALAWAT TIBBIL QULUB
    اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ طِبِّ الْقُلُوْبِ وَدَوَائِهَا . وَعَافِيَةِ اْلأَبْدَانِ وَشِفَائِهَا . وَنُوْرِ اْلأَبْصَ...
  • Risalah Awwal - Pon Pes Attauhidiyyah
    FAS-ALUU AHLADZ- DZIKRI INKUNTUM LAA TA'LAMUUN Bismillaahirrohmaanirrohiim.... Alhamdulillaahilladzii ja'ala lanaal iimaana wal is...
  • Terjemah Al-Akhlaq lil Banin Juz 1
    ★ ﺑﻤﺎﺫﺍ ﻳﻨﺨﻠﻖ ﺍﻟﻮﻟﺪ؟ ★  ﻳﺠﺐ ﻋﻠﮯ ﺍﻟﻮﻟﺪ ﺃﻥ ﻳﺘﺨﻠﻖ ﺑﺎﻼﺧﻼﻕ ﺍﻟﺤﺴﻨﺔ ﻣﻦ ﺻﻐﺮﻩ، ﻟﻴﻌﻴﺶ ﻣﺤﺒﻮﺑﺎ ﻓﻲ ﻛﺒﺮﻩ: ﻳﺮﺿﮯ ﻋﻨﻪ ﺭﺑﻪ، ﻭﻳﺤﺒﻪ ﺃﻫﻠﻪ، ﻭﺟﻤﻴﻊ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻭﻳﺠﺐ ﻋﻠﻴ...
  • JADILAH ORANG 'ALIM
    قَالَ النَّبِيُّ  ﷺ  كُنْ عَالِمًا أَوْ مُتَعَلِّمًا أَوْ مُسْتَمِعًا أَوْ مُحِبًّا وَلَا تَكُنْ خَامِسًا فَتَهْلِكَ . رواه بيهقى Nabi...
  • Nadham Aqidatul Awam
    Aqidatul Awam adalah salah satu kitab yang membahas tentang tauhid karya ulama besar dan waliyullah Syeikh Sayyid Ahmad al-Marzuqi al-Mali...

Post Lainnya




Cari Post Lainnya

Kategori

Adab dan Akhlak Aqidah Aswaja Bicara Hidayah Biografi Ulama Bulughul Maram Cahaya Raudhah Do'a Harian Do'a Para Nabi Dalam Al-Qur'an Do'a dan Shalawat Fathul Qarib Fiqih HNA Habaib Habib Abubakar Assegaf Hadits Qudsi Hikmah Sufi Hujjah Aswaja Kajian Fiqih Kajian Tafsir Al-Qur'an Kisah Hikmah Kiswah TV Mahfudzot Masjid Nusantara Mutiara Hadits Mutiara Hikmah Nabi dan Rasul Nisfu Sya'ban Nurul Qur'an Pesan Sahabat Puasa Ramadhan Serba Serbi Shalat Tarawih Shalawat Nabi Sirah Nabawi Tadabbur Daily Tadzkirah Tafsir Qur'an Terjemah Ta'lim Muta'alim Terjemahan Matan kitab Safinatun Najah USWAH (Meneladani Para Pendahulu) Ulama Nusantara Ummul Mukminin Untaian Kalam Hikmah Video Wisata Religi Ziarah Wali

Blog Archive

Report Abuse